tirto.id - 2019 adalah tahun istimewa bagi para pecinta seni karena bertepatan dengan peringatan 350 tahun wafatnya pelukis besar Rembrandt. Terkait peringatan ini Rijksmuseum Amsterdam telah memulai proyek restorasi lukisan Rembrandt yang paling dikenal dan paling kolosal, De Nachtwacht (Jaga Malam). Pihak Rijksmuseum menamainya “Operation Night Watch”.
Ini bukan restorasi pertama bagi lukisan yang selesai dibuat pada 1642. Lukisan itu terakhir kali direstorasi usai rusak oleh serangan vandal seorang pengunjung pada 1975.
Yang bikin istimewa, restorasi kali ini juga diikuti serangkaian riset terhadap lukisan tersebut. Lain itu, proses restorasinya juga bisa disaksikan langsung oleh para pengunjung Rijksmuseum. Masyarakat dari seluruh dunia pun bisa menontonnya secara daring.
“De Nachtwacht adalah salah satu lukisan paling terkenal di dunia. Karya itu milik semua orang dan itu sebabnya kami memutuskan untuk melakukan restorasi di dalam museum. Semua orang, di mana pun mereka berada, akan dapat mengikuti prosesnya secara daring,” kata Direktur Rijksmuseum Taco Dibbits.
Pengelola Rijksmuseum membuat sebuah ruang kaca yang dirancang arsitek Prancis Jean Michel Wilmotte di dalam museum. Di ruang kaca itulah seluruh proses riset dan restorasi De Nachtwacht dilakukan. Selain konservator internal, Rijksmuseum juga melibatkan beberapa peneliti dan konservator ahli dari Belanda sendiri dan luar negeri.
Operation Night Watch bukan restorasi sembarangan. Lukisan yang diselesaikan Rembrandt pada 1642 itu adalah salah satu karya seni terbesar di dunia. Tingginya menjulang sekira hampir 4 meter sementara lebarnya 4,5 meter. Berat keseluruhan lukisan itu mencapai 337 kilogram.
Tahap pertama restorasi diperkirakan memakan waktu sepuluh bulan sejak awal Juli lalu. Para konservator didukung teknologi pencitraan, fotografi resolusi tinggi, dan analisis komputer akan melakukan studi mendalam terhadap seluruh jengkal lukisan. Mereka coba menguak tahap-tahap yang dilalui Rembrandt ketika membuat karya kolosal itu. Mulai dari sketsa persiapan di kanvas besar hingga perubahan apa yang dia lakukan di sepanjang proses melukis.
"Selama 10 bulan mendatang kami akan memetakannya lapis demi lapis dan pigmen demi pigmen, dan kemudian atas dasar itu kami akan membuat rencana untuk konservasi dan kemudian setelah itu konservasi akan dimulai," kata Dibbits sebagaimana dikutip Guardian.
Setelah studi lengkap selesai, barulah mereka akan menentukan teknik terbaik untuk merestorasi dan merawat lukisan itu untuk tahun-tahun selanjutnya. Harapannya, masyarakat dapat menyaksikan lukisan itu seperti kondisi saat masa jayanya di abad ke-17.
Sebagai bentuk penghormatan, Riksmuseum juga mencanangkan 2019 sebagai Tahun Rembrandt. Sebelum restorasi, pada 15 Februari hingga 10 Juni lalu, Rijksmuseum telah lebih dulu menggelar pameran khusus seluruh karya Rembrandt. Pameran kedua rencananya akan digelar mulai 11 Oktober besok yang memacak tema Rembrandt dalam konteks global.
Anak Zaman Keemasan Belanda
Rembrandt lahir di Leiden pada 15 Juli 1606. Nama lahirnya yang semula adalah Rembrant Harmenszoon van Rijn. Ia mulai mengeja namanya sebagai Rembrandt—dengan sisipan huruf d—sejak 1630-an. Kala itu reputasinya sedang mekar dan ia sendiri mencoba menyejajarkan diri dengan seniman era Renaissance Italia yang dikenal hanya dengan nama depannya—sebutlah Leonardo, Michaelangelo, Rafael, atau Titian.
Peribahasa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” tak berlaku bagi Rembrandt sebagai pelukis. Pasalnya, tak ada satu pun anggota keluarganya yang seniman. Harmen van Rijn, ayahnya, adalah seorang pekerja penggilingan. Sementara Neeltgen van Zuytbrouck, ibunya, adalah pembuat roti.
Meski ia kini sangat terkenal, Rembrandt sama sekali tak meninggalkan catatan tertulis, entah memoar atau arsip. Maka tak ada keterangan pasti sejak kapan Rembrandt muda mulai belajar melukis. Yang terang, pada 1620 sang ayah mendaftarkannya ke Universitas Leiden, tapi ia mangkir kuliah dan kemudian memilih memperdalam seni lukis.
Satu dekade masa mudanya lalu ia habiskan untuk berguru kepada beberapa pelukis. Encyclopedia Britannica menyebut, di antara guru-guru Rembrandt adalah Jacob van Swanenburgh. Saat itu ia adalah pelukis terkenal di Leiden yang dikenal sebagai spesialis lukisan arsitektur dan adegan-adegan neraka. Guru lainnya adalah Pieter Lastman yang di Amsterdam terkenal sebagai spesialis lukisan peristiwa sejarah.
Rembrandt mulai bereksperimen dan menemukan gaya orisinalnya antara 1627 dan 1629. Ia mencoba bermain dengan efek sorotan cahaya dan ruang gelap untuk memperkuat dramatis lukisannya. Ia banyak mempelajari teknik ini dari karya-karya pelukis Italia—terutama Caravaggio—yang sampai ke Belanda.
Rembrandt menjalani kehidupan ulang alik Leiden-Amsterdam untuk belajar setidaknya sampai 1632. Ia lantas bermukim di Amsterdam dan memulai karier profesionalnya. Karena kualitas lukisannya, Rembrandt dengan cepat melesat sebagai pelukis potret dan adegan sejarah.
Encyclopedia Britannica menulis, “Rembrandt menaklukkan pasar lukisan potret Amsterdam dengan cepat. Dengan mengandalkan pengalamannya melukis adegan sejarah, ia berhasil menghasilkan potret yang lebih hidup daripada yang dibuat oleh pelukis potret lain di Amsterdam sebelum kedatangannya.”
Seturut amatan peneliti seni Ian Shank, ketenaran Rembrandt bukan semata karena kualitasnya, tapi juga karena ia tumbuh di ruang dan waktu yang tepat. Ia tumbuh besar kala Belanda memasuki zaman keemasan setelah merdeka dari Spanyol. Bursa saham Belanda yang kala itu adalah satu-satunya di Eropa dan berhasil membawa Republik Belanda tumbuh sebagai pusat ekonomi merkantilis terkemuka di Eropa.
“Bangsa Belanda yang baru bangun itu sangat ingin memamerkan kekayaan mereka melalui pembelian dan pameran karya seni. Jadi masa keemasan itulah Rembrandt hidup, belajar, dan memahat reputasinya,” tulis Ian Shank di laman Artsy.
Semakin tenar namanya, semakin banyak komisi dari orang-orang kaya Belanda datang. Rembrandt pun semakin percaya diri pula menandatangani karyanya hanya dengan nama depan. Dia juga tampil beda dibanding pelukis lain berkat gaya chiaroscuro—kontras antara gelap dan terang—yang dipelajarinya dari pelukis Italia.
Dan ketenaran itu dengan cepat pula mendatangkan kekayaan. Dekade 1630-an adalah tahun-tahun suksesnya sebagai seorang seniman. Tak hanya itu, Rembrandt juga kian produktif. Selain melukis, ia rajin menyusuri kota dan membuat sketsa-sketsa kehidupan urban Amsterdam.
“Rembrandt menjadi sangat sukses pada dekade 1630-an. Dia punya beberapa murid dan asisten, memulai mengoleksi barang-barang seni, dan menjalani kehidupan seorang pria bangsawan,” tulis anggota Departemen Lukisan Eropa Museum Seni Metropolitan New York Walter Liedtke.
De Nachtwacht dan Tahun-tahun Kemunduran
Pada 1640 atau 1641 Wali Kota Amsterdam dan pemimpin milisi sipil Amsterdam Frans Banninck Cocq memesan sebuah lukisan kepada Rembrandt. Pada 1642 lukisan itu selesai dan dipajang di aula Amsterdam Kloveniersgilde. Untuk itu ia beroleh komisi 1.600 gulden, jumlah yang besar untuk ukuran saat itu.
Lukisan yang kemudian dikenal sebagai De Nachtwacht itu dianggap sebagai karya Rembrandt yang paling ambisius dan adiluhung. Selain ukurannya yang kolosal, karya itu penting karena menampilkan keahliannya memanipulasi ekspos cahaya terhadap objek sehingga memberikan efek yang sangat hidup dan dramatis. Ia menjadi alasan kenapa kritikus dan sejarawan seni menahbiskan Rembrandt sebagai pelukis teragung yang pernah dipunyai Belanda.
De Nachtwacht menampilkan pentolan milisi Amsterdam Kapten Frans Banninck Cocq dan Letnan Willem van Ruytenburch dalam sorotan utama. Dua tokoh itu bersama dengan anggota milisinya digambarkan dengan komposisi dinamis yang berwibawa dan energik. Menurut Rijksmuseum, citra itulah yang membuatnya beda dari lukisan lain di aula Kloveniersdoelen Amsterdam yang cenderung statis.
Tapi siapa sangka lukisan kolosal menjadi penanda kejatuhan pamor dan kebangkrutan Rembrandt. Tentu bukan karena lukisan itu membawa sial, tapi tabiat Rembrandt sendiri yang terlalu royal. Tahun itu Rembrandt juga dihadapkan pada kenyataan pahit kematian istrinya Saskia van Uylenburgh.
“Baik karena kesedihan atau tekanan eksternal lainnya, produktivitas Rembrandt tiba-tiba menurun. [...] Meskipun karier artistiknya masih jauh dari selesai, Rembrandt tak pernah pulih sepenuhnya,” kata Ian Shank.
Dalam dua puluh tahun terakhir hidupnya, Rembrandt mesti bergelut dengan lilitan utang yang tak terbayar. Pada 1655 ia dinyatakan bangkrut. Rumah mewahnya di Amsterdam bahkan terpaksa dijual untuk menutup utangnya, termasuk juga koleksi barang-barang seninya.
Rembrandt akhirnya wafat dalam keadaan miskin pada 4 Oktober 1669, tepat hari ini 350 tahun lalu. Tak ada upacara besar atau peringatan apapun atas kematiannya meski ia pernah menduduki posisi terhormat dalam masyarakat Amsterdam. Jenazahnya lalu dimakamkan di lahan Westerkerk.
Waktu juga yang membuktikan kebesaran Rembrandt. Hingga kini De Nachwacht tetaplah salah satu lukisan paling terkenal di dunia. Laiknya Monalisa karya Leonardo da Vinci atau Guernica karya Pablo Picasso. Maka tak berlebihan jika Rijksmuseum mencanangkan tahun ini sebagai tahunnya Rembrandt dan merestorasi mahakaryanya.
Soal warisan Rembrandt itu Walter Liedtke menulis, “Rembrandt menginspirasi banyak pelukis Belanda dan Jerman abad ke-17, serta seniman abad ke-18 di seluruh Eropa (misalnya, Fragonard dan Tiepolo) hingga pelukis-pelukis realis abad ke-19.”
Editor: Windu Jusuf