Menuju konten utama

Mengapa Hari Ibu Diperingati Setiap Tanggal 22 Desember?

Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember berkaitan erat dengan sejarah Kongres Perempuan Indonesia.

Mengapa Hari Ibu Diperingati Setiap Tanggal 22 Desember?
Peserta Bina Keluarga Lansia (BKL) Ngudi Waras Sukoharjo mengikuti acara sungkeman dan merias ibu di halaman BKL setempat, Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (22/12/2017). ANTARA FOTO/Maulana Surya

tirto.id - Hari Ibu diperingati setiap tanggal 22 Desember. Latar belakang lahirnya Hari Ibu tidak lepas dari peran para perempuan dari berbagai latar belakang yang bersatu. Maka dari itu, perayaan Hari Ibu lekat dengan perjuangan untuk menyuarakan suara perempuan.

Penetapan Hari Ibu pada 22 Desember mengacu pada pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia. Kongres Perempuan Indonesia I diadakan pada 22-25 Desember 1928, dua bulan setelah Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.

Panitia Kongres Perempuan Indonesia I dipimpin oleh R. A. Soekanto, yang didampingi dua wakil, yakni Nyi Hadjar Dewantara dan Soejatin. Kongres tersebut bertempat di Ndalem Joyodipuran, Yogyakarta.

Sejumlah organisasi perempuan yang terlibat dalam Kongres Perempuan Indonesia I antara lain Poetri Indonesia, Wanita Oetomo, Aisyiyah, Wanita Moeljo, Darmo Laksmi, Wanita Katolik, Wanita Taman Siswa, dan beberapa sayap perempuan dari Jong Java, Sarekat Islam, dan organisasi lainnya.

Diketahui terdapat 30 organisasi dari 12 kota di Jawa dan Sumatera yang mengikuti kongres yang dilaksanakan pada masa Hindia Belanda tersebut.

Kongres turut memutuskan untuk mendirikan federasi organisasi-organisasi wanita bernama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).

Infografik SC Sejarah Hari Ibu

Infografik SC Sejarah Hari Ibu. tirto.id/Sabit

Hari Ibu sendiri baru diputuskan pada Kongres Perempuan Indonesia III yang dilaksanakan pada 23-28 Juli 1938. Kongres tersebut digagas oleh Komite Perlindungan Kaum Perempuan dan Anak-Anak Indonesia (KPKPAI) dengan pimpinan Emma Puradiredja.

Perkumpulan Isteri Indonesia (PII) mengusulkan ditetapkannya Hari Ibu pada 22 Desember. Selain ditetapkannya Hari Ibu, hasil kongres turut menggagas penyusunan Undang-Undang Perkawinan untuk umat Islam yang diusulkan oleh Maria Ulfah.

Sejak saat itu, Hari Ibu dirayakan untuk memperingati perjuangan para perempuan. Misalnya, pada 1950-an, Hari Ibu dirayakan dengan mengadakan pawai dan rapat umun untuk menyuarakan kepentingan perempuan.

Kemudian, peringatan ke-25 pada 1963, dirayakan dengan mengadakan pasar amal. Keuntungan dari pasar amal tersebut digunakan untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Nasional dan beasiswa untuk anak-anak perempuan.

Sejarah Hari Ibu Menjadi Hari Besar Nasional Indonesia

Dilansir dari laman Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Hari Ibu baru disahkan menjadi hari besar nasional pada 1959.

Hal itu bermula dari Maria Ulfah yang mengetahui adanya penerimaan pengajuan hari-hari nasional bersejarah bukan hari libur kepada Dewan Menteri.

Saat itu, ia menjabat sebagai Sekretariat dan Dewan Direktur Kabinet Perdana Menteri, sehingga mengetahui adanya pengajuan tersebut.

Kemudian, Maria Ulfah mengadakan rapat kilat Sekretariat Kongres Wanita Indonesia. Ia mengajukan usul ke Dewan Menteri agar Hari Ibu disederajatkan dengan Hari Sumpah Pemuda.

Hal itu berkenaan dengan tanggal pertama Kongres Pemuda II dan Kongres Perempuan I, yakni pada 22 Oktober 1928 dan 22 Desember 1928.

Usul Hari Ibu sebagai hari nasional diterima dan diresmikan oleh Presiden Soekarno lewat Dekrit Presiden RI No.316 Tahun 1959 sebagai hari nasional bersejarah. Sejak itu, Hari Ibu diperingati secara nasional, bukan hanya di kalangan kaum ibu dan perempuan.

Baca juga artikel terkait SEJARAH HARI IBU atau tulisan lainnya dari Khansa Nabilah

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Khansa Nabilah
Penulis: Khansa Nabilah
Editor: Yandri Daniel Damaledo
Penyelaras: Iswara N Raditya