tirto.id - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) DIY, Suwito angkat bicara perihal penolakan warga di Padukuhan Nglarang dan Karang Bajang, Kalurahan Tlogoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman terhadap uang ganti rugi pembebasan jalan tol Solo-Jogja-Kulonprogo.
Penolakan tersebut dilakukan warga saat musyawarah penetapan bentuk ganti rugi atas objek pengadaan tanah pada Senin (16/1/2023) karena tidak ada kesepakatan harga antara warga dan pemerintah.
Suwito bersedia menunggu warga yang menolak uang ganti rugi dari pemerintah. Apabila siap musyawarah akan dilakukan kembali.
"Kita kasih waktu untuk menata hati mereka dulu sambil mengikuti dinamika mereka," kata Suwito saat dihubungi Tirto pada Jumat (20/1/2023).
Pihaknya mengklaim sudah berusaha adil dalam menetapkan uang ganti rugi. Hal itu berusaha dibuktikan dengan musyawarah sebagaimana salah satu mekanisme yang diatur undang-undang terkait pembebasan lahan demi program strategis nasional.
“Memang tahapan ini, kami lakukan musyawarah sebagai bentuk ganti rugi. Bukan besar nilainya. Bentuk ganti rugi itu, bisa uang atau non uang. Artinya, (bisa) tanah pengganti, bangunan pengganti atau lainnya," jelasnya.
Di sisi lain, warga terdampak jalan tol merasa uang ganti rugi yang diberikan pemerintah masih terlampau rendah. Salah seorang warga Padukuhan Nglarang, Sukriyadi menyebut nilai uang ganti rugi yang ditawarkan oleh pemerintah jauh dari harapan.
Dirinya merincikan nilai ganti rugi bagi tanah pekarangan jauh dari akses jalan sebesar Rp 2,9 juta. Kemudian pekarangan dekat dengan akses jalan sebesar 3,3 juta. Hal itu jauh dari ketetapan harga yang mereka inginkan yaitu sebesar Rp 3,5-4 juta untuk per meter tanah. Dengan syarat dan ketentuan kondisi lahan.
"Belum lagi perhitungan untuk ganti rugi sawah, kalau tidak ada tanamannya disebut sawah murni. Kalau ada tanamannya seperti pohon jati atau pepohonan besar disebut tegalan dan yang ada bangunannya disebut pekarangan. Masing-masing memiliki nilai yang berbeda," ujarnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Restu Diantina Putri