Menuju konten utama

Sakau Sampai Menderita Gara-Gara Narkoba

Ada ragam rupa gejala sakau saat seorang pecandu berusaha lepas dari narkoba.

Sakau Sampai Menderita Gara-Gara Narkoba
Ilustrasi dari halusinasi seorang perempuan pecandu narkoba yang gelisah. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Hanya dengan kaos oblong dan celana pendek ia duduk di teras, mengganti kapas pada vape miliknya. Tak lama, asap berbau manis kembali mengepul di halaman berukuran 4x5 meter itu. Pertanda vape miliknya sudah selesai diservis.

Namanya Julius Adam. Sebelum sukses bekerja di banyak restoran, ia dulu pernah menjadi pecandu heroin dan masuk rumah rehabilitasi karenanya.

“Saya termasuk orang yang dibohongi, masuk [rehabilitasi] YAKITA karena diajak teman yang sudah sembuh duluan,” kata putra dari Ibrahim Adjie—perwira tinggi kesayangan Sukarno—ini.

Pada tahun 2000-an, ia masuk rehabilitasi di Bogor. Meski sempat menolak tinggal, tapi, berkat bujukan sang teman, Adam berhasil menyelesaikan kelas dan bebas dari jeratan heroin. Satu hal lain yang membuatnya mantap meninggalkan candu narkoba, yakni kepergian temannya.

“Dia juga pakai seperti saya, dan sudah lebih dulu menghadap yang kuasa. Saya seharusnya berterima kasih sama dia.”

Tak mau lepas tangan setelah pulih, kini Adam balik membantu para kesembuhan para pecandu di tempat rehabilitasi tersebut. Ia kemudian menunjukkan ruang-ruang yang digunakan untuk rehabilitasi pecandu di sana. Ada dua sisi yang bisa dibedakan di pusat rehabilitasi tersebut.

Beberapa pecandu berusia sekitar 20-an melewati kami dan berpamitan pada Adam, yang dipanggil “om” oleh mereka. Air mukanya segar, berbeda jauh dengan gambaran pecandu yang selama ini ada di benak saya.

“Di televisi suka hiperbolik memang. Paling-paling, detoks itu [membuat] jadi malas, tidur terus, tremor dikit-dikitlah,” katanya.

Detoks atau detoksifikasi yang dimaksud Adam adalah proses pembuangan racun di dalam tubuh. Dalam hal ini, tentu detoks dari racun dari narkoba. Sehari-hari, di tempat rehab ini, mereka akan masuk kelas-kelas pendewasaan diri sebagai salah satu pendekatan psikososial, selain menjalani detoksifikasi.

“Kami lebih banyak sharing, mendengarkan alasan-alasan mereka pakai karena apa. Baru pelan-pelan kita patahkan alasan-alasan tersebut,” papar Joyce Djaelani Gordon, psikolog pendamping dan pembina YAKITA.

Di ruang detoksifikasi ini, lazimnya orang menghabiskan waktu maksimal hingga dua minggu lamanya. Pengguna heroin, menurut Joyce, umumnya lebih lama memerlukan detoksifikasi ketimbang pengguna narkoba jenis lainnya.

Apa jenis narkoba yang mereka pakai? Menurut Joyce, mereka lebih banyak mengikuti tren yang sedang berkembang. Sebelum tahun 2000, yang booming adalah heroin. Sabu mulai populer setelah tahun 2000, dan menurutnya banyak pemakai heroin pada akhirnya juga beralih ke sabu.

Joyce menceritakan kesulitan yang dialami saat memandu pecandu yang sedang melewati proses detoksifikasi. Salah satunya adalah saat ia membina pecandu yang seringkali berprilaku kasar dan membanting barang. Sang pasien menganggap kedua orangtuanya tak berhak berlaku jahat dengan membuangnya ke rumah rehabilitasi.

Keadaan itu memburuk karena ketika keluar rehabilitasi, orangtuanya tak mampu membendung keinginan sang anak untuk kembali mengonsumsi narkoba. Akhirnya, pola rehabilitasi yang sama kembali berulang.

“Jadi, efek narkoba tidak datang tiba-tiba. Bergantung sifat juga, kalau dasarnya pemberontak, saat sakau dia akan marah-marah. Sebaliknya, yang pendiam lebih nurut dan tenang,” kata Joyce.

