tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 usai dikritik masyarakat mengenai keterwakilan perempuan di legislatif menjadi kurang dari 30 persen.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan langkah itu ditempuh oleh mereka termasuk Bawaslu dan DKPP atas masukan dari berbagai pihak atas beleid yang dianggap mengamputasi hak politik perempuan itu.
"Kami bersepakat untuk dilakukan sejumlah perubahan dalam PKPU Nomor 10 tahun 2003 terutama cara penghitungan 30% jumlah bakal calon DPR, DPRD Provinsi, dan Kabupaten/Kota keterwakilan perempuan di setiap dapil," kata Hasyim di KPU, Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Hasyim mengatakan yang diubah dalam pasal itu ihwal penghitungan 30 persen keterwakilan perempuan di setiap dapil yang menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil perhitungan dilakukan pembulatan ke atas.
"Di antara pasal 94 dan 95 disisipkan satu pasal, yakni pasal 94 a sehingga berbunyi sebagai berikut ayat 1, bagi parpol yang telah mengajukan daftar bakal calon sebelumnya berlakunya PKPU perubahan, melakukan perbaikan sampai batas akhir pengajuan bakal calon," ucap Hasyim.
"Masih ada kesempatan sampai 14 Mei 2023," tukas Hasyim.
Lalu, pada Ayat 2 ihwal parpol peserta pemilu tidak bisa memperbaiki bakal calon sampai dengan batas akhir pengajuan bakal calon sebagaimana dimaksud Ayat 1 melakukan perbaikan pada tahapan dokumen persyaratan bakal calon.
"Mengingat waktu pengajuan calon anggota DPR pada Pemilu 2024 sudah berjalan, maka Peraturan KPU tersebut akan segera dilakukan dikonsultasikan ke DPR dan pemerintah," tutur Hasyim.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan sejatinya tindakan KPU ini sudah melakukan konsultasi, serta rapat bersama antara DKPP dan Bawaslu.
"Jadi, langkah ini sudah setuju di antara ketiga lembaga. Kami dukung sepenuhnya langkah yang dilakukan KPU," kata Bagja.
Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan perubahan yang dilakukan KPU sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Jadi, dengan diubahnya PKPU ini sudah akan terakomodir, memenuhi amanat Undang-undang," pungkas Heddy.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menolak keras Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 itu. Menurut mereka,beleid itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Salah satu perwakilan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan Ida Budiarti mengatakan beleid itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
"Kalau pembulatan ke bawah maka terjadi pelanggaran hak politik perempuan. Kalau UU tadi menyebutkan paling sedikit, kalau paling sedikit itu paling kurang. Kalau lebih, lebih bagus kalau begitu," kata Ida di Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).
Menurutnya, beleid itu sangat berdampak pada hak politik perempuan. Sebab, kata dia, regulasi itu akan berdampak pada hilangnya hak politik perempuan.
Oleh karena itu, Ida dan kawan-kawan mengadu ke Bawaslu yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan dan penindakan untuk mengingatkan KPU bahwa peraturan itu telah menghilangkan hak politik perempuan dan tidak sesuai dengan mandat Undang-undang.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Reja Hidayat