Menuju konten utama

Sandiaga Janji Bebaskan Pajak UMKM, Bagaimana dengan Jokowi?

Sandiaga menyatakan UMKM yang memasuki revolusi industri 4.0 akan diberi keringanan dengan pajak 0 persen pada dua tahun pertama. Bagaimana dengan Jokowi?

Sandiaga Janji Bebaskan Pajak UMKM, Bagaimana dengan Jokowi?
Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan materi saat Dialog Pelaku ekonomi dan Entrepreneur di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (4/12). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat.

tirto.id - Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno bakal menggunakan instrumen fiskal untuk memberikan insentif lebih besar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis digital.

Janji tersebut dilontarkan Sandiaga sebagai respons atas keluhan para pelaku UMKM saat dirinya bertemu dengan sejumlah pengusaha kecil, pada 12 Januari 2019, di Solo, Jawa Tengah, yang mengeluhkan tingginya pajak.

“Ada sebuah insentif kepada UMKM ini, untuk bisa membangun kembali usahanya. Dan, mereka begitu bisnisnya meningkat, mereka pasti akan menjadi basis membayar pajak,” kata Sandiaga seperti dikutip Antara.

Sandiaga menyatakan, UMKM yang memasuki revolusi industri 4.0 akan diberi keringanan dengan pajak 0 persen pada dua tahun pertama. Hal ini, kata Sandiaga, agar mereka bisa mendapatkan kelonggaran dan bernapas terlebih dahulu untuk mengembangkan usahanya.

Kebijakan tersebut, menurut dia, juga diperlukan agar para pengusaha yang bermain dengan cara "konvensional" dapat terdorong untuk pindah ke perdagangan digital.

Sebab, mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu berkata, "tidak mungkin bisa bertahan kalau [UMKM] tidak masuk ke bisnis digital.”

Namun, jika dibandingkan dengan sejumlah kebijakan pemerintah Jokowi-JK saat ini, janji Sandiaga sebenarnya bukan hal baru dan tidak istimewa. Apalagi, sasaran serta tujuan yang hendak dicapai tidak dielaborasi lebih lanjut.

Misalnya, apakah pemain digital yang mendapatkan insentif tersebut harus bergabung dengan “market place” atau bisa dilakukan secara individu lewat media sosial.

Sebab, pemerintah Jokowi melalui Kementerian Keuangan memang belum menarik pajak bagi para pengusaha UMKM yang bermain di perdagangan elektronik (e-commerce) yang omzetnya tergolong penghasil tidak kena pajak (PTKP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pemerintah hanya mendorong para pelaku e-commerce untuk berpindah ke marketplace, seperti Bukalapak, JD.id, dan sejenisnya untuk menjamin keamanan konsumen dalam berbelanja.

Dengan bergabungnya para pengusaha dalam marketplace, kata Sri Mulyani, pemerintah juga dapat lebih mudah melakukan pendataan yang nantinya bisa dipakai untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat dan memberikan rasa keadilan.

“Yang dikeluhkan teman-teman di asosiasi ini adalah persaingan yang tidak sama antara mereka yang masuk ke dalam platform [marketplace] dengan yang menjualnya secara individu di media sosial,” kata Sri Mulyani, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/1/2019).

Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyampaikan, insentif bagi UMKM di era pemerintahan Jokowi sebenarnya sudah cukup baik.

Salah satu contohnya, kata Ikhsan, adalah diturunkannya pajak penghasilan (PPh) final dari 1 persen menjadi 0,5 persen untuk UMKM beromzet Rp4,8 miliar per tahun.

“Ini sudah UMKM banget lah. Hanya memang benar perlu dibebaskan dulu pajaknya, paling tidak satu tahun untuk yang masuk ke digital. Supaya mereka berbondong-bondong ke sana dan bisa bertahan di awal-awal,” kata Ikhsan kepada reporter Tirto, Kamis (17/1/2019).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, masalah pajak bagi UMKM sebenarnya cukup pelik dan tak terbatas pada hanya besarnya pajak yang dibebankan.

Menurut Yustinus, yang paling penting saat ini adalah mendorong literasi pelaku usaha mengenai pajak. Sebab, kata dia, tak sedikit pelaku UMKM yang terbelit masalah pajak karena alasan ketidaktahuan.

Dalam hal ini, kata Yustinus, pemerintah tak bisa tinggal diam dan perlu membuat pajak yang atraktif bagi pelaku usaha.

“Pelaku UKM harus aware. Kalau dia ada konsekuensi pajak, ya harus ditaati. Kalau tidak, rugi di kemudian hari,” kata Yustinus.

Selama ini, kata Yustinus, apa yang dilakukan pemerintah untuk menjaga lingkungan bisnis yang ramah terhadap UMKM memang sudah cukup baik. Sayangnya, regulasi serta birokrasi terkait pajak tersebut masih dianggap berbelit-belit.

“Pemerintah selama ini cukup berpihak dengan adanya penurunan tarif jadi 0,5 persen. Tujuannya buat UMKM, bukan untuk memungut pajak, justru dikasih insentif. Tapi masalah layanan birokrasi dan ketidaktahuan pelaku usaha ini memang yang belum diperbaiki,” kata Yustinus.

Yustinus menyarankan agar koalisi Prabowo-Sandiaga untuk lebih menawarkan kebijakan pajak yang tidak sekadar populis, memainkan sentimen, dan asal beda. Melainkan, kata dia, masuk ke dalam problem empirik secara detail dan mendalam.

“Jadi masih ada waktu untuk memperbaiki janji-janji mereka untuk lebih baik lagi dan yang ditawarkan itu sesuai dengan kebutuhan publik,” kata Yustinus.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz