Menuju konten utama

Sejarah Hidup Jafar Umar Thalib: Wafatnya Panglima Laskar Jihad

Sejarah hidup Jafar Umar Thalib yang kontroversial membuatnya dijuluki Osama bin Laden-nya Indonesia oleh media AS.

Sejarah Hidup Jafar Umar Thalib: Wafatnya Panglima Laskar Jihad
Jafar Umar Thalib. FOTO/Istimewa

tirto.id - Jafar Umar Thalib wafat di Jakarta pada Minggu (25/8/2019) lalu karena serangan jantung. Sejarah hidup pendiri sekaligus panglima Laskar Jihad ini tak jarang memantik kontroversi. Ustaz Jafar bahkan sempat dijuluki Osama bin Laden-nya Indonesia.

Dikutip dari Agama dan Radikalisme di Indonesia (2007) yang ditulis Bahtiar Effendy & Soetrisno Hadi, Jafar Umar Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, tanggal 29 Desember 1961. Ayahnya bernama Umar Thalib, seorang ulama keturunan Yaman-Madura. Ibunya, Badriyah Saleh, juga berdarah Timur Tengah.

Jafar Umar Thalib belajar di pondok pesantren milik ayahnya di Semarang, yakni Ponpes Al Irsyad. Pada 1981, ia beralih ke Ponpes Persis (Persatuan Islam) di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur. Pesantren ini didirikan oleh ulama legendaris, A. Hassan, pada 1940.

Selanjutnya, Jafar Umar Thalib menimba ilmu di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Islam dan Arab (LIPIA) di Jakarta. Belum sempat lulus, Jafar ke luar negeri untuk menempuh studi di Maududi Institute di Lahore, Pakistan.

Pendidikannya di Lahore juga tidak tuntas. Menurut buku Radikalisme Islam, Nahdlatul Ulama, & Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia (2008) karya A. Rubaidi, Jafar Umar Thalib memilih bergabung dengan pejuang Afghanistan melawan invasi Uni Soviet pada 1987 hingga 1989.

Hardin Halidin dalam artikel bertajuk “Menolak Jafar Umar Thalib” yang dimuat di Satu Harapan (14 Januari 2016) menuliskan bahwa semasa di Afghanistan itulah Jafar berkenalan dengan sejumlah kelompok Islam radikal.

Kontroversi Ustaz Jafar

Jafar Umar Thalib sempat pulang ke tanah air untuk memimpin pesantren milik ayahnya, Al-Irsyad. Namun, pada 1991 ia kembali ke Timur Tengah, termasuk Yaman, guna memperdalam ilmunya selama dua tahun.

Tahun 1993, sebagaimana tercatat dalam Direktori Paham, Aliran, dan Tradisi Keagamaan di Indonesia (2014) yang disusun Zaenal Abidin, Jafar Umar Thalib mendirikan Pesantren Ihya as-Sunnah di Yogyakarta.

Kerusuhan di Ambon, Maluku, pada 1999-2002 yang merupakan rangkaian insiden pasca-Reformasi 1998 melambungkan nama Jafar Umar Thalib. Di Ambon inilah Jafar mendeklarasikan sekaligus memimpin Laskar Jihad.

Buku Religion and Conflict in South and Southeast Asia (2007) yang memuat tulisan Robert W. Hefner, serta Florence Lamoureux dalam Indonesia: A Global Studies Handbook (2003) menyebut Laskar Jihad yang digawangi Jafar Umar Thalib sebagai “milisi Islam” dan “anti-Kristen”.

Media terkemuka Amerika Serikat, New York Times, bahkan menjuluki Jafar Umar Thalib sebagai Osama bin Laden-nya Indonesia. AS juga curiga Laskar Jihad terkait dengan jaringan teroris internasional, al-Qaeda, kendati hal tersebut dibantah oleh Jafar.

Andrew Marshall dalam artikel berjudul “The Threat of Jaffar” yang dimuat New York Times edisi 10 Maret 2002 menuliskan pernyataan Harold Crouch dari Australian National University. Crouch menyebut Jafar Umar Thalib punya 3.000-10.000 orang pengikut setia yang dipersenjatai dan memiliki keahlian militer.

“Mereka punya organisasi nyata dan orang-orang yang cakap,” sebut Crouch dalam artikel yang ditulis Marshall itu.

Jafar Umar Thalib disebut-sebut pernah mengolok-olok Kapolri saat itu, Jenderal Da'i Bachtiar, dan pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Dilansir Liputan6 (21 Mei 2002), dalam rekaman pidato yang diamankan pihak berwajib, Jafar dianggap telah menghina presiden serta menyebarkan kebencian dan menghasut massa agar melawan pemerintah.

Dalam persidangan yang digelar pada 2003, sejumlah saksi yang dihadirkan menyatakan bahwa justru tidak ditemukan adanya unsur penghinaan atau permusuhan kepada pemerintah dalam pidato Jafar Umar Thalib, demikian dikutip dari Tempo.co (1 Desember 2003).

Beberapa tahun terakhir ini, tulis Robert W. Hefner dalam Routledge Handbook of Contemporary Indonesia (2018), Jafar Umar Thalib meluaskan jaringannya ke Papua. Tak lama setelah terjadi aksi kekerasan terhadap umat Islam di Tolikara pada 17 Juli 2015, Jafar mengeluarkan maklumat Jihad Fi Sabilillah.

Isi maklumat tersebut menegaskan perang terhadap kelompok yang menyerang umat Islam. Dalam maklumat yang sama, dikutip dari tulisan Hardin Halidin, Jafar Umar Thalib juga menyebut pemerintah Indonesia sebagai pemerintahan kafir.

Kasus terbaru, Jafar Umar Thalib dan dua santrinya dinyatakan bersalah atas perusakan rumah Henock Niki di Papua pada 27 Februari 2019. Jafar divonis 5 bulan penjara. Saat mendekam di bui inilah kesehatan Jafar menurun.

Jafar Umar Thalib terkena serangan jantung dan sempat dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta. Namun, nyawanya tidak tertolong. Ustaz kontroversial ini mengembuskan nafas terakhir pada 25 Agustus 2019 dalam usia 57 tahun.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya & Yonada Nancy

tirto.id - Humaniora
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Iswara N Raditya & Yonada Nancy
Editor: Abdul Aziz