tirto.id - Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai Indonesia perlu menaruh perhatian khusus kepada percepatan pengembangan industri manufaktur. Menurut Chatib, industri manufaktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level yang lebih tinggi ketimbang saat ini.
Dibandingkan sejumlah negara tetangga, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih relatif lambat. Pada 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat hanya 5,07 persen di saat Malaysia tumbuh 6,2 persen, Filipina sebesar 6,9 persen, dan Vietnam tumbuh 7,5 persen.
“Kenapa Indonesia stagnan, tapi negara lain lompat dengan cepat? Karena mereka basisnya manufaktur,” ujar Chatib di Hotel Fairmont, Jakarta pada Rabu (7/2/2018).
Chatib berpendapat bahwa sebetulnya Indonesia sudah memiliki indikator makroekonomi yang baik. Tapi, stabilitas makro itu belum cukup menjadi modal untuk mengerek pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
“Kita sudah harus beralih ke sesuatu yang lebih dari stabilitas makro. Modelnya kira-kira seperti apa? Kita tidak mungkin bertahan pada manufaktur yang sifatnya (memanfaatkan) buruh murah,” ujarnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Chatib menyebutkan segmen manufaktur yang cenderung realistis untuk dicapai Indonesia ialah yang berbentuk padat karya maupun padat modal. Salah satunya seperti industri garmen.
Selain produknya berpotensi diekspor, Chatib menilai industri garmen juga dapat menyerap tenaga kerja yang jumlahnya terbilang banyak.
“Kita nggak bisa lompat kepada teknologi bernilai tinggi, itu memerlukan waktu,” kata Chatib. “Yang bisa diambil adalah yang menengah, manufaktur berbasis sumber daya manusia. Misalnya, bisa juga pembuatan produk batik dan kerajinan tangan. Pasar ini bisa dimanfaatkan.”
Chatib menilai perekonomian sejumlah negara di Asia Pasifik yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi cenderung berbasis pada industri manufaktur dan perdagangan. Karena itu, Chatib berpendapat Indonesia perlu memanfaatkan potensi besar yang bisa didapat dari dua sektor tersebut.
Sementara itu pada sektor perbankan, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengakui penyaluran kredit untuk manufaktur memang belum besar. Sektor manufaktur sendiri masih kalah pamor ketimbang sektor-sektor lain, seperti infrastruktur, perkebunan, sumber daya mineral, consumer goods (barang-barang konsumsi), dan bahkan healthcare (kesehatan).
“Saya nggak hafal (besaran penyaluran kredit manufaktur saat ini). Mungkin kalaupun naik, 10-20 persen. Masih belum dominan. Memang itu tantangannya,” ucap Kartika.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom