tirto.id - Umurnya baru 48 tahun ketika kabar kematiannya mengejutkan dunia. Sekitar pukul 3.55 pagi buta, tubuhnya ditemukan terendam di dalam bak mandi. Dua puluh menit kemudian, paramedis masih berusaha menghidupkannya lagi, tapi gagal.
Perempuan itu tak mungkin bunuh diri. Dalam waktu beberapa jam ia akan tampil di pra-acara musik paling bergengsi Academy Awards: Pesta Gala Pra-Grammy. Tema kala itu untuk menghormati Clive Davis, produser musik ternama yang dulu juga jadi orang pertama menandatangani kontrak rekaman pertamanya. Sang biduan sebenarnya juga baru tiba di hotel itu, dan seharusnya sedang bersiap-siap untuk geladi bersih. Namun, Sabtu yang seharusnya menjadi hari berpesta itu malah menjadi duka. Whitney Houston, Sang Diva, meninggalkan dunia di usia yang relatif belum tua.
Alhasil, perayaan Grammy tahun itu jadi malam tribute pertama untuk kepergiannya. Jennifer Hudson, yang dipanggil mendadak produser Academy Awards, membuat hadirin merinding dan sesenggukan, saat menyanyikan lagu kebesaran Whitney, I Will Always Love You. Semuanya terkenang sang idola.
Akhir Tragis Hidup Sang Diva
Hasil otopsi akhirnya menegaskan sebab kematian Whitney. Ia rupanya tak sengaja tenggelam saat dalam pengaruh kokain. Itu bukan kabar mengejutkan. Kedekatan Sang Diva dengan obat-obatan terlarang memang sudah lekat sejak puncak ketenarannya. Ia sendiri menyebut dirinya sebagai “pemakai berat mariyuana dan kokain,” dalam wawancaranya dengan Oprah Winfrey pada 2009.
Kedekatan itu bermula saat ia mencapai puncak kejayaan pada 1990-an. Pada Oprah, ia mengaku sudah menggunakan narkoba sejak sebelum film The Bodyguard, film pertamanya yang mengantarkan nama Whitney Houston tak hanya sebagai biduan internasional, tapi juga bintang film papan atas.
Penggunaannya masih ringan sebelum film itu dimulai, tapi ketika film itu meledak dan setelah ia melahirkan Bobbie Kristina Brown, putri satu-satunya pada 1993 (yang kemudian meninggal tiga tahun setelah kepergian ibunya) kebiasaan itu jadi makin parah. Setelah 1996, “[mengkonsumsi narkoba] adalah kebiasaan sehari-hari… Aku tak bahagia pada titik itu, aku kehilangan diriku,” aku Whitney.
Wawancara dengan Oprah jadi jawaban terang bagi para penggemar Whitney yang mengikuti. Pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, Whitney yang diselimuti gemerlap ketenaran mulai menunjukkan sindrom aneh. Tubuhnya makin kurus, suaranya mulai serak. Bahkan kabar pembatalan penampilannya sering hinggap di media. Orang-orang mulai curiga kalau Whitney punya anoreksia atau ketergantungan pada obat-obatan.
Baca juga:
Pada 2002, dalam wawancaranya dengan Diane Sawyer, Whitney tegas membantah. Dengan tampang murka, dan suara parau, ia menegaskan pada Sawyer kalau ia tak punya anoreksia atau ketagihan obat-obatan.
“Anorexia?” tanya Sawyer.
“Tidak sama sekali.”
“Media menulis begitu.”
“Tidak sama sekali.”
“Bulimia?” tanya Sawyer lagi.
“Tidak sama sekali.”
“Berarti karena obat-obatan,” kata Sawyer.
“Tidak. Mmm. Sekarang, kuberitahu, aku suka pesta. Tapi ada masanya ketika aku sedang stres dan merasakan banyak sekali emosi, pola makanku jadi kacau,” jawab Whitney.
“Whitney sekarat, rehabilitasi obat-obatan gagal?”
“Pertama-tama, mari luruskan. Obat-obatan itu murah. Pendapatanku terlalu banyak untuk menghisap ganja. Mari luruskan, oke? Aku enggak pakai ganja. Aku tak melakukannya. Ganja itu bodoh,” lagi, tegas Whitney.
Tapi jawaban tegas itu bukan mengalihkan orang-orang dari praduga. Kamera tetap mengikuti Whitney. Rumor tetap berhembus. Pada 2004, penampilan Whitney dalam reality show di televisi milik suaminya, Bobby Brown, yang berjudul Being Bobby Brown, justru semakin menegaskan praduga itu. Di sana ia tak cuma tampil kurus, tapi makin ceking. Tingkahnya juga sering tak tertebak. Di reality show itu, Whitney benar-benar menunjukkan realitas dirinya sehari-hari.
Bagi orang terdekatnya, kebiasaan buruk Whitney sudah tercium lama. Ibunya, Cissy Houston, bahkan pernah sengaja membawa polisi untuk menggerebek rumah Whitney untuk membawa putrinya ke rehabilitasi. Sayang, waktu itu Sang Diva tidak sedang teler.
“Aku tak bisa kehilanganmu cuma demi dunia ini. Aku enggak akan kehilangan kau karena hal ini. Aku mau putriku kembali. Aku mau kau kembali. Aku mau lihat lagi pendar itu di matamu. Aku mau lihat anak yang kubesarkan. Dan kau tidak dibesarkan begini, dan aku enggak terima,” Whitney menirukan kata-kata Cissy saat menjemputnya ke rehabilitasi.
