Menuju konten utama

Saran Masyarakat Transportasi Soal Penegakan Aturan Taksi Online

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta pemerintah pusat maupun daerah segera mematangkan persiapan penegakan Permenhub 108/2017.

Saran Masyarakat Transportasi Soal Penegakan Aturan Taksi Online
Pengemudi taksi online mengikuti aksi menolak Permenhub No.108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek di depan Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (29/1/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) memberikan sejumlah saran kepada pemerintah agar penegakan regulasi pengatur taksi online bisa efektif. Regulasi itu ialah Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Regulasi ini sebenarnya resmi berlaku mulai 1 Februari 2018. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) semula akan memberlakukan operasi simpatik penegakan aturan ini pada 1-15 Februari 2018. Tapi, setelah ada demonstrasi massa Aliansi Nasional Driver Online (ALIANDO), periode operasi simpatik akan diperpanjang dengan batas waktu yang belum ditentukan. Operasi simpatik hanya akan memberikan peringatan bagi pelanggar aturan ini.

Ketua MTI Danang Parikesit menilai penerbitan Permenhub 108/2017 merupakan upaya pemerintah memberikan payung hukum terhadap keberadaan taksi online sebagai salah satu layanan transportasi untuk publik. Selain itu, regulasi ini sekaligus memastikan adanya perlindungan bagi konsumen.

Dia berpendapat penerbitan Permenhub ini merupakan langkah maju dari pemerintah. Tapi, menurut Danang, pemerintah perlu melakukan perencanaan matang untuk implementasinya. Dia mencontohkan, untuk pengawasan penegakan aturan ini, butuh kesiapan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

"Pemda (pemerintah daerah) harus tahu persis konsep dasarnya (Permenhub). Membutuhkan skill, kemampuan dan kapasitas lebih tinggi dalam menyampaikan informasinya, jadi tidak hanya (tugas) Pemerintah Pusat," kata Danang kepada Tirto pada Rabu (31/1/2018).

Kesiapan Pemda juga tidak hanya penting dalam hal pengawasan dan penegakan aturan. Danang mengatakan Pemda juga penting memastikan salah satu tujuan implementasi Permenhub 108/2017, yakni mengurangi potensi konflik pengemudi taksi online dengan konvensional, tercapai.

"Seperti soal kuota (jumlah kendaraan taksi online). Pemda bisa enggak mengukur kebutuhannya masyarakatnya berapa," kata Danang.

Dia menambahkan pemerintah tidak perlu mengulur waktu terlalu lama untuk pemberlakuan masa operasi simpatik pemberlakuan Permenhub 108/2017. "Pemerintah sudah berikan waktu yang cukup untuk beradaptasi terhadap regulasi. Sehingga, kalau mau dilaksanakan ya dilaksanakan. Ini kembali pada kredibilitas pemerintah. Begitu peraturan diberlakukan akan mengikat semua pihak," kata dia.

Dia menjelaskan konsep dasar paling utama dari Permenhub 108/2017 adalah menjamin keselamatan pengguna atau masyarakat umum, dan bukan sekedar mengakomodasi kepentingan pengusaha dan pengemudi taksi online maupun konvensional. Prinsip tersebut, menurut dia, harus benar-benar disosialisasikan oleh pemerintah, baik ke publik maupun pengemudi taksi online.

Selain itu, Danang menyarankan sejumlah masalah teknis dalam penerapan Permenhub 108/2017 segera diselesaikan. Misalnya, sejumlah problem teknis yang masih dipermasalahkan oleh para pengemudi taksi online terkait dengan SIM A Umum, Uji KIR, dan kuota serta pembatasan wilayah operasi taksi online.

Menurut dia, ketentuan-ketentuan tersebut penting diberlakukan karena menjadi wujud standarisasi yang bertujuan menjamin keselamatan konsumen transportasi online. "Kalau bicara angkutan umum, standar keselamatannya harus lebih tinggi dari kendaraan pribadi karena ada tanggung jawab publik," kata Danang.

Untuk menjawab keluhan para pengemudi taksi online mengenai sejumlah ketentuan itu, Danang berharap pemerintah segera mencari jalan tengah. "(Masalah) Teknis ini jangan sampai menghambat (pelaksanaan) konsep dasar ini (Permenhub 108/2017)," kata dia.

Dia memberi contoh, ketentuan mengenai kuota jumlah taksi online tidak mungkin dihapus karena berfungsi menjamin kompetisi yang adil di sektor bisnis transportasi.

"Maka, wilayah pelayanan diatur. Kompetisi antar operator perlu ketegasan," ujarnya. "Kita kan enggak mau usaha jatuh dan masyarakat jadi enggak terlayani. Jadi banyak yang perlu dijaga."

Danang menyarankan penentuan kuota jumlah taksi online maupun konvensional di setiap daerah memakai pijakan utama kebutuhan masyarakat.

"Jumlahnya enggak harus sama, tergantung kemampuan mereka untuk meningkatkan kapasitasnya. Misalnya sopir taksi (total di suatu daerah) harus nambah 500, konvesional mampu (menambah) 200, tambahannya bisa diisi dari online. Bisa sebaliknya," kata Danang.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom