Menuju konten utama

Sepanjang 2019, 200 Kasus Hukuman Mati di Kejagung Belum Dieksekusi

Masih ada 200 kasus hukuman mati yang belum dieksekusi Kejaksaan Agung RI kendati sudah memiliki keputusan hukum tetap

Sepanjang 2019, 200 Kasus Hukuman Mati di Kejagung Belum Dieksekusi
Ilustrasi hukuman mati. FOTO/IStockphoto

tirto.id - Kejaksaan Agung menyatakan sepanjang 2019 hingga saat ini masih ada sekitar 200 kasus hukuman mati yang belum dieksekusi, kendati sudah memiliki keputusan hukum tetap-inkracht.

Hal tersebut disampaikan Jaksa Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Ali Mukartono saat memberikan pemaparan mengenai capaian Kejaksaan Agung RI yang telah dilakukan sepanjang 2019.

"Ada 200 lebih memang pidana mati sudah inkracht. Inkracht itu apa? Memiliki hukum tetap. Kami bagi beberapa segmen, misalnya inkracht putusan pengadilan negeri yang bersangkutan," kata Ali saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Senin (30/12/2019) siang.

Kata Ali, terdapat beberapa kasus yang telah inkracht, seperti contoh kasus ketika jaksanya tidak melakukan banding, kasus lainnya ketika kedua belah pihak tidak melakukan kasasi, dan bahkan salah satu kasus dengan adanya putusan Mahkamah Agung (MA).

Namun Ali mengatakan bahwa semua kasus tersebut tak bisa dieksekusi.

"Itu tidak bisa langsung eksekusi untuk jenis hukum mati karena di sini ada UU tentang Grasi. UU Grasi mengatakan bahwa permohonan grasi menunda eksekusi, itu soal pertama," kata Ali.

Permasalahan lain, lanjut Ali, mengenai adanya beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terkait dengan pasal 286 ayat 1, yang mengatakan bahwa peninjauan kembali (PK) hanya boleh satu kali.

"Tapi oleh MK dicabut," kata Ali.

Selain itu, tambah Ali, dalam UU Grasi dinyatakan bahwa pengajuan grasi paling lama satu tahun setelah perkara.

"Pasal ini pun dicabut oleh MK. Ini seperti tak berujung, ini mengapa sebagian besar belum tereksekusinya (hukuman mati) karena hak-hak hukum yang belum selesai, karena perundangan yang demikian," kata Ali.

Kendati demikian, Ali mengaku paham bahwa dalam kasus hukuman mati, pengajuan PK dan grasi adalah hak setiap warga negara.

"Meski pun sudah inkracht karena kita tahu PK dan grasi itu adalah hak. Ketika jerat eksekusi, mengajukan grasi berarti itu hak hukum yang tak boleh dihalang, ini hal-hal yang antara lain menjadi penunda pelaksanaan eksekusi," katanya.

"Tapi kita berkomitmen bahwa yang sudah bisa kita laksanakan akan kita inventarisir lebih lanjut dan akan kita selesaikan hukuman mati," lanjutnya.

Baca juga artikel terkait HUKUMAN MATI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Restu Diantina Putri