tirto.id - Niger sedang berkabung usai 69 orang tewas dalam serangan pemberontak. Korban tewas itu termasuk pula walikota dan pemimpin milisi.
BBC melaporkan, serangan itu terjadi di barat daya Niger, yang berbatasan dengan Mali. Pencarian korban selamat masih berlangsung.
Namun demikian, tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan yang terjadi pada Selasa itu. Para penyerang dilaporkan melarikan diri dari perbatasan menuju Mali dan sambil membawa mayat pejuang mereka.
Berdasarkan keterangan kementerian dalam negeri Niger, sebuah delegasi yang dipimpin walikota Banibangou telah disergap di sebuah desa sekitar 55 km di wilayah Tillaberi barat. Ia menyalahkan serangan itu dan menyebutnya sebagai "bandit bersenjata tak dikenal".
Niger memang sedang menghadapi pemberontakan jihadis di wilayah yang berbatasan dengan Mali, Burkina Faso dan Nigeria. Dalam kekerasan tahun ini, dilaporkan lebih dari 500 orang tewas.
Pada bulan Maret, sekitar 137 orang dilaporkan tewas dalam serangan yang terkoordinasi di tiga desa oleh tersangka jihadis.
Konflik Bertahun-tahun di Wilayah Perbatasan
Sementara itu, Aljazeera melaporkan, serangan itu terjadi di titik yang selama bertahun-tahun mengalami konflik antara pasukan negara dan kelompok-kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan ISIS dan Al-Qaidah.
Menteri Dalam Negeri, Alkache Alhada telah mengumumkan jumlah korban tewas sembari mengatakan ada 15 orang yang berhasil selamat, tetapi operasi pencarian masih berlangsung.
Sebuah sumber lokal mengidentifikasi lokasi serangan sebagai desa AdabDab. Kala itu, pasukan pertahanan yang memakai sepeda motor diserang oleh "anggota bersenjata Negara Islam di Sahara Besar (ISGS)". Anggota bersenjata itu juga memakai motor, demikian ungkap sumber itu kepada kantor berita AFP.
Sementara itu, sumber lain mengatakan, serangan itu mengincar pasukan pertahanan lokal. Para penyerang sudah kembali ke Mali sambil membawa mayat pejuang mereka.
Setidaknya, dalam tahun ini, serangan dari kelompok-kelompok bersenjata terhadap warga sipil di wilayah perbatasan telah menewaskan lebih dari 530 orang. Jumlah serangan di tahun ini lima kali lebih banyak daripada tahun 2020, demikian menurut Proyek Data Lokasi & Peristiwa Konflik Bersenjata (ACLED).
Editor: Iswara N Raditya