tirto.id - Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mengenai pengakuan menerima uang dari proyek pengadaan e-KTP, setelah sebelumnya politikus Hanura Miryam S Haryani mencabut BAP dalam kasus ini.
"Pada Desember 2016 saya ditugaskan Komisi VIII untuk melakukan kunjungan ke Swedia, tanggal 6 Desember ada info panggilan pemeriksaan untuk 9 Desember, karena itu saya ajukan ke pimpinan rombongan pulang tanggal 7 dan saya jetlag," kata Khatibul dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (3/4/2017) malam.
"Saya minta istri bangunkan pukul 06.00 pagi dan pukul 9.30 saya datang ke KPK tapi pemeriksaan baru pukul 11.00 dan setelah makan siang saya mengantuk dan pada pukul 12.00 saya menyampaikan apa yang tidak pernah ada kejadiannya yaitu menerima uang Rp100 juta dari Chaeruman, dan pukul 14.30 saya minta pernyataan diralat tapi disarankan meralat di pemeriksaan kedua, itu betul-betul saya mengantuk dan lelah," jelas Khatibul.
Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto disebutkan saat menjadi anggota Komisi II DPR Khatibul menerima uang sebesar 400 ribu dolar AS.
Namun Jaksa Penuntut Umum KPK Abdul Basir balik bertanya, "Tapi mengapa bila mengantuk saudara dalam BAP dapat menjelaskan bahwa 'pada 2013 saat masih di Komisi III dan sebelum saya ke Komisi II pada 27 Agustus 2013 saya menerima uang dari Chaeruman Harahap yang tidak lagi ketua Komisi II sebesar Rp100 juta dalam bungkusan?".
"Saat itu saya menyampaikan ke Chaeruman yang sedang ikut Pilkada Sumut yang intinya kalau Chaeruman mau menang dalam pilkada agar banyak-banyak sedekah dan dijawab siap Mam, kemudian saya dipanggil Chaeruman di ruang kerja dan disampaikan ‘Mam ini ada rezeki’ sambil menyerahkan goody bag, dan saya mengatakan siap saya jalan ya pak dan setelah di ruangan saya buka isinya Rp100 juta," kata Abdul Basir membacakan pengakuan Khatibul dalam BAP.
"Pada saat itu Chaeruman tidak lagi menjadi Ketua Komisi II dan saya tidak pernah datang ke ruangan Chaeruman. Saya menyampaikan BAP dalam situasi sadar atau tidak sadar, dan setelah saya sadar, saya tahu itu cerita tidak pada tempatnya," ungkap Khatibul.
"Apakah bertemu dengan Chaeruman sebelum pemeriksaan?" tanya JPU Basir.
"Tidak pernah," jawab Khatibul.
"Apakah sebelum pemeriksaan kedua menemui Chaeruman?" tanya jaksa Basir.
"Betul saya menemui Chaeruman Selasa siang sekadar konfirmasi bahwa saya telah melakukan kesalahan perkataan yang menyatakan menerima dan saya minta penjelasan Chaeruman apakah benar kasih uang ke saya, dan saya kaget beliau menyatakan tidak pernah," jawab Khatibul.
Mantan Bendahara Partai Demokrat yang juga dihadirkan sebagai saksi, M Nazaruddin mengatakan pemberian uang itu lengkap di buku catatan staf keuangannya, Yulianis.
"Uang tercatat di Yulianis sejak 2011. Saya komunikasi langsung dengan Khatibul waktu itu. Sebetulnya uang itu harus diserahkan satu hari sebelumnya tapi saya tinggal karena posisi Khatibul sulit, saya bilang ke mas Anas kalau Pak Khatibul belum bisa, lalu saya telepon dijawab disarankan untuk siapa yang mengambil," kata Nazaruddin.
Nazar lalu menyerahkan uang itu ke seseorang bernama Yudi di Surabaya.
"Saya hakul yakin ini cerita bohong, Januari 2011 saya tidak punya uang untuk pemilihan ketua GP Ansor, tidak mendapat bantuan dari mana pun saya hanya dapat suara 30 suara, akhirnya untuk ongkos tim sukses pun pinjam ke istri, silakan sebutkan di mana saya bertemu di Surabayanya dan apa benar Nazar menelepon saya," jawab Khatibul.
Khatibul menegaskan tidak memerlukan anggaran dana karena sudah aktif selama 5 tahun di GP Ansor. Ia mengatakan telah menjabat sebagai Ketua Bidang Organisasi dan Ideologi sehingga dirinya tidak mungkin melakukan korupsi.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri