Menuju konten utama
Berita Internasional Terkini

Setelah Sri Lanka, Demo Besar Terjadi di Panama: Apa Penyebabnya?

Berikut kondisi terkini dan situasi terbaru demo besar-besaran di Panama. Apa penyebabnya?

Setelah Sri Lanka, Demo Besar Terjadi di Panama: Apa Penyebabnya?
Pekerja serikat memprotes untuk mendukung para guru yang mogok di luar Majelis Nasional di Panama City, Rabu, 13 Juli 2022. (Foto AP/Arnulfo Franco)

tirto.id - Setelah Sri Lanka yang menjadi sorotan karena sang presiden kabur karena protes warga, kini demonstrasi besar-besaran terjadi di negara Panama, bahkan unjuk rasa itu sudah terjadi sejak 13 Juli 2022. Ribuan orang berbaris di ibukota dan kota-kota seluruh Panama dan membuat penghalang jalan.

Seperti dikutip france24, warga kembali memblokir jalan pada hari Senin, 18 Juli 2022 lalu karena menolak kesepakatan yang diteken pemerintah untuk mengakhiri protes dengan imbalan pemotongan harga bahan bakar.

Luis Sanchez, seorang pemimpin kelompok sipil Anadepo mengatakan, perjanjian tersebut "ditandatangani di bawah tekanan". Anggota telah memilih melanjutkan mobilisasi dengan truk dan demonstran melumpuhkan Jalan Raya Pan-Amerika yang strategis.

"Sementara itu, tidak ada kesepakatan," kata Sanchez sambil merobek selembar kertas.

Pada hari Minggu, pemerintah dan beberapa pemimpin protes telah sepakat mengakhiri demo yang sudah terjadi lebih dari dua minggu. Penyebab protes itu karena harga bahan bakar yang tinggi dan meningkatnya biaya hidup.

Protes terbesar pada Senin lalu terjadi di ibu kota, mereka menutup akses jalan dengan membakar barikade ban sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Peserta unjuk rasa juga memblokir jalan raya Ran-Amerika yang menghubungkan Panama dengan Amerika tengah. Itu adalah jalur transportasi utama barang di negara itu.

Demo Panama

Demonstran menggunakan semprotan aerosol untuk mengipasi api obor mereka saat mereka berbaris menuju Majelis Nasional di Panama City, Selasa, 12 Juli 2022. (Foto AP/Arnulfo Franco)

Apa Penyebab Protes di Panama?

Menurut sektor swasta, salah satu penyebab adalah curah hujan yang telah merugikan ekonomi senilai jutaan dolar. Hal itu turut menyebabkan kekurangan bahan bakar dan makanan di beberapa bagian negara.

"Kami dalam keadaan buruk; tidak ada makanan, tidak ada bus. Saya ingin membeli beras dan... sedikit yang bisa didapat sangat mahal. Sayurannya rusak," kata Angelica Ruiz, warga Pacora di timur Panama City. yang juga kesulitan mendapatkan tempat kerjanya.

Washington Post melaporkan, atas protes dari warga itu, sang Presiden Laurentino Cortizo mengaku memahami ketidakpuasan warga, sebalinya, dia justru menyalahkan pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina atas kenaikan harga. Dia juga memperpanjang pembekuan harga bensin untuk semua warga Panama.

Profesor ilmu politik di University of Panama, Miguel Antonio Bernal mengatakan, toleransi dan kesabaran yang ditunjukkan rakyat Panama atas berbagai persoalan selama ini telah habis. “Selain itu, kami memiliki korupsi besar yang telah dilepaskan.”

Demo Panama

Demonstran menurunkan pagar yang melindungi Majelis Nasional selama protes menuntut langkah-langkah pemerintah untuk mengekang inflasi, menurunkan harga bahan bakar dan pangan, di Panama City, Panama 12 Juli 2022. REUTERS/Erick Marciscano

Guru-guru juga turut serta dalam protes, bahkan turut memberi percikan awal yang memicu protes nasional lebih dari seminggu yang lalu. Mereka mengkritik pengumuman Presiden Cortizo tentang pembekuan harga bahan bakar, sementara pembicaraan untuk mengakhiri protes sedang berlangsung.

Menurut mereka, tawaran itu tidak cukup. “Harga bensin menyusahkan kami yang harus melakukan perjalanan untuk mengajar di sekolah kami,” kata Ilbis Rujano, seorang guru sekolah umum di provinsi tengah Veraguas yang telah berpartisipasi dalam protes.

“Selain itu, biaya makan naik, yang menimpa keluarga termiskin yang harus menyekolahkan anak-anak mereka.”

"Ini tidak bisa ditoleransi," katanya.

Baca juga artikel terkait KONFLIK SRI LANKA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya