Menuju konten utama

Saksi Ahli Agama Kritik MUI Sebab Tak Tabayun ke Ahok

Saksi ahli agama di persidangan ke-16 perkara penistaan agama, Hamka Haq berpendapat seharusnya MUI melakukan tabayun ke Ahok sebelum menerbitkan pernyataan dan sikap keagamaan soal kasus penistaan agama. 

 Saksi Ahli Agama Kritik MUI Sebab Tak Tabayun ke Ahok
Hakim Ketua Dwiarso Budi Santiarto (tengah) memimpin persidangan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di PN Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (29/3/2017). Sidang ke-16 itu beragendakan mendengarkan keterangan dari tujuh saksi ahli yang dihadirkan pihak penasehat hukum Ahok. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Saksi ahli agama di persidangan ke-16 perkara penistaan agama, Hamka Haq mengkritik Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang tidak melakukan tabayun atau meminta penjelasan ke terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebelum menerbitkan pernyataan dan sikap keagamaannya di kasus ini.

"Sebaiknya jadi pertimbangan (MUI) memanggil yang bersangkutan (Ahok) untuk tabbayun. Apalagi ini gubernur (DKI Jakarta), jangan dilihat sebagai lawan," kata Hamka dalam persidangan yang berlangsung di Gedung Kementan Jakarta pada Rabu (29/3/2017).

Hamka merupakan saksi ahli agama yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum Ahok di persidangan ke-16 perkara ini. Dia merupakan Wakil Ketua Mustasyar Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Selain itu, Hamka juga anggota DPR RI Periode 2014-2019 dari Fraksi PDI Perjuangan.

Menurut Hamka, sikap MUI yang mengeluarkan Pernyataan dan Sikap Keagamaan yang menilai pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu menghina Surat Al-Maidah Ayat 51 dan Ulama sebenarnya sah-sah saja. Namun, dia menyayangkan MUI Pusat belum meminta klarifikasi ke Ahok sebelum mengeluarkan keputusan itu.

Di persidangan, Hamka juga menerangkan setiap fatwa maupun keputusan MUI yang diterbitkan perlu melalui pertimbangan matang dan upaya pencarian kebenaran yang maksimal. Hal ini sesuai dengan filosofi pendirian MUI yang mengedepankan kemaslahatan dalam pengambilan keputusan, terutama fatwa.

Anggota Dewan Penasihat MUI di era kepemimpinan KH. Sahal Mahfudh itu mencatat MUI berdiri pada 1975 dalam rangka untuk membangun kerukunan di internal umat muslim, hubungan kerukunan antar-umat beragama, serta kerukunan antara umat dengan pemerintah.

Hamka juga mengimbuhkan tujuan demi kemaslahatan itu tak hanya perlu dikedepankan MUI dalam pemberian fatwa, tapi juga tausyiah yang termasuk dalam kategori himbauan atas suatu masalah.

Orientasi kemaslahatan ini, Hamka melanjutkan, mengharuskan MUI berhati-hati dalam pengambilan keputusan soal fatwa maupun himbauan atas suatu masalah, mengutamakan pendekatan persuasif dan mengedepankan tabbayun.

"Biasanya untuk menyelesaikan persoalan minta aparat untuk mendatangkan dengan persuasif bukan represi," kata Hamka.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom