Menuju konten utama

"Saya Mungkin Sudah Terlalu Rasional"

Marwah Daud Ibrahim sedang menjadi topik perbincangan. Penulis buku “Agama, Teknologi, dan Masa Depan” itu dipertanyakan kecendekiawanannya karena bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, di Probolinggo, Jawa Timur. Marwah bahkan menjadi Ketua Yayasan milik Kanjeng Dimas Taat Pribadi yang kini menjadi tersangka otak pembunuhan berencana terhadap santrinya.

Marwah Daud [Foto/flickriver.com]

tirto.id - Marwah Daud, peraih gelar doktor dari The American University, Washington DC ini, mengaku sudah delapan tahun bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Awalnya, dia tak yakin dengan kesaktian yang dimiliki Dimas Kanjeng Taat Pribadi dalam menghasilkan uang hanya dengan menggerakkan tangan. “Ini ujiannya berat lho buat saya. Perlu waktu satu tahun saya harus yakin,” ujar Marwah, Jumat pekan lalu.

Namun, setelah melakukan berbagai kajian dan perenungan, serta menjalani sholat istikharah (meminta petunjuk), ia memantapkan langkahnya bergabung dengan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. ”Oke saya berada di jalan yang benar,” katanya.

Di sela-sela kesibukannya mondar-mandir ke Markas Polda Jawa Timur untuk membesuk Taat Pribadi, Marwah menyempatkan diri berbincang dengan tirto.id mengenai Yayasan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Bagaimana awal dirinya kepincut kesaktian Taat Pribadi? Berikut penuturan Marwah Daud Ibrahim kepada Arbi Sumandoyo.

Bagaimana Anda bisa bergabung dengan Padepokan Dimas Kajeng Taat Pribadi dan kemudian menjadi Ketua Yayasan?

Prosesnya sekitar delapan tahun ya, sejak 2011-2012 lah. Tetapi awalnya tidak seintensif sekarang. Tapi sekarang kan intensitasnya semakin tinggi.

Ada yang mengajak Anda?

Diajak teman. Dia mengajak teman-teman dan kemudian kita bahas bersama. Kebetulan kami selama ini berkhidmat di masyarakat. Misalnya, kami menanam pohon dari bibit-bibit yang diambil dari Jawa Timur lalu kemudian kita tanam di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorotalo, terus di Sumatera dan sebagainya. Nah dalam perjalanan itulah, ada teman ini dengan Dimas Kanjeng.

Teman ini mengatakan, “Wah ini bisa membuat mimpi kita semua jadi nyata.” Saya kan memang sedang berbagi impian agar semua anak Indonesia bisa sekolah ke luar negeri. Saya ingin semua anak-anak Indonesia mendapatkan kesempatan sekolah terbaik. Bisa mendapatkan pekerjaan terbaik. Pokoknya membantu mengoptimalkan potensi terbaiknya. Jadi kita kasih program beasiswa sarjana masuk desa.

Bagaimana reaksi awal Anda?

Ada orang yang punya info luar biasa dan begitu yakin ilmu itu dari Allah dan akan mempercepat apa yang kami inginkan. “Nanti kita lihat saja deh, nanti saya ajak ketemu,” katanya. Saya kemudian diperlihatkan foto-fotonya.

Saya enggak percaya. Mana ada orang menghasilkan uang hanya dengan menggerak-gerakkan tangan. Saya enggak deh, kecuali saya ketemu dan melihat sendiri. Itupun belum tentu saya ikut. Saya pelajari. Akhirnya, saya datang ke sana.

Bagaimana kesan Anda pada pertemuan pertama?

Jadwalnya ternyata padat. Ketika saya datang, beliau (Dimas Kanjeng) ada tugas. Dan kalau tugas bisa berhari-hari. Pertemuan terjadi setelah saya dijanjikan ke beberapa kalinya. Saya kaget, biasanya yang punya kemampuan pasti sudah tua. Pas saya ketemu, umurnya masih 39 atau 40-an. Sangat humble, suaranya juga sangat lembut dan tidak ada menyombongkan diri.

“Ini karena hanya izin Allah. Atas kehendak Allah dan karena ibu yang diberikan”. Sambil bicara, tiba-tiba tangannya digerakkan ke belakang, tiba-tiba keluar segepok duit. Kalau ditanya darimana uangnya? Teman saya mendefinisikannya sebagai transdimensi. Sebuah ilmu baru yang Allah turunkan.

Setelah ketemu, saya gelisah karena saya dididik dengan tradisi yang luar biasa. Saya tidak hanya mempertaruhkan keluarga, tapi saya mempertaruhkan organisasi tingkat kabupaten, terus organisasi-organisasi keilmuan di banyak tempat, di ICMI. Kalau saya salah melangkah, ini bakal rumit.

Tapi Anda yakin Kanjeng Taat Pribadi bisa menghasilkan uang?

Makanya, kami baru saja berkirim surat kepada Kapolda supaya beliau (Dimas Kanjeng Taat Pribadi) diberi kesempatan. Karena sebenarnya beliau memperagakan ilmu yang Allah anugerahkan. Kenapa setiap hari orang bertambah? Kan orang melihat secara langsung. Pesannya, tidak apa-apa difoto tapi jangan di-upload ke media sosial. Sebab katanya, nanti bisa tidak aman. Yang kedua, pada waktunya nanti uang bakal dipakai. Dana yang diadakan bukan untuk dihamburkan.

Nah kata beliau, dana digunakan untuk mengayomi seluruh Indonesia. Itu terjemahan saya karena ada yang namanya tim provinsi. Memang hampir semua provinsi terisi santri. Terus ada namanya tim kabupaten, mulai dari Papua sampai Aceh. Kemudian ada lintas agama. Ada yang Hindu Bali. Jadi ini bukan pesantren. Masing-masing dengan agamanya.

Di padepokan semua agama di tampung?

Iya. Kalau Hindu banyak. Termasuk Kristiani juga ada. Tetapi yang paling banyak tentu muslim.

Mereka datang untuk berguru ke padepokan?

Kita tidak ada namanya berguru. Ikut kegiatan. Ibaratnya nyantri. Tapi kita tidak menyebut itu Islam. Kita bilangnya santri.

Berapa jumlah santri di Padepokan Kanjeng Taat Pribadi?

Kalau jumlahnya 23.000. Banyak tokoh, mulai dari pengusaha dan berbagai profesi lain. Salah satu yang harus dilakukan di awal adalah menyantuni anak yatim dan fakir miskin.

Aktivitas menyantuni sudah jalan?

Kalau menyantuni sudah jalan. Kita menyebutnya pasar rakyat, pasar murah. Misal panen, kita beli dengan harga tinggi. Kita tidak mengambil untung dari sana, tetapi menguntungkan dari berbagai sisi.

Dana santunan mempergunakan uang yang “dihasilkan” Kanjeng Taat Pribadi?

Ya itu dana yang kita saksikan. Itu dana untuk kemaslahatan umat karena bukan dana untuk orang per orang. Pernah dicoba dipakai untuk kebutuhan pribadi, setelah dipakai ternyata sakit.

Jadi tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi?

Bukan, tetapi belum waktunya dipakai. Tadi yang saya katakan, ada perwakilan kabupaten, ada perwakilan provinsi. Namanya rahmatan lil alamin (rahmat buat semesta alam), tahapan yang harus kita selesaikan. Kemudian juga harus mengayomi seluruh kerajaan dan kesultanan yang ada di seluruh Indonesia. Pada 11 Januari lalu, beliau dapat gelar itu.

Santri-santri yang ada mendukung kegiatan beliau. Cuma kan begini, duit belum bisa dipakai sementara pekerjaan lumayan banyak. Membuat berbagai acara. Nah untuk itu, santri-santri urunan membantu. Kalau di sini namanya mahar.

Nah, ada yang disalah persepsikan. Pertama soal mahar dan kedua soal foto-foto yang sudah dipesan jangan disebarkan. Waktu tiba tiba muncul di Youtube, kita enggak tahu siapa yang memunculkan. Uang yang muncul dari tangan beliau. Film yang kedua memang bukan hanya dari tangan, tetapi dari peti-peti. Itu tahun 2012. Kemudian yang terakhir muncul, film di satu ruangan. Uangnya siapa? Uang untuk kemaslahatan rakyat, begitulah istilahnya.

Berapa jumlah uang itu?

Kita tidak tahu.

Berarti sampai saat ini uangnya masih disimpan?

Iya masih disimpan. Tetapi kemarin ada informasi, katanya ada bungker. Itu enggaklah. Sebetulnya itu main dimensi. Ketika mau diperlihatkan di dimensinya nyata kita, hanya beliau yang bisa lihat.

Apa yang membuat Anda percaya dan ikut bergabung dengan Padepokan Kanjeng Taat Pribadi?

Pertama background saya memang, karena beberapa tahun terakhir diperlihatkan sesuatu yang di luar nalar. Puncaknya ketika saya diajak oleh Gus Dur (almarhum KH Abdurrahman Wahid) menjadi calon wakil presidennya. Saya diajak keliling ke pesantren-pesantren. Kemudian dalam perjalanan, saya diajak berziarah ke makam-makam para wali. Ternyata, di padepokan (Kanjeng Taat Pribadi) juga ada ziarah kepada para wali. Nah ini kok nyambung.

Saya mungkin sudah terlalu rasional, saatnya melihat dimensi spiritual. Harus percaya kepada yang gaib di alam nyata yang tidak bisa dicerna oleh otak. Ini ujiannya berat lho buat saya. Perlu waktu satu tahun saya harus yakin. Oke saya berada di jalan yang benar.

Yang saya pikirkan bukan reputasi. Yang saya pikirkan, ketika saya meninggal, ke mana ini akan dibawa. Ketika saya yakin ini tetap di jalannya Allah, saya yakin dan saya bismillah saja begitu. Dan sekarang, ketika beliau dijemput (polisi) dengan kekuatan penuh seperti itu, menandakan beliau memang punya sesuatu.

Banyak yang menyayangkan bergabungnya Anda ke Padepokan Kanjeng Taat Pribadi?

Salah kalau dikatakan kami orang yang mau kaya secara instan. Teman-teman masih bekerja seperti biasa. Masih bekerja di BUMN, ada yang aktif di angkatan, ada yang peneliti, ada yang pengusaha properti, ada yang pengusaha tambang. Sibuk semuanya.

Saya misalnya, terbang dari Jakarta pagi, kemudian tiba di Probolinggo butuh 3 jam sampai 5 jam. Setelah saya ikut acara, kemudian saya pulang lagi. Pesawat dari Surabaya kan banyak. Jadi kadang-kadang besok paginya saya sudah di Jakarta lagi. Dan itu sudah berlangsung beberapa tahun.

Tapi polisi mengatakan ada penipuan?

Saya mohon supaya mengutamakan azas praduga tak bersalah. Beliau diberi kesempatan atas izin Allah, bahwa beliau memang dianugerahi ilmu. Bahwa yang beliau perlihatkan ke santri-santri itu bukan main sulap. Kita ingin disiarkan live. Beliau selalu mengatakan, saya bukan wali, saya murid wali. Itu yang beliau sampaikan.

Kita ingin beliau diberi kesempatan untuk live di depan Polda. Apakah itu nanti mewakili unsur dari pusat semua. Ada pengacara kami, supaya jadi barang bukti. Kemudian diperlihatkan kemampuan beliau untuk memperlihatkan ilmu atas izin Allah. Dan saya selalu berdoa, mudah-mudahan kami semua santrinya tidak sombong. Itu juga sebabnya, dia juga wanti-wanti jangan dimasukkan di media sosial.

Kanjeng Taat Pribadi juga dituding lakukan pembunuhan?

Ini bukan kita mau membantah tuduhan pembunuhan. Kalau beliau mampu dan punya ilmu untuk apa bunuh orang? Menyuruh membunuh orang karena rahasianya mau dibuka? Kalau ada yang melapor karena duitnya belum kembali, uang beliau di beberapa ruangan itu saja bisa membayar semuanya. Hitung-hitungan kami begitu. Untuk apa kemudian menipu kalau duitnya ada? Kalau duit dikatakan palsu, ya silakan, polisi atau BI (Bank Indonesia) memeriksa.

Sampai saat ini Anda masih percaya sama Kanjeng Taat Pribadi?

Iya. Tapi Allah maha melihat, maha mendengar. Apa yang saya lihat dan dengar, saya yakin pada waktunya kebenaran akan terbukti. Saya tidak memaksa orang yang tidak percaya menjadi yakin. Saya juga tidak bisa memaksa menjadi tidak yakin.

Banyak yang menyayangkan sikap Anda sebagai akademisi?

Ada yang langsung menyampaikan kepada saya, “Waduh Bu, minta maaf dan bertaubat”. Saya jawab, “Saya tidak memaksa Anda untuk yakin dalam tiga hari dengan berita-berita yang Anda dengar. Tapi saya membutuhkan satu tahun untuk percaya”. Saya tetap berproses dan kebenaran akan muncul. Kita tahu mana yang benar dan salah.

Apakah santri Padepokan Kanjeng Taat Pribadi ada dari kalangan doktor atau profesor?

Ada, tapi tidak banyak. Yang saya katakan dari BUMN, ada dari orang Telkom dan BTN.

Baca juga artikel terkait KANJENG TAAT PRIBADI atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Mild report
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho