Menuju konten utama

Setya Novanto Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator di Kasus e-KTP

Seorang yang ingin menjadi JC harus mengakui perbuatannya dan kooperatif membuka peran pihak-pihak lain secara lebih luas.

Setya Novanto Ajukan Diri Jadi Justice Collaborator di Kasus e-KTP
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto melambaikan tangan usai menjalani sidang dengan agenda tanggapan jaksa terhadap eksepsi di Pengadilan Tipikor, Kamis (28/12/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

tirto.id - Setya Novanto telah resmi mengajukan diri menjadi whistleblower dalam kaitan kasus korupsi e-KTP yang dihadapinya. Hari ini, Kamis (11/1/2018), KPK menerima surat pengajuan justice collaborator (JC) dari mantan ketua DPR itu.

"Suratnya itu sudah disampaikan dan kami sedang mempelajari," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta.

JC adalah pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum ke KPK.

"Kalau seseorang dikabulkan sebagai justice collaborator konsep normanya secara umum tentu ancaman hukumannya bisa lebih rendah," kata Febri, seperti dilansir Antara.

Novanto didakwa mendapat keuntungan 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek e-KTP.

Setya Novanto didakwa pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Pasal 2 pasal 3 ini ancaman hukumannya seumur hidup jadi sangat tinggi. Saya kira kalau dikabulkan JC contohnya Andi Agustinus kemarin dituntut 8 tahun penjara. Itu mungkin jadi pertimbangan juga mengajukan JC," kata Febri.

Menurut dia, KPK harus melihat terlebih dahulu siapa saja pihak-pihak yang akan dibuka perannya oleh Setya Novanto.

"Kami harus lihat dulu siapa saja pihak-pihak yang dibuka perannya oleh Setya Novanto dan apakah di persidangan yang juga dilakukan hari ini dan ke depan itu, Setya Novanto konsisten terbuka dan juga mengakui perbuatannya," tutup Febri.

Penasihat hukum Setya Novanto Maqdir Ismail sebelumnya mengatakan, pihaknya akan berpikir-pikir sebelum mengajukan JC. Mereka masih menelaah siapa yang akan dijadikan pihak yang diungkap dalam persidangan Novanto.

"Kita tidak mau karena JC itu menyebut nama orang. Kita kan gak mau jadi sumber fitnah ya. Jadi karena itu lah makanya kita akan coba liat secara baik fakta yang kita punya itu apa dan yang akan kita laporkan itu siapa," kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (4/1/2018).

Maqdir mengatakan, pengajuan JC akan melihat fakta-fakta yang diperoleh tim penasihat hukum. Selain itu, pihak penasihat hukum juga harus meminta persetujuan dari pihak Novanto dan keluarga. Ia beralasan, pengungkapan nama bisa mempengaruhi masa depan Novanto dan keluarga sehingga perlu mendapat pertimbangan serius.

Febri sebelumnya menjelaskan bahwa seorang yang ingin menjadi JC harus mengakui perbuatannya dan kooperatif membuka peran pihak-pihak lain secara lebih luas. Namun, menurut dia, pelaku utama tidak akan disetujui menjadi JC.

"Jadi silakan ajukan saja, nanti akan dinilai siapa pelaku lain yang lebih besar yang diungkap. Memang jika menjadi JC maka ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun ini dapat diturunkan nanti jika memang [permohonan menjadi] JC dikabulkan," kata dia.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari