Menuju konten utama

Selain Revisi UU KPK, Mahasiswa Juga Gugat Soal Rekrutmen Pimpinan

Mahasiswa tidak hanya menggugat proses pengesahan revisi UU KPK, tetapi juga menyebut ada kekosongan hukum dalam proses seleksi pimpinan KPK.

Selain Revisi UU KPK, Mahasiswa Juga Gugat Soal Rekrutmen Pimpinan
Gedung MK Tampak depan Jumat 14/6/2019. tirto.id/Bayu septianto

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan atas gugatan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK) pada Senin (30/9/2019).

Dalam persidangan, Senin (30/9/2019), para pemohon yang mayoritasnya mahasiswa tidak hanya menggugat proses revisi UU KPK, tetapi juga mempermasalahkan proses pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023.

"Terdapat kekosongan Norma Dalam UU Nomor 30 tahun 2002 akan penegakkan syarat-syarat anggota KPK Yang diatur Dalam pasal 29. Terkait kekosongan Norma di mana tidak terdapat suatu pasal atau upaya hukum apapun untuk memperkarakan pelanggaran akan syarat-syarat Dalam pasal 29 UU Nomor 30 tahun 2002," kata kuasa pemohon Zico Leonard dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (30/9/2019).

Dalam berkas gugatan yang diterima, pemohon diketahui juga mengajukan uji materi atas pasal 29 undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Pasal itu bicara soal syarat pengangkatan pimpinan KPK.

Akan tetapi, dalam pandangan pemohon, undang-undang belum mengatur mekanisme memperkarakan pelanggaran atas syarat-syarat tersebut.

"Hal ini lah yang terjadi kepada pemilihan Firly Bahuri sebagai ketua KPK baru yang menuai pro-kontra Karena dianggap tidak memenuhi syarat-syarat Dalam pasal 29 Undang-Undang a quo," kata Zico.

Pemohon meminta hakim konstitusi memastikan adanya norma baru dalam UU 30/2002 tentang KPK guna menutupi kekosongan tersebut. Hal itu guna memastikan ke depan tidak ada lagi kontroversi atau perpecahan di tengah masyarakat soal tudingan-tudingan yang tidak bisa diverifikasi.

Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan pasal 31 UU 30/2002 tentang KPK bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa proses pencalonan dan pemilihan komisioner KPK dilakukan secara transparan dan penetapannya dapat dibatalkan melalui upaya hukum Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila di kemudian hari terdapat indikasi akan pelanggaran syarat-syarat yang tertuang dalam pasal 29.

Pemohon juga meminta pasal 30 ayat 13 UU 30/2002 tentang KPK dinyatakan tidak sesuai UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa Presiden tidak wajib menetapkan calon terpilih paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat pimpinan dari DPR RI.

Selain itu, pemohon juga meminta hakim konstitusi menyatakan Pasal 29 angka 9 UU 30/2002 temtang KPK bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa peraturan itu mengikat juga bagi anggota Polri.

Atas gugatan itu, hakim MK Enny Nurbaningsih meminta pemohon mengevaluasi ulang permohonannya. Untuk gugatan atas pasal 31 UU KPK, Enny menilai MK sudah tidak lagi berperan sebagai negative legislator karena harus merumuskan norma baru.

"Apakah itu diperbolehkan menurut pemohon?" tanya Hakim Enny.

Terkait permohonan terhadap pasal 30 ayat 13, Hakim Enny menilai akan terjadi ketidakpastian hukum jika norma tersebut diubah. Sementara atas pasal 29 angka 9, Enny khawatir itu permohonan itu akan mempersempit ruang berlakunya norma.

Dengan demikian pemohon masih memiliki waktu untuk memperbaiki gugatannya. Hakim Ketua Anwar Usman menyampaikan sidang akan digelar kembalu pada Senin 14 Oktober 2019.

Baca juga artikel terkait DEMO MAHASISWA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Andrian Pratama Taher