tirto.id - Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah impian banyak orang dan berlangsung hampir sepanjang sejarah Indonesia modern. Untuk mewujudkan impian itu tak jarang dilakukan pelbagai cara, salah satunya membawa jimat saat tes CPNS berlangsung. Beberapa waktu lalu, di Madiun, puluhan peserta tes CPNS kedapatan membawa jimat. Hal ini diketahui saat panitia tes melakukan penggeledahan.
Menurut Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Madiun, Sigit Budiarto, para peserta tes CPNS dilarang membawa barang apa pun kecuali kartu peserta, pensil, dan selembar kertas kosong.
“Makanya, semua barang selain itu kami larang dibawa masuk ke ruang ujian, termasuk jimat,” ujarnya.
Mulanya panitia hendak menggeledah peserta tes karena dikhawatirkan membawa alat bantu komunikasi, tapi panitia justru menemukan benda lain, yaitu jimat-jimat tersebut.
Meski demikian, tambah Sigit, peserta yang kedapatan membawa jimat tetap diperbolehkan mengikuti tes CPNS karena jimat di luar administrasi persyaratan untuk mengikuti tes CPNS.
Kejadian ini bukan yang pertama kali. Tahun lalu, para peserta tes CPNS di sejumlah daerah seperti Sulawesi, Kalimantan, Yogyakarta, Palembang, dan Mataram kedapatan membawa jimat dalam ragam bentuk dan rupa. Jimat-jimat itu berwujud gulungan kain bermotif batik, biji buah yang ditusuk peniti, batu akik yang digulung uang kertas, dan pelbagai benda berbungkus kain hitam dan putih.
“Peserta bilang untuk ‘pegangan’ ujian,” kata Kata Kasubag Hubungan Media dan Antarlembaga Badan Kepegawaian Nasional, Diah Eka Lupi.
Sama seperti yang diungkapkan Sigit Budiarto tentang penemuan jimat yang dibawa para peserta tes CPNS di Madiun, Diah Eka Palupi juga mengatakan bahwa mulanya panitia melakukan pemeriksaan kepada peserta untuk menghindari kecolongan yang pernah terjadi, yakni peserta membawa alat komunikasi seperti earphone dan action camera.
“Karena [jimat] tidak ada kaitan dengan ujian, maka ditarik. Karena yang boleh dibawa masuk hanya alat tulis,” imbuhnya.
Sementara Kepala Biro Humas BKN, Mohammad Ridwan, mengatakan sebaiknya para peserta tes CPNS percaya pada kemampuan sendiri dan hanya berdoa kepada Tuhan, bukan malah menyandarkannya pada jimat.
Laku Lama dan Doa dalam Benda
Azimat atau jimat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan “barang (tulisan) yang dianggap mempunyai kesaktian dan dapat melindungi pemiliknya, digunakan sebagai penangkal penyakit dan sebagainya”.
Dalam kehidupan masyarakat di Nusantara, jimat telah dikenal lama, bahkan sejak zaman purba. Menurut Andi Achdian, doktor sejarah lulusan Universitas Indonesia dan pengajar pada Program Studi Sosiologi Universitas Nasional, dalam mendapatkan makanan, mulanya manusia purba dapat mudah mendapatkannya begitu saja dari alam. Namun, saat menyadari ada "kekuatan lain" di luar diri mereka dan misalnya hewan buruan mulai sulit ditangkap, maka mulailah jimat digunakan untuk mendukung upaya mereka.
Saat agama Sawami datang, tambah Andi, jimat diabstraksikan lewat doa-doa, dan sebagian doa-doa ini masih dilekatkan dengan benda. Sebagai contoh, dalam kebudayaan Islam di Nusantara, jimat biasanya berbentuk tulisan Arab dalam kain atau kertas dan disebut isim. Ada juga dalam bentuk air, pedang, dan lain-lain.
“Jadi jimat ini adalah doa yang dimaterialkan,” ucapnya.
Ketika revolusi Indonesia bergolak, jimat juga mewarnai pelbagai pertempuran. Andi mencontohkan saat terjadi perang dahsyat di Surabaya, para pejuang Republik yang mati-matian mempertahankan kemerdekaan banyak yang membawa jimat atau dibekali doa. Dengan begitu, mereka lebih berani tampil di palagan.
“Dekade terakhir sebelum Perang Dunia Kedua, bangsa kita gencar bergerak di bidang politik untuk kemerdekaan nasional. […] Bedanya, dahulu mereka mengangkat senjata, sekarang agitasi di pelbagai bidang dengan tujuan yang sama, antipenjajah. Cara ini justru ditakuti Belanda daripada serangan-serangan hanya bersenjata tajam dan jimat,” tulis Rusli Amran dalam Cerita-cerita Lama dalam Lembaran Sejarah (1997) yang menyiratkan bahwa penggunaan jimat juga terjadi sebelum masa Revolusi kemerdekaan.
Soal jimat, Andi juga menulis pada dinding Facebook-nya, “Jimat itu seperti lipstick. Terlihat segar dan menambah percaya diri. Di negeri bawah angin [Asia Tenggara], itu biasa. Kita sudah overdosis menghukum dan menghakimi.”
Menurutnya, karena jimat itu sejatinya adalah doa atau cara seseorang untuk mendapat dukungan dan perlindungan dari sesuatu yang di luar kuasanya, dan pada tes CPNS tidak merugikan orang lain, maka penyitaan jimat oleh panitia dianggapnya berlebihan.
“[Penyitaan jimat pada tes CPNS] melanggar hak privat seseorang. Itu kan doa dan tak merugikan orang lain. Saya harap sih mereka yang kedapatan membawa jimat tidak didiskualifikasi dan tetap bisa mengikuti ujian,” imbuhnya.
Ia membandingkannya dengan beberapa kejadian di Piala Dunia saat para kontestan dari negara-negara Benua Afrika membawa jimat dan merapalkan mantra agar kesebelasannya berjaya. Hal tersebut tidak dilarang oleh penyelenggara, hanya saja jimat berbentuk ayam hidup milik para pendukung Nigeria sempat tidak diperbolehkan masuk ke stadion pada Piala Dunia 2018 lalu di Rusia.
Ragam Jimat di Nusantara
Dalam lintasan sejarah Aceh, menurut M. Dien Madjid dalam Sejarah Aceh: Perdagangan, Diplomasi, dan Perjuangan Rakyat (2013), selain penyebaran ilmu agama, ilmu-ilmu lain juga sempat diakrabi dan dipelajari. Salah satu yang menonjol adalah ilmu kanuragan (eleumee), berupa manifestasi kepercayaan kepada Allah yang menurunkan ilmu khusus yang dapat diandalkan saat keadaan gawat.
“Salah satu cabang eleumee yang dipandang penting bagi semua orang Aceh, terutama untuk penguasa, panglima, dan serdadu adalah ilmu kebal (eleumee keubay),” tulisnya.
Pelbagai jimat dalam kehidupan masyarakat Aceh tempo dulu, tambah Madjid, di antaranya berbentuk serangga, ulat, kadal, dan sebagainya yang terbuat dari besi atau logam lain yang keras. Ada juga buah-buahan yang teksturnya keras menyerupai besi, kelapa bermata satu, sepotong rotan, dan lain-lain.
Sementara studi antropologi Hermansyah yang dibukukan dalam Ilmu Gaib di Kalimantan Barat (2010) mencatat bahwa di sebuah kecamatan di Kalimantan Barat yang bernama Embau terdapat klasifikasi ilmu yang membedakan terhadap mantra dan material jimat. Benda-benda yang digunakan sebagai jimat di antaranya buntat, kain, kertas, batu, kayu, dan keris.
Jimat yang menggunakan kertas dan kain digunakan pelbagai keperluan seperti kewibawaan, kebal terhadap senjata tajam, dan mencegah penyakit sawan pada anak-anak.
“Untuk menyimpan jimat dari kertas biasanya dibungkus dengan kain kuning atau hitam kemudian dijahit. Ada pula yang menyimpan jimat dengan cara membungkusnya dengan bahan seperti seng, alumunium dan besi,” tulis Hermansyah.
Jimat jenis ini biasanya biasanya disimpan di dalam dompet, tutup kepala, dan benda yang dililitkan dipinggang.
Selain benda-benda tersebut, ada juga benda lain yang dianggap memiliki kekuatan gaib seperti minyak dilah, minyak tampang keladi, dan darah orang yang mati dibunuh.
Di Papua, seperti ditulis Djoko Pramono dalam Budaya Bahari (2005), terdapat Suku Tabati yang bermatapencaharian sebagai nelayan dan biasa menggunakan jimat kala melaut.
“[Jimat] tersebut konon dapat digunakan untuk menguasai angin dalam pelayaran sehingga kapal tak gentar oleh badai,” tulisnya.
Di seluruh Nusantara, hampir setiap suku mempunyai jimatnya masing-masing yang digunakan untuk pelbagai tujuan, salah satunya untuk memuluskan mereka dalam mencapai cita-citanya. Meski khasiat jimat tak bisa dibuktikan secara ilmiah, ia tetap dipakai banyak orang.
Editor: Ivan Aulia Ahsan