Menuju konten utama

Sejarah Negeri Tibet dan Perjuangan Kemanusiaan Dalai Lama

Cina menginvasi Tibet sejak 1950. Apa yang dilakukan Dalai Lama untuk memecahkan konflik dengan Cina?

Sejarah Negeri Tibet dan Perjuangan Kemanusiaan Dalai Lama
Dalai Lama menyingkir dari Tibet untuk membawa pengungsi ke India, Maret 1959. FOTO/Istimewa

tirto.id - “Untuk hidup bahagia, kesehatan fisik memang penting, tetapi kesehatan sejati harus mencakup pikiran yang bahagia,” ujar Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14, pemimpin spiritual dan politik Provinsi Xizang. “Negeri Atap Dunia”, itulah julukannya. Dunia lebih mengenalnya dengan nama: Tibet.

Kebahagian yang dikatakan Tenzin terlihat sulit mengingat ia sudah lebih dari lima dekade tidak bisa memasuki wilayahnya sendiri. Wilayah yang punya sejarah ketegangan selama berabad-abad dengan Cina.

Sebelum Republik Rakyat Cina berdiri pada 1 Oktober 1949, Tibet sebagai negara sudah lebih dulu eksis. Tibet sudah memproklamirkan kemerdekaannya pada 1913 atau 36 tahun sebelum Cina muncul sebagai sebuah negara (China and the Superpowers, New York, 1986: 21)

Kemerdekaan tersebut merupakan buah dari keberhasilan diplomasi Thubten Gyatso, Dalai Lama ke-13, yang bisa membujuk Kerajaan Inggris untuk membantu Tibet keluar dari pengaruh Kekaisaran Cina pada 1904. Setelah tiga abad berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Cina, yang dimulai sejak 1624, Tibet akhirnya berhasil merdeka.

Di sisi lain, setelah berdiri sebagai negara, Cina memang begitu berambisi menjadikan dirinya sebagai negara besar. Itulah kenapa pada 1950, puluhan ribu tentara Cina menginvasi Tibet. Argumen sejarah yang digunakan kala itu merujuk keberhasilan Kekaisaran Cina pada 1368 yang sukses mengusir Mongol dari wilayahnya.

Perlu diketahui sebelumnya, baik wilayah Cina maupun Tibet, dua-duanya pernah berada dalam genggaman Kekaisaran Mongol di bawah kepemimpinan Genghis Khan. Hanya saja, Tibet mendapat sedikit keistimewaan dari Mongol. Pada era Kubilai Khan, Tibet mendapatkan semacam “hak otonomi” khusus. Tidak jelas memang sebabnya, tetapi hal ini dimungkinkan karena masyarakat Tibet punya sikap religius yang kuat sehingga dianggap tidak berbahaya bagi Kekaisaran Mongol.

Karena Tibet pernah berada dalam genggaman Mongol, maka ketika Kekaisaran Cina berhasil mengusir Mongol, muncul klaim bahwa setiap wilayah yang dulunya merupakan wilayah Mongol menjadi milik Kekaisaran Cina. Inilah yang menjadi sebab awal persoalan Tibet dengan Cina.

Meski Kekaisaran Cina berhasil “mengusir” Mongol — diksi "mengusir" sebenarnya tidak tepat karena Mongol sendiri memang sudah melemah saat Cina bisa membebaskan diri — namun hal itu sudah lebih dahulu dilakukan oleh Tibet melalui kepemimpinan Raja Jangchub Gyaltsen pada 1358.

Lagi-lagi, Tibet sebagai sebuah kerajaan kecil ternyata sudah lebih dahulu membebaskan wilayahnya dari Mongol -- lebih dulu dari Kekaisaran Cina. Tidak main-main, Tibet sudah melakukan apa yang Kekaisaran Cina lakukan satu dekade lebih dulu.

Negeri Dalai Lama

Saat mendengar Tibet, biasanya muncul dua gambaran di kepala. Pertama, sebuah wilayah yang berada di atas awan karena berada di ketinggian, dan kedua, sosok Dalai Lama.

Penduduk asli Tibet adalah etnis Tibetan. Agama asli mereka disebut dengan agama Bon yang sudah dikenal sejak Kaisar Songtgen Gampo pertama kali mendirikan Kerajaan Tibet pada abad ke-7. Saat ini mayoritas masyarakat Tibet memeluk agama Buddha. Agama ini sangat memengaruhi cara berpikir masyarakat Tibet. Meski begitu aliran di Tibet tidak sepenuhnya sama dengan agama Buddha di negara-negara lain.

Dalam The Buddhism of Tibet or Lamaism (New Delhi, 1996: 17) dijelaskan bagaimana budaya “Lamaisme” merupakan gabungan ajaran-ajaran Buddha dengan mitologi Tibet. Masyarakat Tibet percaya bahwa Dalai Lama adalah perwujudan manusia dari Avalokitesvara, konsep Tuhan atau dewa yang memiliki sikap welas asih untuk membela manusia dari kesusahan.

Inilah yang membuat konsep ibadah orang Tibet menjadi sangat khas yang sedikit berbeda dengan agama Buddha dari Cina. Di Cina, konsep Avalokitesvara adalah seorang dewi (perempuan) dan tidak menjelma menjadi manusia fana.

Secara bahasa, Dalai Lama berasal dari kombinasi bahasa Mongol dan Tibet. Kata “Dalai” -- dari bahasa Mongol -- berarti samudera atau luas. Sedangkan kata “Lama” yang berasal dari bahasa Tibet berarti "guru".

Sosok Dalai Lama memang sudah jadi legenda, tidak saja bagi masyarakat Tibet, melainkan juga bagi sejarah dunia. Konsep pemimpin spiritual dengan sistem penggantian secara reinkarnasi ini memang terdengar sangat menarik.

Dalai Lama sebagai Manusia Biasa

Setiap ada Dalai Lama meninggal, maka para Lama Tinggi Gelugpa akan mencari reinkarnasinya dengan mencari seorang anak yang lahir pada periode waktu yang sama dengan kematian Dalai Lama sebelumnya. Terakhir, ritual ini dilakukan pada bulan Juli 1935 saat seorang anak laki-laki dari Desa Takster dinobatkan sebagai Dalai Lama ke-14. Bocah itu bernama Tenzin Gyatso (Pemikiran Emas Sang Pemercik Kedamaian, Yogyakarta, 2014: 82)

Jika biasanya gelar Dalai Lama akan disematkan secara formal pada usia 18 tahun, namun Tenzin mendapatkannya pada usia 15 tahun. Hal ini disebabkan situasi yang begitu mendesak karena pada periode yang sama tentara Cina sedang menginvasi Tibet. Upacara penobatan dilangsungkan di Istana Potala pada 17 November 1950 ini memang terkesan buru-buru, akan tetapi hal ini dimaksudkan agar dunia internasional mengetahui bahwa Tibet tetap memiliki pemerintahan (Heroes of Freedom and Humanity, 2006: 26).

Di tengah proses pencariannya oleh tentara Cina, merunut laporan dari The New York Timesoleh Pankaj Mishra, diceritakan bahwa Dalai Lama juga sempat — setidaknya —merayu India untuk membantu Tibet.

infografik tibet mongol

Melewati perjalanan yang berbahaya di pegunungan Himalaya, Dalai Lama dengan cepat diterima di Dharamsala, India. Dalai Lama pun mengadopsi cara Mahatma Gandhi untuk melakukan perjuangan. Sayangnya, “rumah” agama Buddha itu tak seramah yang diharapkan, paling tidak dengan melihat sikap dan kebijakan pemerintahannya.

Jawaharhal Nehru, Perdana Menteri India saat itu, cenderung memilih untuk tidak bermain-main dengan Cina. Nehru berkomitmen membangun hubungan baik dengan Cina. Dan hal itu baru bisa terjadi jika ia tidak merestui kemerdekaan Tibet.

Jalan perjuangan damai Dalai Lama tidak hanya berhenti di India, tapi juga di berbagai negara. Usaha ini memang belum berarti banyak. Masih banyak kekerasan yang dilakukan Cina di Tibet. Terakhir Cina menyesalkan Mongolia yang menerima kunjungan Dalai Lama pada November 2016 lalu.

Dalai Lama menyadari, cita-cita kemerdekaan memang semakin lama terlihat mustahil. Di pengasingannya, ia menganjurkan “Middle Way Approach”, pendekatan dengan jalan tengah, yang sudah diusulkannya sejak 1980. Konsep ini bukan membuat Tibet terpisah dari Cina, paling tidak Tibet tetap memiliki kontrol yang jauh lebih besar atas urusannya sendiri.

“Saya adalah manusia biasa seperti lainnya,” kata Dalai Lama kepada Mihsra, jurnalis New York Times. Jawaban yang menunjukkan bahwa cara-cara yang ia lakukan sampai mendapatkan Nobel Perdamaian pada 1989 adalah cara-cara manusia. Meski begitu orang-orang di Tibet masih percaya bahwa Dalai Lama masih memiliki kekuatan ajaib.

“Omong kosong,” sergah Tenzin. “Jika saya adalah dewa yang hidup, mengapa saya tidak dapat menyembuhkan lutut saya yang sakit?”

Baca juga artikel terkait DALAI LAMA atau tulisan lainnya dari Ahmad Khadafi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Ahmad Khadafi
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Zen RS