tirto.id - Gempa bumi dan tsunami yang mengguncang Palu dan Donggala Sulawesi tengah pada Jumat (28/9/2018) pada sekitar pukul 17.02 WIB bukan pertama kali dalam sejarah kebencanaan di daerah tersebut.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Sabtu (29/9)merilis, Palu dan Donggala sudah beberapa kali mengalami gempa dan tsunami.
Sejarah mencatat, pada 1 Desember 1927 gempa dan tsunami pernah terjadi di Teluk Palu. Pada saat itu diketahui 14 jiwa meninggal dunia dan 50 orang mengalami luka-luka.
Tiga tahun berselang, 30 Januari 1930, kejadian serupa terjadi di Pantai Barat Donggala. Tsunami saat itu mencapai ketinggian lebih dari 2 meter dalam durasi 2 menit. Jumlah korban tidak diketahui.
Pada 14 Agustus 1938, gempa dan tsunami kembali mengguncang Teluk Tambu Balaesang Donggala. Tsunami mencapai ketinggian 8-10 meter. Diketahui ada 200 korban meninggal dunia, 790 rusak dan seluruh desa di pesisir pantai Barat Donggala hampir tenggelam.
Setelah "diam" hampir 58 tahun, tsunami kembali menerjang pada 1 Januari 1996 berlokasi di Selat Makassar. Tsunami mencapai ketinggian 3,4 meter dan mencapai daratan sejauh 300 meter. 9 Orang dilaporkan meninggal dunia dan bangunan di Bangkir, Tonggolobibi dan Donggala rusak parah.
Dua tahun selanjutnya, 11 Oktober 1998, gempa kembali mengguncang Donggala. Ratusan bangunan roboh diguncang gempa.
Gempa kembali mengguncang Palu pada 25 Januari 2015. 100 rumah rusak dan 1 orang meninggal dunia akibat bencana ini.
Berikutnya pada 17 November 2008, atau satu dekade lalu, gempa mengguncang Laut Sulawesi. akibatnya 4 jiwa meninggal dunia.
Empat tahun kemudian, 10 Agustus 2012, Kabupaten Sigi dan Parigi Montong diguncang gempa. 8 jiwa meninggal dunia dalam peristiwa ini.
Penyebab Gempa Palu
Analisis Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperkirakan gempa besar 7,7 SR (7,4 SR setelah diperbarui BMKG) dipicu oleh aktivitas sesar Palu-Koro.
“Berdasarkan posisi dan kedalaman pusat gempabumi, maka kejadian gempabumi tersebut disebabkan oleh aktivitas sesar aktif pada zona sesar Palu-Koro yang berarah baratlaut-tenggara,” demikian pernyataan resmi PVMBG.
Sedangkan kawasan daratan sekitar pusat gempa 7,4 SR itu, seperti kabupaten Donggala, disusun oleh oleh batuan berumur pra Tersier, Tersier dan Kuarter. Batuan ini sebagian telah mengalami pelapukan.
Endapan Kuarter tersebut, menurut analisis PVMBG, pada umumnya bersifat urai, lepas, lunak, belum kompak (unconsolidated), bersifat memperkuat efek goncangan gempabumi.
Sementara pakar geologi dari UGM Wahyu Wilopo mengatakan gempa yang mengguncang Palu dan Donggala hari ini kemungkinan besar memang dipicu aktivitas sesar Palu-Koro. Patahan ini, kata dia, memiliki karakter pergerakan cenderung bergeser atau bukan sesar naik seperti yang memicu gempa Lombok.
“Ini sama dengan sesar semangko yang membelah Pulau Sumatera,” kata Wahyu saat dihubungi Tirto pada Jumat malam.
Editor: Agung DH