Ia memang tak dibesarkan dalam keluarga yang kacau. Masa kecil Whitney justru penuh musik dan ibadah. Kedua orang tuanya Kristen taat. Ayahnya John Russell Houston Jr adalah prajurit. Ibunya penyanyi Gospel yang juga penyanyi latar Aretha Franklin. Sejak kecil Whitney sudah sering dibawa sang ibu dari panggung ke panggung, berkenalan dengan seniman-seniman besar pada era itu, seperti Chaka Khan, Gladys Knight, Roberta Flack, dan tentu saja Ratu Soul Aretha Franklin, yang adalah ibu baptisnya.
Whitney juga rupanya bertalian darah dengan penyanyi Dionne Warwick, orang yang membacakan piala Grammy pertama yang dimenanginya.
Masa kecil yang indah akhirnya membuat Whitney terkejut ketika berhadapan situasi berbanding terbalik dalam pernikahannya dengan Bobby Brown. Keduanya pecandu narkoba, ketergantungan pada mariyuana, kokain, dan alkohol. Belum lagi, Bobby Brown, penyanyi RnB yang tidak terlalu laku sebagaimana Whitney, adalah suami yang ringan tangan.
Pernah sekali, “Dia meludahiku. Dia benar-benar meludahiku. Dan putriku turun dari atas dan melihatnya juga. Waktu itu menegangkan. Aku tak tumbuh dengan hal begitu. Dan tak paham kenapa hal begitu bisa terjadi. Tapi dia punya semacam kebencian yang sangat di matanya (waktu itu) ketika melihatku,” kata Whitney dalam wawancaranya dengan Oprah.
Hari itu, untuk pertama kalinya, Sang Diva baru mengakui kalau pernikahannya tak berjalan semestinya. Waktu itu, ia telah bercerai dari Bobby Brown dan keluar dari rehabilitasi keduanya.
Cissy, sang Ibu, tak pernah setuju hubungan putrinya dengan Brow, dan menganggap Brown sebagai penyebab kejatuhan sang putri.
Sementara Brown tak merasa demikian. Ia bilang, Whitney lebih dulu mengenal obat-obatan jauh sebelum pertemuan pertama mereka. Tapi ia mengakui kesalahannya sebagai suami dan ayah. “Aku tak bilang aku penyebabnya, tapi dengan sangat susah kuterima, aku harus mengakui bahwa aku bagian dari hal itu [adiksi Whitney pada obat-obatan]. Kami berdua sama-sama sadar [konsekuensinya],” kata Brown dalam wawancara dengan ABC News.
Satu dari Sejuta
Tahun 2009 jadi era kembalinya Whitney. Ia mengeluarkan album religius bertajuk I Look To You, yang menempatkannya kembali di puncak tangga album Billboard, setelah The Bodyguard. Tapi suara Whitney tak lagi sama. Dalam rekaman itu, siapa saja bisa mendengar betapa ringkih suara Sang Diva karena pengaruh obat-obatan. Pada sejumlah penampilan langsung di atas panggung, nada tinggi Whitney juga meleset sesekali. Tapi para penggemarnya masih setia, dan jatuh cinta pada Sang Diva.
I Look To You berhasil merajai tangga lagu lain, dan jadi nomor satu. Keberhasilan serupa terakhir kali dirasakannya pada 1987. Tahun 2010, Whitney bahkan kembali melakukan tur dunia bertajuk "Nothing but Love."
“I crashed down and I tumbled, but I did not crumble/I got through all the pain,” nyanyi Whitnet dalam "I Didn’t Know My Own Strength," salah satu lagunya yang juga meledak dalam album tersebut. Seolah-olah ia ingin semua orang tahu kalau dia masih belum menyerah.
Pretasi itu tentu saja tak mengingkari prestasi lain yang cuma pernah ditorehkan Whitney. Seperti, menjadi satu-satunya artis yang pernah 7 kali berturut-turut jadi No.1 Billboard Hot 100 songs; Album pertamanya Houston (1985) jadi album debut dengan penjualan paling laris oleh perempuan sepanjang masa; Album keduanya, Whitney (1987), jadi album pertama oleh wanita yang masuk nomor satu tangga album Billboard 200; membuktikan dirinya sebagai orang pertama yang menjual album lebih dari 1 juta kopi kurang dari seminggu.
- Baca juga: Tribute to Whitney Houston
Suaranya yang punya rentang 3 oktaf bahkan dicatatRolling Stone sebagai salah satu dari 100 penyanyi bersuara termerdu sepanjang sejarah manusia.
Jon Caramanica dari The New York Times menyebut Whitney sebagai RnB Great Modernier—tokoh yang membuat RnB masa kini. Ia juga memasukan Whitney sebagai salah satu dari tiga orang paling berpengaruh pada budaya populer era 80-an, bersama Michael Jackson dan Madonna. Tak seperti kedua nama lainnya, yang lebih sering jadi panutan, Whitney lebih sering dipandang sebagai “Orang yang ada untuk dikagumi, seperti barang museum, ketimbang untuk ditiru,” kata Caramanica.
Semacam one of the kind—satu di antara sejuta.
Whitney memang terus dikagumi hingga sekarang. Lima tahun telah pergi, nama besarnya di atas panggung masih semerbak wangi. Lagu-lagunya selalu jadi lagu andalan dan pamungkas yang wajib selalu ada dalam tiap festival nyanyi. Generasi lebih muda pun tetap menikmati suara mezzo-soprano-nya di kanal Youtube sang Diva.
We will always love you, Whitney.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani