tirto.id - Istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor menyatakan, kondisi suaminya sehat dan tidak mengeluh sakit seperti saat sidang perdana kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada 13 Desember lalu.
Hal tersebut diungkapkan Deisti usai menjenguk suaminya di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Penunjang Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (18/12/2017).
“Alhamdulillah,” kata Deisti singkat saat ditanya soal keadaan Setya Novanto.
Deisti menyatakan, Novanto tidak mengalami keluhan-keluhan lagi seperti yang diungkapkan saat sidang perdana yang dihadapi suaminya di Pengadilan Ttipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/7/2017).
“Tidak, doakan saja terima kasih,” kata Deisti.
Sebelumnya, saat Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana pembacaan dakwaan perkara korupsi pengadaan KTP-e dengan terdakwa Setya Novanto, politikus Golkar itu mengaku sakit, sehingga sidang sempat diskors hingga tiga kali.
Pembacaan dakwaan akhirnya dilakukan pada pukul 17.10 WIB, sedangkan jadwal awalnya pukul 09.00 WIB.
Keputusan majelis hakim melanjutkan sidang setelah menghadirkan seorang dokter KPK, tiga dokter RSCM, dan satu perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap Novanto karena ia tidak mampu menyampaikan identitas dirinya.
Penasihat Hukum juga sudah menghadirkan dokter dari RSPAD pada jeda pukul 11.30 WIB, namun Novanto menolak diperiksa dengan alasan dokter tersebut adalah dokter umum, bukan dokter spesialis.
“Permintaan kami ke beliau untuk angkat tangan bisa, menjulurkan lidah bisa, jadi artinya dalam keadaan baik, saat ditanya sakit kepala tidak, dijawab tidak. Waktu saya periksa saya tanya keluhan, beliau mengatakan kemarin ada perasaan berdebar-debar jadi pertayaan dijawab dengan baik dan jelas,” kata dr Freedy Sitorus SPS(K) dari RSCM.
Novanto kembali akan menjalani persidangan pada Rabu (20/12/2017) dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan.
Dalam perkara ini, Novanto didakwakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz