Menuju konten utama

Sejarah Hari Puisi Indonesia HPI 26 Juli & Bedanya dengan HPN

Sejarah Hari Puisi Indonesia 2023 yang diperingati 26 Juli.

Sejarah Hari Puisi Indonesia HPI 26 Juli & Bedanya dengan HPN
Ilustrasi Membaca Puisi. foto/Istockphoto

tirto.id - Hari Puisi Indonesia (HPI) diperingati pada tanggal 26 Juli setiap tahunnya. Pada tahun 2012 lalu, Presiden Penyair Indonesia (PPI) Sutardji Calzoum Bachri dan kurang lebih sebanyak 40 penyair dari seluruh Indonesia menetapkan HPI.

Penyair, anggota Tim Perumus, dan kurator PPI Ahmadun Yosi Herfanda menyatakan bahwa tanggal 26 Juli dipilih sebagai HPI berdasarkan hasil kesepakatan. Pemilihan tanggal 26 Juli karena merupakan hari lahir penyair ternama tanah air, Chairil Anwar.

Penetapan HPI adalah puncak dari rangkaian acara pertemuan PPI I yang akan diadakan di Pekanbaru, Riau. Saat itu, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh turut menghadiri acara tersebut serta menandatangani naskah deklarasi penetapan HPI.

Muhammad Nuh juga menyampaikan orasi sastra setelah acara deklarasi berakhir. Adapun sejumlah penyair yang hadir dalam acara deklarasi HPI antara lain Hanna Fransisca dari Singkawang, Isbedy Stiawan ZS dari Lampung, Acep Zamzam Noor dari Bandung, Rahman Arge dari Makassar, Bambang Widiatmoko dari Jakarta, Suminto A Sayuti dari Yogyakarta, dan Pranita Dewi dari Denpasar.

Beda Hari Puisi Nasional dan Hari Puisi Indonesia

Sementara itu, Hari Puisi Nasional (HPN) diperingati pada tanggal 28 April setiap tahunnya. Tanggal wafatnya penyair yang dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” tersebut menjadi dasar dalam penetapan HPN.

Chairil Anwar dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1922 di Medan dan tutup usia pada tanggal 28 April 1949 di Jakarta. Dia merupakan sosok penyair yang telah menghasilkan begitu banyak karya.

Chairil Anwar menghasilkan 94 tulisan yang berupa 70 sajak asli, 4 saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli,serta 4 prosa terjemahan dari tahun 1942 hingga 1949. Dia adalah pioner puisi modern Indonesia.

Sejumlah karya dari Chairil Anwar sukses menjadi legenda dan sajak puisinya mampu membangkitkan semangat. Hingga saat ini, berbagai karya yang dihasilkannya masih melekat di sanubari rakyat Indonesia. Hal itu terlihat dari masih banyak orang yang membaca dan menyuarakan karyanya.

Chairil Anwar dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45 karena dedikasinya dalam bidang sastra. Beberapa puisi karyanya yang mengangkat tema perjuangan yang populer antara lain “Aku”, “Karawang-Bekasi”, serta “Diponegoro”.

Sementara itu, puisi karya Chairil Anwar bertema romansa atau hasil renungan yang tersohor yaitu “Senja di Pelabuhan kecil”, “Doa”, dan “Selamat Tinggal”.

Puisi yang bertemakan perjuangan berhubungan erat dengan zaman pergerakan serta perjuangan pada awal Indonesia merdeka. Dimana puisi tersebut menceritakan tentang keteguhan hati, rendah hati, dan keberanian Chairil Anwar saat menjalani kehidupannya pada saat itu.

Chairil Anwar menjadi inspirasi dan menciptakan para penyair baru di Indonesia yang mampu membuat bidang sastra menjadi lebih baik dan bermakna.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Tifa Fauziah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Tifa Fauziah
Penulis: Tifa Fauziah
Editor: Dipna Videlia Putsanra