tirto.id - Penggalian sumur minyak ilegal di daerah Aceh Timur menyebabkan 21 orang meninggal dunia. Kapolres Aceh Timur, AKBP Wahyu Kuncoro mengatakan semburan api dari dalam sumur sudah mulai padam dan berganti dengan semburan air dan minyak.
Hal ini dikatakan Wahyu ketika dihubungi Kamis (26/4/2018). Menurut Wahyu, semburan air lebih banyak dibandingkan minyak.
“Ketinggian lima puluh meter lah dari lubang, kira-kira 40-50 meter,” tegasnya. Jumlah ini menurun dari semburan api yang sebelumnya dikabarkan mencapai 100 meter.
Polres Aceh Timur telah berusaha mencegah agar semburan minyak yang telah terbakar pada Rabu (25/4/2018) tidak tambah meluas.
Wahyu menerangkan, pihaknya sudah melakukan sterilisasi pada radius 100-150 meter dari lokasi semburan, apabila terjadi tumpahan minyak dan air dalam jumlah besar. Polisi juga membuat parit yang dibentuk menggunakan alat keruk setempat.
“Ketinggian parit 3 meter lah, lebarnya kurang lebih 3 meter, kedalaman 3-4 meter itu dengan penggunaan excavator,” ujarnya.
Wahyu menyatakan, penyebab kebakaran masih dalam proses penyelidikan. Pihaknya sudah melibatkan Pertamina, Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral, serta Pusat Laboratorium Forensik Polri.
Wahyu belum bisa berkomentar soal keterangan saksi. Saat ini, Polri masih fokus pada upaya penyelamatan korban yang mencapai luka berat hingga 31 orang.
Wahyu juga menduga kemungkinan adanya sumur minyak ilegal lainnya di sekitar lokasi. Namun ia sulit mendeteksi karena warga juga tidak melapor. Saat ini sosialisasi agar tidak menggali sumur minyak ilegal terus dilakukan.
“Karena sumur-sumur ini ‘kan di rumah warga, di dalam, di halaman rumah, kadang di dapur. Jadi konvensional tradisional gitu. Ini yang terkadang kami sudah berikan imbauan, ya kadang-kadang ada yang curi-curian juga,” ujarnya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yantina Debora