tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, saldo minimal yang harus dilaporkan para wajib pajak (WP) dan dapat diminta keterangan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah sebesar 200 juta rupiah bagi perorangan.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 sebagai petunjuk teknis dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Menkeu mengimbau WP tidak perlu khawatir dengan adanya ketentuan tersebut, jika sudah mematuhi ketentuan yang diberlakukan selama ini.
“Masyarakat tidak perlu khawatir mengenai hal ini. Pertama, kalau itu adalah account yang berasal dari gaji tetap yang selama ini sudah dipotong dari gaji tetap yang sudah dipotong PPh, mereka tidak perlu takut menjadi subjek Pajak. Dan bahkan bila mereka sudah ikut Tax Amnesty tentu juga tidak perlu khawatir lagi. Jadi kami tidak bertujuan mencari-cari dan tidak memburu,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di aula mezzanine, gedung Djuanda 1 Kementerian Keuangan, Jakarta pada Senin (5/06/2017).
Ia menegaskan, sosialisasi ketentuan ini akan terus dilakukan dan WP dapat mengklarifikasi kepada DJP apabila terdapat pemanggilan. “Kalaupun ada Wajib Pajak yang menerima surat dari Ditjen Pajak, Anda datang ke kantor Pajak untuk klarifikasi. Kalau Anda sudah merasa comply, patuh, Anda tidak perlu merasa khawatir,” katanya, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan.
Lebih lanjut, saldo yang dapat diperiksa adalah saldo pada akhir tahun bukan saldo mutasi. Hal itu juga harus didasari oleh adanya kecurigaan, namun untuk entitas atau badan usaha, tidak ada batasan bawah.
"Namun untuk entitas [badan usaha] yang wajib dilaporkan tidak ada bottom atau batasan bawah, jadi berapapun bisa diperiksa,” kata Menkeu.
Setelah diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, per 31 Mei 2017 Menkeu menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Pelaksanaan Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan.
PMK ini mengatur lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pelaporan informasi keuangan, sanksi bagi lembaga keuangan yang tidak patuh, kerahasiaan informasi keuangan yang diterima DJP, serta ancaman pidana bagi petugas pajak yang tidak memenuhi ketentuan tentang kerahasiaan tersebut.
Dalam hal menjaga kerahasiaan serta keamanan pertukaran informasi, Menkeu menyampaikan bahwa persiapan pelaksanaan Automatic Exchange of Information (AEoI) ini akan terus dikonsultasikan dengan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Menkeu menjelaskan, AEoI atau pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, merupakan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan kesejahteraan.
“Dalam menyusun Perppu ini kita berkonsultasi sangat dekat dengan OECD, karena kita membuat ini dalam rangka comply untuk global forum yang mengatur mengenai AEoI, bahkan mengenai format dari apa yang disebut common reporting standard dan kualitas serta prosedur di dalam apa yang disebut IT system-nya, dan IT governance-nya sudah diatur secara sangat eksplisit oleh OECD dari sisi standarnya,” jelas Menkeu.
Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers bersama kalangan perbankan dan pengusaha yaitu Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Asosiasi Pengusahan Indonesia (Apindo).
“Tadi ada usulan dari perbankan maupun Kadin dan Apindo untuk membuat semacam call center yang bisa memberikan penjelasan termasuk whistleblower system, sehingga masyarakat merasa aman, nyaman bahwa anda memiliki saluran apabila merasa ada sesuatu. Jika anda merasa sudah comply, sudah patuh maka anda tidak perlu merasa khawatir,” ungkap Menkeu.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti