tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) buka suara terkait arus lalu lintas di jalan Tol Jakarta-Cikampek yang mengalami kemacetan parah hingga mencapai lebih dari 20 kilometer akibat kecelakaan truk pembawa pipa besar di Jalan Tol Jakarta-Cikampek 38+450, pada Rabu (7/3/2018).
Sekretaris YLKI, Agus Suyatno mengatakan, Badan Pengelola Jasa Transportasi (BPJT) seharusnya bisa mengantisipasi masalah tersebut, sehingga kemacetan yang ditimbulkan akibat kecelakaan truk itu tidak terlalu parah.
“Perlu ada rekayasa dari BPJT dan pihak terkait lainnya. Apalagi saat ada kecelakaan, ketika terjadi situasi urgen. Perlu diperjelas dan diimplementasikan,” kata Agus kepada Tirto, Kamis (8/3/2018).
Selain itu, kata Agus, kemacetan acapkali terjadi karena dipicu kendaraan muatan berat yang melaju di jalur tidak semestinya. “Kendaraan dengan beban berat seperti truk lumayan gede menjadi pendorong tersendiri karena kecepatan mereka rata-rata kurang dari 60 kilometer per jam,” kata dia.
Menurut Agus, hal itu harus intensif diperhatikan dan ditertibkan. Agus berkata, jangan sampai truk bermuatan besar memenuhi jalan.
“Apalagi saat ini di jalur tol dari Bekasi ke Jakarta atau sebaliknya kan lagi ada pembangunan proyek LRT. Ini kan semakin membuat kemacetan parah. Rekayasa yang perlu dilakukan segera dilakukan untuk memberikan kenyamanan dalam berkendara di tol,” kata Agus.
Soal rekayasa lalu lintas tol ini, pemerintah memang sedang menyiapkan implementasi pembatasan kendaraan masuk tol ke arah Jakarta per 12 Maret, dengan skema ganjil-genap di gerbang tol. Selain itu, telah disiapkan pula rambu-rambu peringatan, jalur alternatif, dan bus premium untuk pengguna mobil dapat beralih ke transportasi umum.
Menurut Agus, hal itu cukup baik, namun catatan pemerintah harus terus mengawal implementasinya agar dapat betul-betul memberikan dampak positif kepada masyarakat, terutama pengguna jalan tol.
Agus mencontohkan soal waktu tunggu keberangkatan setiap bus premium, kapasitas parkir untuk transit, efektifitas pengurai kemacetan di tol, dan juga landasan hukum yang tidak bertabrakan dengan undang-undang yang lebih tinggi.
Sementara itu, Kepala BPJT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna mengatakan, truk untuk masuk tol sudah memiliki aturan, yaitu batasan berat dan keharusan mengantongi izin, dan dikawal petugas tol.
Ia menyebut, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.15/2005 tentang jalan tol. “Sebetulnya di PP jalan tol kalau dia over load dan over dimensi bisa di tolak lewat jalan tol. Batasan jam enggak,” kata Herry.
Herry berkata, dalam aturan tersebut disebutkan bahwa jalan tol didesain untuk mampu menahan muatan sumbu terberat (MST) paling rendah 8 ton. “Kalau muatan beratnya tergantung jenis truknya. Kecelakaan Jakarta-Cikampek enggak sesuai aturan itu,” kata dia.
Ia mengatakan, pelanggaran seperti itu tidak pertama kalinya terjadi. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut pelanggaran dan pengawasan yang berlangsung selama ini. “Ada beberapa kejadian waktu dulu. Saya enggak pegang datanya,” kata dia.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Abdul Aziz