Menuju konten utama

Saat Satpol PP Hadapi Penghuni Rumah Semi Permanen Kalijodo

Bangunan semi permanen di dekat RPTRA Kalijodo sempat menghilang. Tapi setelah Ahok tumbang di Pilkada DKI Jakarta, bangunan itu kembali menjamur.

Saat Satpol PP Hadapi Penghuni Rumah Semi Permanen Kalijodo
Warga kembali tinggal di kawasan kolong tol Pluit-Tomang, yang berada di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kolong Tol Pluit-Tomang dipenuhi puluhan bangunan semi permanen. Tepatnya di Jalan Kepanduan I, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi DKI Jakarta, Jupan Royter meradang. Lalu Jupan mengumpulkan seluruh anggotanya yang bertugas di wilayah Jakarta Utara.

“Jakarta Utara lakukan shock teraphy, kerahin mobilmu di situ. Kita bukan mau melakukan penertiban. Biar mereka bongkar sendiri, tegur saja!” perintah kepada anak buahnya itu dituturkan ulang oleh Jupan pada Tirto di Balaikota DKI Jakarta, Selasa (6/6/2017).

“Kami ingin tunjukkan jangan Plt. Gubernur (Djarot Saiful Hidayat) dianggap lemah,” imbuhnya.

Keesokan harinya, Jumat (2/6/2017) sekitar pukul 14.00 WIB, sebanyak 500 personil Satpol PP tiba di Jalan Kepanduan I. Turun dari mobil, mereka langsung membentuk barisan. Datang tanpa membawa pentungan, helm, maupun tameng mereka disiagakan oleh Wakil Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Hidayatullah.

Sekitar 10 menit kemudian, Hidayatullah melihat beberapa orang keluar dari gang yang berisi bangunan-bangunan semi permanen. Sambil membawa golok, mereka menanti Satpol PP mendekat. Hidayatullah langsung memerintahkan menarik seluruh pasukannya untuk kembali. Pasukan digiring ke Kantor Kecamatan Penjaringan, jaraknya sekitar 2 kilometer.

“Ajudan saya bilang, situasi tidak kondusif di Kalijodo, personel sudah ditarik,” kata Jupan.

Saat itu Jupan berada di dalam mobil. Dia berangkat belakangan dan sempat terjebak macet. Saat pasukan ditarik, Jupan belum tiba di lokasi, tetapi sudah dekat, sekitar 100 meter dari lokasi, sehingga dapat melihat penarikan petugas Satpol PP dari kaca jendela mobil.

Jupan turun dari mobilnya di Jalan Kepanduan I. Bersama empat orang anak buahnya, dia langsung masuk ke salah satu gang bangunan semi permanen di Kolong Tol Pluit-Tomang. Saat Jupen berbincang dengan warga, Jamaluddin alias Daeng Jamal datang mengendarai sepeda motor. Daeng Jamal saat ini menjadi pengelola keamanan RPTRA Kalijodo.

Selain itu, Abdul Kadir juga mendatangi Jupan. Abdul Kadir dulu merupakan Wakil Ketua RW 05 yang kini tanahnya sudah diratakan dan dibangun RPTRA Kalijodo. Sedangkan beberapa orang lainnya turut berkerumun, mereka membawa golok, linggis, dan gergaji. Di salah satu meja dekat Jupan, ia melihat palu. Jupan tak berpikiran negatif, dia anggap warga lagi sibuk membangun rumah dengan alat-alat itu.

Jupan kemudian menjelaskan maksud kedatangannya bukan untuk melakukan penggusuran. Maka dari itu Satpol PP dikerahkan tanpa bantuan TNI dan Polri. Namun Jupan menegaskan, bangunan yang didirikan warga di Kolong Tol Pluit-Tomang telah menyalahi aturan. Dia meminta agar warga melakukan pembongkaran sendiri.

“Kami taruhannya nyawa, saya bilang anggota saya sudah ditarik mundur, saya enggak takut. Kalau Bapak Daeng Jamal mengatasnamakan melindungi warga, saya juga mau melindungi warga. Saya datang ingin tahu seperti apa kondisinya,” ujarnya.

Menurut Jupan, langkah tersebut dia ambil sebagai peringatan kepada warga yang mendirikan bangunan semi permanen. Sehingga pada, Senin (5/6/2017) dia bisa menjelaskan seperti apa kondisi warga dalam rapat yang digelar Camat Penjaringan, Muhammad Andri. Tapi warga sudah keburu menganggap kedatangan Satpol PP untuk melakukan penggusuran.

Setelah Ahok Tumbang

Ada sekitar 3.882 orang yang menempati lahan seluas 1,5 hektar yang kemudian digusur pada (29/2/1017) silam. Seluruhnya terdiri dari 9 RT yang tergabung dalam RW05. Kawasan di dekat Kali Angke itu kini dibangun RPTRA Kalijodo.

Hanya berjarak sekitar 100 meter dari RPTRA Kalijodo, ada pula bangunan semi permanen yang dibangun warga di bawah kolong Tol Pluit-Tomang. Lahan tersebut milik PT Jasa Marga.