Efek Penarikan Narkoba

Di masa detoksifikasi, lazimnya para pecandu akan mengalami masa tidak enak badan, seperti flu. Badan penderita sakau akibat sabu, biasanya akan terasa kaku dan terkadang mengalami halusinasi. Pengguna heroin, menurut Joyce, akan merasa sakit di sendi-sendi, sakit perut, pusing, hidung berlendir, dan tremor.

“Nah, alkohol ini yang malah parah, selain tremor, suka meracau, kesulitan tidur, halusinasi, marah-marah, mereka juga harus dibantu obat dokter untuk nuruninnya.”

Seperti ditulis WebMD, penarikan alkohol atau narkoba akan berdampak pada fisik dan emosional individu.

Gejala penarikan disebabkan penurunan jumlah alkohol atau narkoba dalam darah seseorang yang sudah terbiasa menggunakannya dalam jangka waktu berkepanjangan, tapi berhenti tiba-tiba.

Pada alkohol, gejala penarikan memakan waktu 4-12 jam lamanya setelah berhenti minum dan bisa berlangsung hingga beberapa hari. Gejala penarikan ringan meliputi gelisah, mual atau muntah, limbung, berkeringat, dan tegang. Pada tingkat yang parah, penderita sakau bisa menjadi sangat bingung, gelisah, atau kesal, halusinasi, tremor, kejang, dan kematian.

Gejala penarikan pada obat-obatan tanpa resep dokter atau narkoba bervariasi. Bergantung jenis obat dan kombinasinya. Gejala penarikan umum meliputi sakit perut, mual dan muntah, berkeringat, gemetar, gugup, kejang, dan kematian.

Baca juga: Jennifer Dunn, Hidup Selebritas, dan Candu Narkoba

Infografik Candu Narkoba

Pada sabu, ketika mengonsumsi, seseorang dapat merasakan efek “naik” beberapa menit hingga 20 menit setelahnya. Biasanya, saat berada dalam kondisi ini, orang akan merasa memiliki banyak energi, sebab sabu mendorong hormon dopamin menjadi 1.000 kali lipat melebihi batas wajar.

Jumlah ini cukup tinggi jika dibandingkan tingkat dopamin yang dipicu oleh narkoba atau kegiatan lainnya. Efek fisik bisa meliputi pupil melebar, peningkatan denyut jantung dan napas, berkurangnya nafsu makan, dan dorongan seks meningkat.

Efek tersebut bisa berlangsung antara 4-12 jam. Setelahnya, akan muncul efek sebaliknya, antara lain berkurangnya konsentrasi secara drastis, sakit kepala, depresi hingga kelelahan. Lalu penglihatan kabur, merasa lapar, mudah tersinggung, memiliki gejala psikotik ringan seperti paranoia dan halusinasi, dan lelah. Reaksi balik ini akan berlangsung sampai 24 jam.

Saat kondisi tersebut muncul, umumnya pengguna akan merasa kecanduan dan kembali menggunakan sabu dalam dosis yang lebih tinggi agar bisa merasa normal. Dosis tinggi akan membuat pecandu merasa gelisah dan agresif.

Hal ini disebabkan oleh pelepasan bahan kimia pada otak yang disebut noradrenalin, yang menyebabkan respons agresif. Lama kelamaan, dosis sabu akan terus dinaikkan oleh pengguna sampai tingkat overdosis. Overdosis bisa menyebabkan stroke, kejang, hingga gagal jantung.

Joyce mengatakan biasanya perlu waktu setidaknya 6-8 bulan rehab untuk mendewasakan pecandu. Juga membuat mereka memiliki tanggung jawab agar tak mengulangi perbuatannya. Selanjutnya, tinggal tugas keluarga untuk bersikap tegas serta memutus hubungan yang bisa membikin kambuh setelah keluar dari rehabilitasi.

Di akhir perbincangan, Joyce menutupnya dengan menganalogikan adiksi seperti diabetes. Tak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan. Tak lupa, ia menekankan bahwa salah satu faktor penting pengendalian pecandu adalah peran lingkungan sekitar.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani