tirto.id - Ketua DPR RI Setya Novanto mangkir dari pemeriksaan yang diagendakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (30/10/2017) hari ini. Setnov, sapaan Setya Novanto sedianya akan diperiksa sebagai saksi tersangka Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Namun, Setnov mangkir dalam pemeriksaan dengan alasan sibuk.
"Karena kesibukan sebagai ketua DPR RI dan kegiatan kunjungan ke konstituen di daerah pemilihan selama masa reses, maka panggilan belum dapat dipenuhi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada Tirto, Senin (30/10/2017).
Febri mengatakan, KPK sudah menerima pemberitahuan ketidakhadiran Novanto lewat surat. Surat tersebut menjelaskan bahwa pria yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu tidak bisa hadir dengan alasan yang disampaikan. Febri mengatakan, KPK pun akan menjadwal ulang pemanggilan Novanto pasca ketidakhadiran dalam pemeriksaan kali ini.
"Nanti akan dijadwalkan ulang," kata Febri.
Selain Setnov, KPK dijadwalkan memeriksa tiga saksi lainnya untuk Anang Sugiana antara lain Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT Husni Fahmi, karyawan swasta Made Oka Masagung, dan Arie Pujianto seorang pengacara.
Setya Novanto juga tidak hadir di sidang kasus dugaan korupsi e-KTP sebagai saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong pada 20 Oktober lalu. Menurut keterangan jaksa, ini kedua kalinya Setnov tidak menghadiri sidang.
Novanto pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek e-KTP pada 17 Juli 2017. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto yang menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.
KPK telah menetapkan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Quadra merupakan salah satu konsorsium PNRI yang menenangkan proyek e-KTP. Penetapan tersangka Anang berdasarkan pemantauan dari fakta persidangan Irman dan Sugiharto.
Berdasarkan kesaksian Sugiharto, Anang pernah diminta menyiapkan uang sebesar 500 ribu dolar Amerika Serikat dan Rp1 miliar untuk diserahkan kepada politikus Partai Hanura Miryam S Haryani. Anang juga diduga ikut membantu penyediaan uang tambahan untuk bantuan hukum Ditjen Dukcapil sebesar Rp2 miliar, dan kebutuhan lainnya terkait proses proyek KTP elektronik.
Atas Perbuatannya, Anang disangkakan melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra