Menuju konten utama

Saat Pose Jari Jaksa & Hakim Dianggap Politis, Bagaimana Aturannya?

Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung menyatakan foto yang tersebar bukan bagian dari kampanye.

Saat Pose Jari Jaksa & Hakim Dianggap Politis, Bagaimana Aturannya?
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. FOTO/Mahkamah Agung

tirto.id - Aparat penegak hukum menjadi sorotan usai tersebarnya foto tiga jaksa bersama Juru Kampanye Nasional BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ahmad Dhani. Salah satu jaksa bahkan berpose dengan dua jari bersama musisi Dewa tersebut.

Kejaksaan Agung mengklaim sudah mengklarifikasi foto jaksa yang sedang berdinas di Surabaya, Jawa Timur. Kapuspenkum Kejagung, Mukri mengatakan hasil pemeriksaan menunjukkan mereka tidak berniat menunjukkan dukungan politik.

"Intinya tidak punya maksud apa-apa. Hanya spontan saja karena dia nge-fans sama Ahmad Dhani," kata Mukri kepada reporter Tirto, Kamis (14/2/2019).

Mukri menegaskan jaksa tidak boleh berpolitik sebagaimana diatur Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Jaksa harus netral dalam penyelenggaraan pemilu.

Tak hanya jaksa, beredar pula foto sembilan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenakan toga merah. Dalam foto yang beredar terlihat sebagian hakim berpose dengan dua jari.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah mengatakan foto yang beredar diambil tiga bulan lalu saat salah satu hakim dimutasi ke Bengkulu. Menurut Abdullah, para hakim dalam foto tersebut tidak melanggar Surat Edaran Nomor 2 tahun 2019 tentang Larangan Hakim Berpolitik.

"Itu tidak termasuk [pelanggaran] karena bukan itu maksudnya," kata Abdullah kepada reporter Tirto.

Bawaslu Ingatkan ASN

Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan Peraturan Bawaslu Nomor 28 Tahun 2018 tentang pengawasan kampanye tidak detail menjelaskan tentang larangan pose menggunakan satu atau dua jari saat berfoto.

Namun, hal itu berpotensi menjadi pelanggaran bila dilakukan ASN seperti jaksa dan hakim, apalagi pose itu merujuk pada salah satu paslon dalam Pilpres 2019.

"Merujuk aturan kampanye yang jelas melanggar kalau itu ditunjukkan oleh ASN, menunjukkan keberpihakan. Jadi yang enggak boleh itu ASN," kata Fritz saat dihubungi reporter Tirto.

Menurut Fritz, Pasal 282 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah menjelaskan tentang larangan yang tak boleh dilakukan ASN. Selain itu, Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Bahkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), yang dikeluarkan pada 27 Desember 2017, lebih detil mengatur masalah ini. Misalnya seorang PNS dilarang menandai suka (like) dan tak suka (dislike), mengomentari, apalagi menyebarkan pesan kampanye di media sosial.

"Jadi masing-masing lembaga juga telah mengeluarkan aturan bahwa pegawainya harus netral. Ya itu sudah jelas ya," kata dia.

Sementara itu, peneliti dari Indonesia Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar mengatakan hakim dan jaksa terikat dengan etik maupun sumpah jabatan. Meski masing-masing lembaga sudah menyatakan foto yang tersebar bukan bagian dari kampanye, tapi mereka yang ada di dalam foto tetap harus ditegur.

"Menurut saya harus ada teguran terhadap mereka, bahkan jika pun kesimpulannya itu adalah bagian dari ekspresi mereka," kata Erwin kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher & Bayu Septianto
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Gilang Ramadhan