tirto.id - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menemukan penerapan berbagai protokol kesehatan di tempat pemungutan suara (TPS) Pilkada 2020 tak berjalan maksimal. Temuan ini berdasarkan pemantauan di 6.200 TPS di 180 kabupaten/kota di 28 provinsi.
Salah satunya, ada 20 persen TPS yang tak menyediakan tempat pencoblosan khusus untuk pemilih bersuhu tinggi.
"Sekitar 80 persen ada [bilik khusus], 20 persen ini belum tersedia untuk pemilih yang bersuhu di atas 37,3 derajat Celcius," kata Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas COVID-19 Dewi Nur Aisyah saat menyampaikan laporan pemantauan yang disiarkan BNPB TV, Rabu (9/12/2020) siang.
KPU memberikan ruang bagi para pemilih dengan suhu di atas 37,3 derajat Celsius--salah satu gejala terkena virus--di tempat yang berbeda dari pemilih lain. Setelah menggunakan hak pilih, pemilih ini langsung diminta pulang.
Selain itu, Satgas juga menemukan hanya 65 persen TPS yang menyediakan alat pelindung diri (APD) untuk petugas yang menghadapi pemilih bersuhu tinggi. "Sisanya ini belum lengkap," kata Dewi.
Ketersediaan sarana-prasarana penunjang lain juga tak 100 persen. Sekitar 10 persen TPS tidak menyediakan fasilitas cuci tangan. Lalu hanya sekitar 78 persen TPS yang menyampaikan pemberitahuan tentang protokol kesehatan.
Kemudian, sekitar 10 persen TPS tidak memantau suhu tubuh pemilih. Tidak semua TPS pula yang mengingatkan soal protokol kesehatan. Hanya sekitar 87 persen TPS yang melakukan itu.
"Disinfeksi saat ini 77 persen, namun angkanya masih akan terus bertambah karena masih menunggu terkait dengan penghitungan suara," tambah Dewi.
Sebanyak 91 persen lebih TPS menyediakan sarung tangan plastik untuk pemilih, sementara sarung tangan medis untuk petugas 92 persen. "95 persen lebih TPS sudah menerapkan [masker], face shield di angka 93 persen," Dewi menambahkan.
Ketua KPU Arief Budiman bilang ini berbagai macam fasilitas baru ini mereka sediakan untuk mencegah penularan Corona di hari pencoblosan. Selain itu, mereka juga 'menjemput suara' ke ruang-ruang isolasi--yang lekas dibanjiri kritik.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino