Menuju konten utama

Sempat Ragukan Prabowo, PKS Ogah Iuran Jika Kader Tak Ikut Pilpres

PKS bersedia menarik iuran dana kampanye jika kader mereka ikut Pilpres 2019.

Sempat Ragukan Prabowo, PKS Ogah Iuran Jika Kader Tak Ikut Pilpres
Massa kader dan simpatisan Partai Gerindra saat puncak perayaan HUT ke-10 Gerindra di Lapangan Arcici, Cempaka Putih, Jakarta, Minggu (11/3/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Sejumlah elite PKS meragukan keseriusan Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden (capres). Alasannya, Prabowo dianggap tak lagi memiliki kekuatan logistik yang memadai untuk memenangkan Pilpres 2019 usai kalah beruntun pada 2009 dan 2014. Belakangan elite PKS bahkan menegaskan tidak akan ikut urunan dana jika kader mereka maju di Pilpres 2019.

"Kalau yang maju kader PKS, maka itu menjadi tanggungjawab seluruh kader PKS. Kalau bukan kader yang maju, kami harus sadar diri," kata Mardani, kepada Tirto, Selasa (17/4/2018).

Apa yang dimaksud Mardani dengan "sadar diri"? "Ya agak tidak enak hati kalau kami meminta kader membantu," kata anggota Komisi II DPR RI ini.

Mardani mengatakan dana kampanye merupakan faktor penting memenangkan kontestasi. Untuk pemilu legislatif PKS telah mengumpulkan 80% dana kampanye dari target yang ditetapkan. Namun untuk pemilu presiden ia mengatakan PKS masih menunggu kepastian siapa kader yang akan mereka usung.

"Kalau untuk Pilpres, ya memang kalau kader [PKS] yang maju semua akan turun," ujar Mardani.

Politikus PKS Nasir Djamil juga sempat meragukan keseriusan Prabowo Subianto menjadi capres. Ia beralasan Prabowo tidak lagi memiliki logistik yang memadai untuk memenangkan Pilpres 2019. Ia menduga Prabowo akan menyerahkan tiket kepada mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo sebagai capres dari Gerindra.

Berbeda dengan PKS, Wakil Sekretaris Jenderal PAN Dipo Ilham mengatakan partainya siap urunan dana kampanye dengan partai koalisi mereka di Pilpres 2019. Ia mencontohkan Pilpres 2014 saat PAN bersama Gerindra mengusung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa.

"Itu jelas dari partai koalisi dan donatur-donatur. Kemudian juga ada dari Pak Prabowo dan Pak Hatta sendiri," kata Dipo kepada Tirto.

Tak seperti elite PKS, Dipo percaya Prabowo masih memiliki modal logistik yang memadai untuk memenangkan Pilpres 2019. "Saya melihat Pak Prabowo juga siap secara mental dan kesehatan," kata Dipo.

Dipo mengatakan keputusan PAN mendukung capres dan cawapres di Pilpres 2019 akan disampaikan pada Agustus 2018.

Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono tidak percaya PKS serius mempersoalkan logistik kampanye Prabowo. Menurutnya Gerindra dengan PKS sudah terbiasa berkoalisi di pemilu dengan dana minim.

"Di Pilkada DKI itu dana kami kurang dan menang," kata Ferry kepada Tirto.

Ferry memastikan Prabowo masih memiliki modal yang mumpuni, salah satunya dari Hashim Djojohadikusumo. Selain itu Prabowo juga telah berbicara dengan dengan rekan-rekan bisnisnya terkait pengumpulan dana kampanye.

"Sekarang yang jelas sudah enggak ada lagi pengusaha yang mau bantu Pak Jokowi. Wong sekarang mereka susah aksesnya," ujar Ferry.

Ferry memprediksi dana kampanye di Pilpres 2019 tidak akan lebih besar dari Pilpres 2014 lantaran ada aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membatasi penggunaan alat peraga kampanye. Termasuk pembatasan iklan televisi. "Paling yang banyak itu untuk saksi. Karena harus ada atensi beberapa ratus ribu atas kerja mereka selama 1-2 hari di seluruh TPS di Indonesia," kata Ferry.

Pada Pilpres 2014, dari data laporan penerimaan dana kampanye KPU periode 31 Mei-3 Juni 2014, Prabowo-Hatta menghabiskan dana Rp10.000.000.000. Sementara, Joko Widodo - Jusuf Kalla menghabiskan dana Rp44.507.420.305.

Infografik Current Issue 2019 ganti presiden

Dana saksi itu pun, kata Ferry, bukan sepenuhnya tanggungan Prabowo, tapi bisa ditalangi oleh kepala-kepala daerah dan anggota DPR dari Gerindra. Sehingga tidak sepenuhnya menjadi beban kandidat.

Wakil Ketua DPP Gerindra, Fadli Zon menyatakan menjelang Pilpres 2019 dana kampanye Prabowo semakin banyak. Karena, menurutnya, kader Gerindra mengalami peningkatan jumlah dan semuanya siap gotong royong mendanai pencalonan ketua umum mereka.

"Kalau dulu cuma 26 kursi, sekarang 73 kursi. Ditambah 2000 lebih dari anggota DPRD provinsi dan kabupaten kota. Artinya kita semua itu adalah orang-orang yang berada di garis depan perjuangan Gerindra untuk pileg maupun pilpres," kata Fadli.

Manajer Advokasi FITRA, Gulfino Guevarrato menilai dana kampanye dapat mempengaruhi kualitas kepemimpinan presiden dan wakil presiden terpilih di 2019. Menurutnya, semakin banyak sumbangan dana yang diterima oleh calon terpilih, maka kepemimpinan mereka akan semakin terjerat kepentingan-kepentingan pemodalnya.

"Logikanya adalah tidak ada makan siang yang gratis," kata pria yang akrab disapa Fino ini kepada Tirto.

Fino menerangkan kebutuhan dana kampanye tidak hanya sebatas pada saat periode masa kampanye berjalan saja, tapi juga sedari jauh hari sebelumnya. Ia mencontohkan tokoh-tokoh seperti Cak Imin dan Rommahurmuziy yang sejak beberapa bulan lalu sampai sekarang telah memasang banyak baliho di jalanan protokol.

"Itu termasuk kampanye, tapi belum masuk periode kampanye. Jadi laporannya belum jelas ke KPU. Padahal biayanya tentu saja tidak murah, seperti di Gatsu itu iklan baliho bisa mencapai 600 juta sebulan," kata Fino.

Menurut Fino, pendanaan yang tidak dapat diaudit akuntabilitasnya itulah yang mestinya dibatasi oleh KPU dengan larangan memasang alat peraga kampanye sebelum masa kampanye. "Kalau dibiarkan itu dana akan semakin besar. Dari mana asal dananya? Ya, dari pemodal yang berkepentingan," kata Fino.

Dalam hal ini, Fino pun mengapresiasi KPU yang telah memperbesar ambang batas dana kampanye yang bisa dilaporkan. UU Pemilu No 7 tahun 2017 menyebutkan ambang batas sumbangan perseorangan sebesar Rp2,5 miliar, meningkat dari Rp1 miliar. Sementara sumbangan dari badan hukum atau korporasi paling banyak Rp7,5 miliar, sekarang dinaikkan menjadi Rp25 miliar.

"Itu belum efektif, tapi patut diapresiasi," kata Fino.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Muhammad Akbar Wijaya