tirto.id -
Bom bunuh diri meledak di Gereja Kristen Indonesia Jalan Diponegoro, Surabaya pagi tadi. Saksi mata mengatakan sebelum bom bunuh diri terjadi, jemaat gereja baru saja selesai beribadah yang dimulai sejak pukul enam pagi.
“Jam 07.45, terdengar suara ledakan,” ujar Yolanda Silvana, jemaat GKI Diponegoro saat berbincang dengan Tirto melalui sambungan telepon, Minggu (13/5/2018).
Yolanda menjelaskan, ledakan pertama terdengar sebanyak dua kali hingga gedung serbaguna yang tepat berada di belakang GKI Diponegoro. Sesaat kemudian, ledakan ketiga terdengar dan membuat para jemaat panik.
“Panik kan, ada bom-ada bom. Majelis gereja teriak, semua keluar..semua keluar. Itu baru kita pada turun semua,” kata Yolanda.
Jemaat kemudian dievakuasi dan berkumpul untuk keluar GKI Diponegoro. Mereka kemudian dikumpulkan di sebuah restoran tak jauh dari GKI Diponegoro. Kini Jalan Diponegoro ditutup sementara. Kepolisian, saat ini sedang melakukan penyisiran di lokasi kejadian.
Polisi sempat meledakkan sebuah benda diduga bom di depan Gereja Kristen Indonesia yang berada di Jalan Diponegoro, Minggu siang (13/5/2018). Langkah itu diambil setelah polisi menemukan sebuah bungkusan benda mencurigakan di dekat gereja.
Ditayangkan langsung MetroTV, peledakan itu terjadi sekitar pukul 10.45 WIB. Sebelum meledakkan, polisi memperluas perimeter batas aman. Sesaat sesudah memperluas perimeter, sebuah ledakan terdengar.
Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari kepolisian soal peledakan tersebut.
Kesaksian lain dari jemaat Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya, Joseph Sintar mengatakan jika pelaku dugaan bom bunuh diri yang ada di gereja tersebut beraksi saat pergantian jam misa berlangsung yakni sekitar pukul 07.15 WIB.
"Tadi tadi pagi saat ikut jam misa yang pertama yakni pukul 05.30 WIB kemudian berakhir sekitar pukul 06.30 WIB, dan saya keluar untuk pulang," katanya saat ditemui Antara di lokasi kejadian, Minggu.
Ia mengemukakan, setelah perjalanan pulang dirinya kemudian mendapatkan kabar kalau terjadi ledakan di gereja tersebut, sehingga dirinya langsung balik lagi untuk melihat kondisi terbaru.
"Saat itu, memang pada saat kejadian terjadi diduga waktu pergantian jam misa, di mana pada jam pertama telah usai dan kemudian pada jam selanjutnya jemaat baru masuk ke dalam gereja," tuturnya.
Dirinya menceritakan, waktu pelaksanaan misa memang dibagi beberapa kali sejak Sabtu malam sampai dengan Minggu setiap pekannya.
"Setiap sekali misa berlangsung biasanya terdapat sekitar dua ribu jemaat karena bangunan gereja yang dibuat bertingkat. Tetapi kalau pagi, jumlahnya lebih sedikit karena banyak diisi oleh orang tua saja," ujarnya.
Sementara itu, seorang warga, Ahmad mengatakan kalau pada saat kejadian itu, getaran ledakan bom sempat terasa di rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi kejadian.
"Saya kira itu suara trafo listrik yang meledak, karena di lokasi ini sudah beberapa kali kejadian trafo meledak. Tetapi, kok setelah itu banyak terdengar suara ambulans dan banyak warga keluar. Dan ternyata ledakan itu dari bom," ujarnya.
Dirinya menceritakan, sejak kecil tinggal di lingkungan itu tidak pernah sekalipun terjadi tindakan yang meresahkan masyarakat, baik itu seperti pencurian atau juga tindakan lainnya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri