Menuju konten utama

Sekjen DPR Achmad Djuned Diperiksa KPK Terkait Kasus Bakamla

Djuned diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan.

Sekjen DPR Achmad Djuned Diperiksa KPK Terkait Kasus Bakamla
Sekretaris Jenderal DPR Ahmad Djuned menunggu untuk diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/9/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Achmad Djuned diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait dengan pengadaan "satellite monitoring" di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Djuned diperiksa sebagai saksi untuk Kepala Biro Perencanaan dan Organisiasi Bakamla, Nofel Hasan yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.

"Kasus Bakamla yang dipertanyakan tupoksi [tugas pokok dan fungsi] saya. Menyerahkan hasil rapat-rapat tanggal 9 Juni dan 27 Juni 2016," kata Djuned seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Rapat tersebut, kata dia, membahas soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) 2016 terkait proyek pengadaan satellite monitoring di Bakamla RI.

Kendati demikian, Djuned tidak mengetahui secara rinci keputusan dari rapat APBN-P terkait satellite monitoring itu.

"Saya tidak tahu detail karena saya hanya menyerahkan risalah," kata Djuned seperti dikutip Antara.

Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Nofel Hasan sebagai tersangka pada 12 April 2017 lalu.

Nofel Hasan disebut menerima 104.500 dolar Singapura terkait pengadaan satellite monitoring dari total proyek sebesar Rp222,43 miliar.

Atas perbuatan itu, Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK BAKAMLA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto