tirto.id - Serangan rudah dan drone (pesawat tak berawak) yang terjadi di pangkalan militer utama di Yaman selatan setidaknya telah menewaskan 30 orang tentara. Hal itu disampaikan juru bicara militer Yaman.
Seperti diwartakan The Guardian, kejadian yang terjadi pada Minggu, 3 Oktober 2021 itu adalah salah satu serangan paling mematikan dalam perang saudara di Yaman dalam beberapa tahun terakhir.
Prajurit Nasser Saeed berhasil selamat. Ia dibawa ke rumah sakit Naqib di Aden bersama orang-orang terluka lainnya. Menurut prajurit itu, sebuah barak yang menampung lebih dari 50 tentara telah dihantam oleh rudal, kemudian drone bermuatan bahan peledak.
“Kami berhasil menembak jatuh satu [drone],” katanya. “Banyak yang terbunuh dan terluka.”
Juru bicara pasukan Yaman selatan, Mohammed al-Naqib mengatakan, serangan di pangkalan udara al-Anad di Provinsi Lahj itu melukai 65 orang. Menurut dia, jumlahnya bisa saja meningkat karena tim penyelamat masih berada di lokasi.
Berdasarkan rekaman video, di tempat kejadian memperlihatkan beberapa mayat hangus di tanah dan terdengar pula sirene ambulans yang terus berbunyi. Menurut keterangan para pejabat Yaman, setidaknya ada tiga ledakan di pangkalan udara yang dipegang oleh pemerintah dan diakui secara internasional. Namun, sampai saat ini, belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Di sisi lain, Arab News melaporkan, dua orang anak tewas dan 33 sipil lainnya terluka dalam serangan rudal yang mereka klaim dilancarkan kelompok Houthi di kota Marib, Yaman tengah. Menurut keterangan penduduk, dua rudal itu menargetkan daerah militer, sementara rudal ketiga mendarat di dekat distrik perumahan yang menampung markas militer koalisi Arab.
Menurut sekretaris pers gubernur provinsi, Ali Al-Ghulisi seperti dikutip kantor berita negara, korban tewas itu bernama Ghozlan Feisa (4) dan saudara laki-lakinya Radad (2) meninggal saat rudal menghantam rumah mereka, sementara ibunya mengalami luka serius.
Empat wanita lain dan lima anak-anak juga mengalami luka-luka. Rudal itu juga turut menghancurkan dua rumah dan membakar delapan kendaraan.
Sejarah Konflik dan Perang di Yaman
The Guardian melaporkan, Yaman telah mengalami perang saudara sejak 2014, ketika kelompok pemberontak Houthi menyapu sebagian besar utara dan merebut ibu kota, Sana'a. Hal itu memaksa pemerintah yang diakui secara internasional tergeser ke pengasingan. Pada tahun berikutnya, koalisi yang dipimpin Saudi memasuki perang di pihak pemerintah.
Konflik di Yaman, negara termiskin di dunia Arab, telah menewaskan lebih dari 130.000 orang dan melahirkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
BBCmelaporkan, konflik itu berakar dari kegagalan transisi politik atas pemberontakan Musim Semi Arab yang memaksa otoriter lama, Ali Abdullah Saleh, untuk menyerahkan kekuasaan pada wakilnya, Abdrabbuh Mansour Hadi pada tahun 2011.
Saat menjadi presiden, Hadi berjuang menangani berbagai masalah, seperti serangan oleh para jihadis, gerakan separatis di selatan, serta korupsi, pengangguran dan kerawanan pangan.
Kendati demikian, Gerakan Houthi yang memperjuangkan minoritas Muslim Syiah Zaidi Yaman dan memerangi serangkaian pemberontakan melawan Saleh selama dekade sebelumnya, melihat keuntungan dari kelemahan presiden baru dengan mengambil kendali dari jantung utara provinsi Saada dan daerah tetangganya.
Kecewa dengan masa transisi itu, banyak warga Yaman biasa, termasuk Sunni, ikut mendukung Houthi, dan pada akhir 2014 dan awal 2015 melakukan pemberontakan secara bertahap mengambil alih ibu kota Sanaa.
Editor: Iswara N Raditya