“Setelah penertiban Kalijodo, Kolong Tol (Pluit-Tomang) ditertibkan 2 hari kemudian,” kata Jupan.

Tapi warga mendirikan bangunan kembali di Kolong Tol itu. Jupan mencatat jumlah bangunan yang didirikan warga sebanyak 161 bangunan. Hingga usai Pilkada DKI Jakarta Putaran pertama, Sekitar tanggal (15/2/2017), Walikota Jakarta Utara, Wahyu Haryadi meminta bantuan ke Polres Jakarta Utara untuk melakukan penertiban Kolong Tol. Lantas Polres berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya. Selain itu, Walikota Jakarta Utara juga meminta bantuan pada Satpol PP DKI Jakarta dan Kodam Jaya.

Ada berbagai alasan agar penertiban Kolong Tol segera dilakukan. Beberapa di antaranya ialah menjamurnya premanisme, parkir liar, dan kawasan remang-remang. Tapi penertiban akhirnya ditunda.

“Polda minta tahan, akan dilakukan setelah Pilkada putaran kedua. Sepakatlah karena mau menjelang Pilkada, (maka) diundur,” tuturnya.

Tapi sekitar seminggu kemudian, bangunan semi permanen di Kolong Tol sudah bersih. Tak ada lagi orang yang tinggal di situ. Kala itu Jupan kaget.

“Enggak ada yang kecolongan,” lanjut Jupan saat ditanya apa pihaknya kecolongan atas munculnya bangunan semi permanen kembali, “Karena tanggung jawab ketertiban itu bukan hanya pemerintah dan aparat, RT, RW, dan warga setempat juga punya tanggung jawab. Tanggung jawab ketenteraman dan ketertiban tanggung jawab kita bersama.”

Meski begitu, selepas pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta, sekitar tanggal (19/4/2017), pasangan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, dinyatakan kalah melawan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Warga mulai bikin bangunan semi permanen lagi di Kolong Tol. Jupan tak tahu apa yang melatarbelakangi hal itu terjadi. Akhirnya dia mengutus anak buahnya untuk mencari tahu.

Ternyata ada seorang pejabat yang mendatangi warga Kolong Tol sebelum Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Pejabat tersebut mengungkapkan, “Sementara bongkar dulu, nanti kalau Pak Ahok kalah bangun saja sendiri lagi,” kata Jupan menirukan penuturan salah satu warga.

Jupan mendapatkan rekaman pernyataan warga yang mengisahkan omongan pejabat DKI itu. Lalu Jupan menyerahkan rekaman tersebut ke Djarot yang sudah menjadi pengganti Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

“Gila juga ini pejabat. Hebat, kan? Itu, kan, gaya mafia. Saya, sih, senang enggak kerja Satpol PP, tapi itu, kan, kurang ajar main-main ciptakan kondisi. Itu akan membebani pemerintahan selanjutnya,” tegasnya.

Minggu Depan Akan Digusur

Camat Penjaringan, Muhammad Andri menegaskan saat ini ada lahan sepanjang 800 meter dan lebarnya sekitar 60 meter, ditempati warga dengan mendirikan bangunan semi permanen. Rencananya minggu depan, wilayah di bawah kolong tol itu akan digusur. Selain Satpol PP, penertiban akan dilakukan dengan bantuan aparat TNI dan Polri.

“Kemungkinan akan minggu depan, pokoknya sebelum lebaran ditertibkan,” kata Andri saat berbincang dengan Tirto, Jakarta, Selasa (6/6/2017).

Andri menjelaskan, di kolong tol tersebut terdapat 16 bangunan yang dipergunakan untuk warung. Sebagian warung masih dalam proses pembangunan. Selain minuman keras, warung juga dijadikan tempat oleh pekerja seks komersial.

“Mereka buruh, pedagang, ada juga yang pengusaha. Pengusaha kafe-kafe. Itu yang punya kafe, kan, enggak tinggal di situ. Dia cuma mendirikan saja,” ujarnya.

"Sudah, kita sudah persuasif, pendekatan untuk alih profesi. Kita urusin, mereka juga enggak mau. Beberapa waktu lalu waktu penggusuran mereka, kan, ditawari rusun, tapi mereka menolak. Itu kebanyakan pengontrak mereka. Itu juga digunakan untuk kafe-kafe, usaha ilegal," sambung Andri.

Orang-orang yang tinggal di situ sebagian merupakan warga korban gusuran Kalijodo. Karena mereka ditimpa kesulitan ekonomi saat tinggal di Rusunawa Marunda, warga tersebut kembali ke Kalijodo untuk tinggal di kolong tol. Sebagian lainnya ialah warga yang dulunya tinggal di Kalijodo namun hanya mengontrak rumah. Maka dari itu mereka tidak mendapatkan hak untuk tinggal di Rusunawa. Selain itu, ada juga warga pendatang baru.

Bagi Andri, warga yang tinggal di situ hidup dalam lingkungan yang tak sehat. Selain itu keberadaan mereka rentan mengganggu aktivitas tol, misalnya jika tiba-tiba terjadi kebakaran.

“Kami sudah persuasif, pendekatan untuk alih profesi. Kita urusin, mereka juga enggak mau,” ungkapnya.

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher & Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Zen RS