tirto.id - Polisi menembak mati seorang terduga teroris ZA (25) di kantor pusat Kepolisian Republik Indonesia di Jalan Trunojoyo, Jakarta, Rabu (31/3). Terduga teroris itu diduga seorang diri menyelinap ke dalam markas besar Polri.
Penyerangan itu terjadi tiga hari setelah pengeboman sebuah gereja di Makassar, Sulawesi Selatan dan menjadi serangan pertama yang menarget polisi pada tahun ini.
Video yang beredar menunjukkan pelaku berjalan dengan menenteng map kuning sembari menuju pos polisi di bagian depan menanyakan letak kantor pos. Setelah melangkah beberapa meter, ia balik lagi ke arah pos, mengeluarkan pistol dan memuntahkan isinya enam kali ke arah polisi. Dua tembakan ke arah polisi dalam pos, dua tembakan mengarah ke luar dan dua lagi ke polisi di belakangnya.
Praktis, polisi membalas tembakan yang menewaskan seketika perempuan itu. Ia terkapar setelah rentetan tembakan mengenai tubuhnya. Upaya penyerangan di Mabes Polri itu terjadi sekitar pukul 16.30 saat Jakarta mulai diguyur hujan.
Detasemen Khusus 88 Antiteror bergerak ke rumah terduga teroris setelah mengantongi identitas. Dari hasil pencocokan profil terduga sesuai.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan terduga teroris itu seorang diri (lone wofl) dan bersimpati kepada ISIS dibuktikan dengan unggahan di akun media sosialnya 21 jam sebelum serangan dengan menunjukkan bendera hitam khas propaganda negara Islam di Suriah. Lewat akun Instagramnya pelaku juga bicara tentang jihad. Sigit juga mengatakan map kuning yang dibawa oleh perempuan itu terdapat kata-kata tertentu.
Polisi juga menemukan lembaran kertas di rumah pelaku yang ditulis sebelum menyerang. Isinya permintaan maaf kepada keluarga, meminta orang tuanya tidak ikut pemilu dan berhenti bekerja untuk pemerintah yang ia anggap musuh (thagut). Tidak cukup surat wasiat, pelaku juga mengucapkan pamit secara langsung dalam grup WhatsApp berisikan keluarga dekatnya.
“Saya perintahkan Kadensus mendalami dan mengusut tuntas terhadap kemungkinan adanya kelompok jaringan dengan tersangka ini,” kata Sigit, semalam.
Senjata Api atau Airsoft Gun?
Bukti lain yang terungkap dari penyerangan itu adalah sebuah kartu bertulis Perbakin (Persatuan Berburu dan Menembak Seluruh Indonesia) disertai nama kelompok Basis Shooting Club. Tertera tanggal berlaku kartu itu sampai tahun depan.
Ketua Dewan Pembina Perbakin, Bambang Soesatyo mengatakan terduga teroris itu bukan sebagai anggota organisasi. Namanya tidak ada dalam daftar anggota. Nama klubnya juga bukan lagi terdata sebagai bagian dari Perbakin wilayah Jakarta. Bamsoet yang juga ketua MPR RI itu menduga pelaku masuk klub menembak yang khusus menampung pemegang airsoft gun (senjata replika atau mainan).
“Setelah saya cek di database Perbakin yang bersangkutan tidak terdaftar. Dia bukan anggota Perbakin. KTA-nya keanggotaan klub menembak airsoft gun,” katanya.
Polisi belum mengkonfirmasi pistol yang dibawa apakah jenis senjata api atau airsoft gun. Yang sudah pasti dari pistol itu telah ditembakkan enam kali ke arah polisi.
Terduga Teroris Milenial
Penyerangan Mabes Polri terjadi tiga hari setelah sepasang suami istri, L dan Y—keduanya kelahiran tahun 1990-an usia sebaya ZA—mengebom Gereja Katedral Makassar. Setelah pengeboman gereja itu hingga kemarin, polisi menangkap 23 orang terduga teroris baik berkaitan langsung atau jaringan yang berbeda. Salah satu yang ditangkap berinisial W diduga sebagai otak perakit bom.
Fenomena terduga teroris milenial ini menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli salah satunya dipicu propaganda jaringan teroris internasional yang menyasar kawula muda. Simpatisan ISIS yang tergabung dalam Jaringan Ansharut Daulah (JAD) di Indonesia terlibat penyerangan gereja seperti L dan Y.
Pola teror JAD yakni menyasar polisi juga sebelumnya pernah terjadi di Jakarta dalam peristiwa bom Thamrin. Sedangkan sasaran lain adalah gereja mengingat sel JAD sebelumnya terlibat pengeboman gereja di Surabaya dan Jolo Filipina. Milenial dalam rentang kelahiran 1990-an yang terpapar ajaran JAD atau jaringan lainnya yang sesat dan akhirnya terlibat terorisme.
Menurut Boy para generasi milenial rentan terpapar paham sesat dan radikalisme.
"Kita menginginkan, jangan lagi ada anak muda kita, harus terjebak dalam pemikiran yang mengarah pada radikal terorisme. Jadi, ini adalah pengaruh dari propaganda jaringan teroris internasional, yang juga memengaruhi dari sebagian anak muda kita," kata Boy di Makassar (30/3), melansir Antara.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino