tirto.id - Pengamat ekonomi dari Unika Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko memberikan saran kepada pemerintah untuk menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Berdasarkan hitungan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilainya sudah mencapai Rp15.178.
Menurut Agustinus, pemerintah harus mengoptimalkan solusi untuk meredam defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang membengkak pada kuartal II/2018 sebesar 3 persen atau 8 miliar dolar AS. "Cara depresiasi rupiah diperkecil yaitu dengan memperkecil account current deficit," ujar Agustinus di Jakarta pada Rabu (17/10/2018).
Ia menilai, instrumen moneter yang dikeluarkan Bank Indonesia, seperti menaikkan suku bunga acuan (BI-7 Days Reverse Repo Rate/BI-7DRRR) dan intervensi cadangan devisa terhadap pembiayaan impor, hanya mampu menahan rupiah agar tidak semakin melemah. Sehingga, ia menilai cara itu tidak efektif untuk mendongkrak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Selain itu, ia juga menyarankan pemerintah agar menunda beberapa proyek yang menggunakan komponen impor tinggi agar nilai defisit transaksi berjalan berkurang. "Kalau itu dilakukan, maka impor akan menurun signifikan. Sehingga, defisit transaksi berjalan akan membaik dan itu menimbulkan confidence baru bagi rupiah, agar tidak terdepresiasi lebih jauh," ujarnya.
Namun, ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi dalam negeri akan tertahan bila defisit transaksi berjalan dikurangi. "Itulah trade off-nya, adalah defisit transaksi berjalan kita perbaiki, tetapi dengan kesadaran penuh pertumbuhan ekonomi kita harus terima enggak bisa maksimum 5,2 persen ke atas. Itu yang harus kita terima," ujarnya.
Sehingga, ia kembali menekankan agar menunda proyek infrastruktur yang memiliki komponen impor tinggi. Dengan catatan proyek tersebut tidak memiliki efek berkelanjutan yang luas (multiplayer effect).
Namun, ia mengakui bahwa hal itu akan menjadi dilematis karena mayoritas proyek infrastruktur dalam negeri memiliki komponen impor besar, seperti proyek pembuatan jalan dan pembangkit listrik. Proyek-proyek tersebut, kata dia, pasti memiliki dampak keberlanjutan yang luas.
"Menurut saya mesti dipilih daerah-daerah di sektor yang implikasinya pada bisnis tidak terlalu banyak. Misalnya kita harus realistis proyek infrastruktur di Papua, Kalimantan mungkin kita bisa tunda, karena multiplayer effect-nya belum sangat besar. Sebaliknya, pengembangan pelabuhan di Jawa yang berguna untuk peningkatan ekspor, tidak bisa ditunda lagi," ungkap Agustinus.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto