tirto.id - Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan agar pemerintah daerah (Pemda) melakukan pantauan terhadap data rasio kontak erat penularan COVID-19. Hal ini seiring dengan ritme mobilitasnya tinggi dan besarnya peluang penularan.
Hal itu ditunjukkan dengan adanya kenaikan level PPKM pada seluruh kota di DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Bogor, dan Kabupaten Bekasi. Hal ini penting dicermati, mengingat area Jabodetabek didominasi wilayah jantung kegiatan ekonomi vital nasional.
"Dengan melakukan upaya penanganan dini seperti penelusuran kontak erat, ditujukan segera memutuskan alur penularan, melindungi kelompok rentan, dan pengetatan aktivitas masyarakat yang lebih ketat," Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (2/12/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Secara sederhana, upaya penelusuran kontak ada 4 tahapan besar. Pertama, melakukan diagnosis 1 kasus positif sebagai titik awal penelusuran kontak erat. Kedua, identifikasi melalui wawancara oleh tracer kepada kasus positif melalui upaya recall atau mengingatkan kembali pasien, kepada siapa saja yang pernah berinteraksi dalam jarak 1 meter, setidaknya selama 15 menit sejak 2 hari sebelum dan 14 hari sesudah gejala muncul
Ketiga, upaya menghubungi daftar orang hasil tracing untuk diberikan informasi terkait karantina, durasi karantina, gejala-gejala yang harus diwaspadai, dan waktu untuk melakukan pemeriksaan COVID-19. Dan keempat yaitu mengulang kembali tahap pertama jika ditemukan kasus positif dari daftar kontak erat yang telah dihubungi.
Pada prinsipnya, dalam melakukan upaya penelusuran kontak, metode yang ideal ialah yang menyesuaikan level transmisi daerah setempat, termasuk siap dan tanggap menghadapi peningkatan laju penularan sewaktu-waktu. World Health Organization (WHO) sendiri mengkategorisasikan level transmisi virus COVID-19 menjadi 4 skenario epidemiologi.
Pertama, kondisi tidak ada kasus. Kedua, kasus sporadik atau kondisi kemunculan suatu penyakit yang jarang terjadi dan tidak teratur pada suatu daerah. Ketiga, klaster atau kondisi kemunculan kasus yang berkelompok pada tempat dan waktu tertentu yang dicurigai memiliki jumlah kasus yang lebih besar daripada yang teramati. Keempat, transmisi komunitas atau kondisi penularan antar penduduk dalam suatu wilayah yang sumber penularannya berasal dari dalam wilayah itu sendiri yang terdiri dari tingkat satu sampai empat.
Berdasarkan kategorisasi tersebut, Indonesia berada di status transmisi komunitas tingkat 1. Sehingga rekomendasi pendekatan penelusurannya ialah menetapkan target atau rasio upaya penelusuran kontak. Dalam memilih target yang tepat, badan otoritas kesehatan setempat dapat menimbang orang yang berinteraksi dengan kasus positif dalam durasi yang panjang atau kondisi tempat yang ramai seperti kerumunan untuk diprioritaskan.
Hal ini dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (InMendagri) kepada Pemda khususnya tingkat kabupaten/kota. Dengan menelusuri kontak kepada 15 kontak erat per 1 kasus konfirmasi. Upaya ini menjadi salah satu penguatan itikad pemerintah tetap berhati-hati dalam situasi kasus nasional yang terkendali. Karenanya, diperlukan konsistensi pemantauan atau surveilans kasus COVID-19.
Selain itu ditetapkan pula periode ideal dilakukannya tes konfirmasi selama masa pemantauan kontak erat. Yaitu entry test segera setelah dinyatakan sebagai kontak erat, dan pada hari ke-5 karantina atau exit test untuk melihat apakah virus terdeteksi setelah/selama masa inkubasi. Jika negatif maka pasien dianggap selesai karantina. Jika terdapat hasil positif dari dari dua tes diagnostik yang dilakukan maka kontak erat wajib melakukan isolasi.
"Tolong kepada pemerintah daerah memantau data rasio kontak erat di daerah masing-masing melalui dashboard Kementerian Kesehatan yaitu https://vaksin.kemkes.go.id/#/sckab," tegas Wiku.
Editor: Maya Saputri