tirto.id - Pasien positif virus Corona atau COVID-19 mencapai 2.738 kasus per 7 April 2020. Juru Bicara Perkara COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan ada tambahan 247 kasus baru berdasarkan data pemerintah pusat hingga Selasa (7/4/2020) pukul 12.00 WIB.
“Kami dapatkan penambahan kasus baru konfirm pemeriksaan PCR COVID-19 sebanyak 247 orang sehingga total kasus menjadi 2.738 orang," kata Yuri di kantor BNPB, Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Dalam data yang diperoleh Tirto, 247 kasus baru yang muncul terbagi di sejumlah provinsi, yakni: Banten (7 kasus), DIY (1 kasus), Jakarta (135 kasus), Jawa Barat (80 kasus), Jawa Tengah (1 kasus), Jawa Timur (5 kasus), Sulawesi Utara (3 kasus), Sulawesi Selatan (15 kasus).
Jika ditotal, maka data terbaru provinsi dinyatakan positif COVID-19, meliputi: Aceh (5 kasus), Bali (43 kasus), Banten (194 kasus), Bangka Belitung (2 kasus), Bengkulu (2 kasus), DIY (41 kasus), Jakarta (1.369 kasus), Jambi (2 kasus), Jawa Barat (343 kasus), Jawa Tengah (133 kasus), Jawa Timur (194 kasus).
Kemudian ada Kalimantan Barat (10 kasus), Kalimantan Timur (31 kasus), Kalimantan Tengah (20 kasus), Kalimantan Selatan (18 kasus), Kalimantan Utara (15 kasus), Kepulauan Riau (9 kasus), Nusa Tenggara Barat (10 kasus), Sumatera Selatan (16 kasus), Sumatera Barat (18 kasus).
Selain itu, Sulawesi Utara (8 kasus), Sumatera Utara (26 kasus), Sulawesi Tenggara (7 kasus), Sulawesi Selatan (127 kasus), Sulawesi Tengah (5 kasus), Lampung (12 kasus), Riau (12 kasus), Maluku Utara (1 kasus), Maluku (1 kasus), Papua Barat (2 kasus), Papua (26 kasus), Sulawesi Barat (2 kasus), dan masih dalam konfirmasi (34 kasus).
Sementara jumlah kasus sembuh 12 orang dengan total 204 kasus sembuh. Kasus sembuh terbaru ada di Jawa Barat (4 kasus), Jawa Timur (3 kasus), Kalimantan Barat (1 kasus), Kalimantan Tengah (2 kasus), Sulawesi Selatan (2 kasus).
Sedangkan korban meninggal akibat COVID-19 bertambah 12 kasus sehingga total kematian mencapai 221 kasus. 12 kasus kematian baru tercatat di Banten (1 kasus), Jakarta (7 kasus), Jawa Timur (2 kasus), Sulawesi Tengah 2 kasus).
Ancaman Demam Berdarah
Yuri minta masyarakat tetap berada di rumah. Sebab selain pandemi COVID-19, penyakit demam berdara juga harus diwaspadai masyarakat.
“Mari bersama-sama kita lebih aman berada di rumah, mari bersama-sama dengan keluarga kita berantas sarang nyamuk karena ini adalah periode-periode musim pancaroba yang secara klasik akan disertai dengan munculnya kasus demam berdarah yang cukup banyak,” kata Yuri.
Yuri menerangkan, demam berdarah tidak kalah membunuh seperti kasus COVID-19. Penyakit ini telah membuat 254 orang meninggal berdasarkan data per 4 April 2020.
Angka kematian DBD tertinggi berada di NTT, yaitu: 48 jiwa, Jawa Barat 30 jiwa, Jawa Timur 24 jiwa, Jawa Tengah 16 jiwa, dan Lampung 16 jiwa. Sementara itu, total kasus DBD per Januari hingga 4 April 2020 mencapai 39.876 kasus.
Hingga 4 April 2020, Kemenkes mencatat, kasus DBD terbanyak terjadi di Jawa Barat dengan total 5.894 kasus, diikuti oleh NTT 4.493 kasus, Lampung 3.682 kasus, Jawa Timur 3.045 kasus, dan Bali 2.173 kasus.
Oleh karena itu, Yuri menyarankan agar masyarakat tidak keluar rumah dan sebaiknya berkomunikasi dengan alat komunikasi yang ada demi mencegah penyebaran COVID-19 maupun terinfeksi DBD.
Penerapan PSBB DKI Jakarta Mulai Efektif
Kementerian Kesehatan juga mengabulkan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diajukan Pemprov DKI Jakarta. Yuri mengatakan, penyetujuan PSBB akan semakin melegalkan program pemerintah dalam pencegahan COVID-19 di ibu kota.
“Beberapa saat yang lalu menkes baru saja menyetujui berlakunya pembatasan sosial berskala besar di wilayah khusus ibu kota DKI Jakarta. Artinya ini adalah upaya yang lebih berskala besar terkait dengan imbauan pemerintah untuk tetap belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah dari rumah,” kata Yuri.
Yuri mengklaim banyak manfaat positif dari PSBB. Salah satunya adalah pencegahan perkumpulan orang. Masyarakat, kata Yuri, tidak bisa berkumpul dengan alasan apa pun, baik alasan kesenian, budaya, pertandingan dan alasan lain.
Yuri mengatakan, PSBB sama dengan pembatasan aktivitas orang.
“Mari dipahami bersama bahwa ini dimaknai kita membatasi mobilitas sosial dari setiap orang. Ini penting karena keputusan ini ditujukan untuk melindungi kita semua dari kemungkinan terjadinya penularan COVID-19 dari orang lain,” kata Yuri.
Pemerintah Mulai Ragukan Rapid Test?
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Selasa (7/4/2020), menyampaikan sejumlah permasalahan dalam penanganan COVID-19 dengan hubungan luar negeri. Ia menyebut permasalahan seperti nasib WNI di luar negeri, stigmatisasi hingga keperluan permasalahan alat kesehatan.
Khusus dalam permasalahan alat kesehatan, Retno mengaku pemerintah memiliki tantangan dalam mencari ventilator karena keterbatasan alat ventilator hingga perlengkapan APD.
Retno menyinggung pula rencana pemerintah untuk menambah rapid test. Akan tetapi, Retno memberikan catatan dalam pengadaan rapid test ini.
“Tes kits termasuk di antaranya adalah rapid test kits, meski dikatakan untuk rapid test ini masih ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian kita," kata Retno dalam rapat via teleconference, Selasa (7/4/2020).
Ungkapan Retno ini mengingatkan pada pernyataan Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo tentang rapid test. Dalam rapat terbatas, Senin (6/4/2020), Doni mengaku pemerintah sudah mendistribusikan 500 ribu lebih unit rapid test, tetapi ia sempat mengeluhkan kualitas rapid test itu.
“Ternyata juga rapid test ini tidak semuanya efektif. Oleh karenanya ke depan kita lebih banyak mendatangkan PCR test. Jadi tetap kita lakukan rapid test ini," kata Doni dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI.
Doni mengatakan, pemerintah terpaksa menggelar tes berkali-kali untuk memastikan seseorang positif COVID-19 atau tidak. Ia mencontohkan ada orang yang positif COVID-19 saat dites dengan rapid test, tetapi negatif dengan PCR. Begitu pula sebaliknya, yakni PCR positif, tapi rapid test negatif.
Hasil tes dari rapid test menjadi masalah, kata dia. Ia bahkan menyebut ada negara yang tidak cocok dengan rapid test seperti Spanyol, tapi cocok di Indonesia. Namun pemerintah memastikan akan terus menambah rapid test sesuai instruksi presiden untuk pemeriksaan rapid test secara masif.
“Secara medis masih banyak perdebatan dari beberapa pakar. Tetapi kami coba kumpulkan semua jenis rapid test nanti mana yang paling akurat, itu yang akan kami perbanyak," kata Doni.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz