tirto.id - Sepanjang sebagian besar sejarah Barat, keperawanan dinilai sebagai kebaikan paling berharga yang dilindungi perempuan, demikian dijelaskan Hanne Blank, seorang sejarawan dan penulis "Virgin: The The Untouched History". Namun sebelum awal abad 20, ketika perempuan mulai meninggalkan rumah untuk bekerja di industri, ide ini perlahan-lahan mulai bergeser.
Bahkan, dengan diperkenalkannya pil KB pada 1960, muncul norma-norma budaya yang lebih luas. Lewat apa yang disebut Summer of Love pada 1967, semua perempuan Amerika yang tak punya kecenderungan relijius diharapkan berhubungan seks di usia remaja atau awal usia 20-an, sebuah ekspektasi yang berdampak hingga saat ini.
Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC), usia rata-rata perempuan Amerika kehilangan keperawanan mereka adalah 17 tahun -- usia yang sama berlaku pula untuk laki-laki.
Tak hanya itu, CDC juga melaporkan, perawan berusia 20 sampai 24 tahun bahkan hanya berkisar 12,3 persen, sedangkan 14,3 persen untuk laki-laki yang masih perjaka.
Namun, statistik ini hanya mewakili hubungan heteroseksual. Keperawanan ataupun keperjakaan, jelas memiliki jawaban yang berbeda dalam komunitas LGBT. Bahkan, kaum heteroseksual juga terkadang merasa bahwa oral seks atau anal merupakan satu bentuk melepas keperawanan. Akan tetapi, merujuk pada situs Planned Parenthood, definisi yang paling umum soal kehilangan keperawanan adalah adanya aktivitas penetrasi penis-vagina.
Dari statistik ini, dapat dikatakan bahwa jika tidak berhubungan seksual di masa remaja, mereka tergolong sebagai minoritas. Meski begitu, mereka tidak terlambat untuk bisa kehilangan keperawanannya jika masih berada pada usia kuliah. Dengan kata lain, 25 tahun menjadi batas usia akhir pertama bila mau melepas keperawanan.
Dilansir dari The Atlantic, bagi orang-orang sekuler, batas akhir usia keperawanan adalah di kisaran 20 tahun, sementara bagi orang-orang relijius adalah 40 tahun dan lebih tua. Seperti dalam film populer American Pie (1999), ditunjukkan bahwa akhir keperawanan adalah tahun pertama kuliah. Sementara, karakter Jess (diperankan oleh Zooey Deschanel) dari serial televisi New Girl dinyatakan dalam kilas balik dalam episode terakhir, "Dalam tiga tahun, aku akan 25. Saya tidak bisa menyewa mobil pertama saya sebagai seorang perawan. Mereka akan tahu. "
Melepas keperawanan memang menjadi pilihan setiap perempuan dan tiap-tiap pasangan. Beberapa perempuan akan menunggu untuk berhubungan seksual hingga mereka menikah atau memiliki hubungan yang stabil dengan pasangannya. Meski begitu, ada pula stigma sosial yang melingkupi mereka yang terlambat kehilangan keperawanan.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Public Health, responden survei yang kehilangan keperawanannya "terlambat", yakni pada usia 22 tahun, lebih sering dilaporkan memiliki masalah seksual dibandingkan mereka yang tak lagi perawan di usia "normatif" atau usia-usia rata-rata 17 tahun dalam penelitian ini. Adapun masalah seksual tersebut termasuk memiliki kesulitan mencapai orgasme, kesulitan mempertahankan ereksi, dan kesulitan terangsang secara seksual.
Meski begitu, menunggu untuk melepas keperawanan di usia yang lebih matang tak melulu dianggap negatif. Sebuah penelitian yang dilakukan Ohio State University pada 2007 menemukan bahwa remaja yang melakukan hubungan seks dini berada pada risiko lebih tinggi kenakalannya.
"Remaja yang menunggu lebih lama dari usia rata-rata dapat mengembangkan persahabatan dan hubungan sehingga membantu melindungi mereka dari perilaku yang berpotensi merepotkan karena menjadi orang dewasa yang kekanak-kanakan," kata rekan penulis studi, Stacy Armour dalam rilisnya.
Sementara itu, pada tahun 2012, University of Texas-Austin merilis sebuah penelitian yang menemukan orang yang berhubungan seks di usia 20-an disebutkan memiliki hubungan romantis yang lebih memuaskan dibandingkan mereka yang berhubungan seks lebih muda dari usia 20.
"Individu yang pertama menavigasi hubungan intim di masa-masa awal dewasa, setelah mereka telah memperoleh kematangan kognitif dan emosional, dapat belajar keterampilan hubungan yang lebih efektif daripada individu yang pertama belajar untuk berhubungan intim saat mereka masih remaja," demikian diungkapkan co-penulis Paige Harden, seperti dilansir dari laman ATTN.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari