Menuju konten utama

Saat Pengerukan Waduk Pluit Malah Timbulkan Bau Tak Sedap

Aromo tak sedap muncul saat pengerukan disebabkan oleh sedimen di dasar waduk yang bercampur sampah sisa rumah tangga.

Saat Pengerukan Waduk Pluit Malah Timbulkan Bau Tak Sedap
Petugas Pemprov DKI Jakarta melakukan pengerukan lumpur di Waduk Pluit, Jakarta, Selasa (11/6/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

tirto.id - Matahari belum gagah betul, saat Tisna (52) sibuk membenahi barang dagangan sembari melayani satu-dua pelanggan yang berdatangan.

Aktivitas Tisna seolah tidak terganggu dengan pengerukan Waduk Pluit yang sedang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, padahal semilir angin turut membawa aroma tak sedap dari waduk tersebut.

"Aromanya seperti sampah basah. Munculnya kalau [Waduk Pluit] sedang dikeruk dan anginnya mengarah ke sini saja," ujar Tisna kepada reporter Tirto di lokasi, Rabu (12/6/2019).

Meski aroma tak sedap kadang muncul, toh pelanggan Tisna tak pada pergi. Ia mengatakan jumlah pembeli di warungnya masih stabil, walau tidak terlalu ramai.

Tisna hanya berharap Pemprov DKI Jakarta menambah fasilitas seperti wahana rekreasi air di waduk tersebut supaya banyak pengunjung yang datang.

"Tapi kayaknya, sih, tidak mungkin sekarang [hal itu terwujud]. Soalnya lihat saja sendiri, waduknya masih begitu, kotor dan banyak lumpur," ujar Tisna.

Berdasarkan pantauan reporter Tirto, tumpukan lumpur terlihat seperti area persawahan. Empat ekskavator amfibi dari Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta terlihat berjibaku mengeruk waduk.

Arya Abdullah (29), salah satu pedagang yang berada di sisi utara Waduk Pluit justru mengaku tak mencium aroma apapun. Ia tahu belakangan ini persoalan bau Waduk Pluit ramai diperbincangkan di media sosial.

"Saya pikir itu ramai bau-bau, bau mayit yang kemarin. Enggak tahunya karena pengerukan," ujarnya.

Arya tidak menghirup aroma tak sedap lantaran sisi waduk tempatnya berjualan kondisinya sudah membaik ketimbang sisi yang lain.

"Di sini airnya sudah mulai banyak. Lumpurnya sedikit," ujarnya.

Dari pantauan reporter Tirto, memang pada sisi tersebut kondisi waduk tampak seperti umumnya. Nyaris tak terlihat tumpukan lumpur seperti persawahan, sebagaimana yang terlihat pada sisi lainnya.

Aroma tak sedap yang timbul dari Waduk Pluit justru lebih dirasakan Faber Manurung (37). Petugas Dinas SDA Bidang Aliran Tengah itu bertugas mengoperasikan ekskavator amfibi yang mengeruk waduk.

"Soal bau, saya dan kawan-kawan yang paling merasakannya. Saya, kan, yang bekerja mengeruk ini, yang paling pertama mencium aroma tak enaknya," ujar Faber.

Faber bekerja selama delapan jam dalam sehari mengeruk lumpur di Waduk Pluit. Ia mengatakan lumpur tersebut sulit dipindahkan lantaran bentuknya yang cair. Selain itu, tambah dia, volume lumpur sangat tebal dan banyak sampah plastik sisa rumah tangga.

"Kalau mau tak bau, harusnya kita jangan buang sampah lah ke waduk ini," pinta dia.

Endapan Sampah Penyebab Bau

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih menjelaskan aroma tak sedap yang muncul saat aktivitas pendangkalan Waduk Pluit disebabkan sedimen di dasar waduk.

"Karena merupakan residu penguraian limbah dan sampah organik selama bertahun-tahun," ujar Waruh kepada reporter Tirto, Rabu (12/6/2019).

Warih mengklaim sudah menerjunkan lebih banyak ekskavator untuk mempercepat pengerukan, sekaligus mempersingkat waktu gangguan bau terhadap masyarakat sekitar.

"Saat ini sedang dilakukan maintenance dredging untuk mengurangi sedimen sekaligus sumber bau di Waduk Pluit," ujarnya.

Kepala Seksi Pemeliharaan Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Ika Agustin Ningrum menambahkan saat ini terdapat 13 unit ekskavator amfibi yang dikerahkan untuk memaksimalkan pengerukan sedimen di Waduk Pluit.

"Adapun metode pengerukan sedimen dilakukan dengan cara mengeruk secara estafet menuju pinggir waduk untuk selanjutnya diangkat maupun dibentuk menjadi tanggul," ujar Ika di Jakarta, Rabu (12/6/2019).

Menurut Ika, pengerukan sedimen dilakukan agar Waduk Pluit dapat menampung air hingga berada pada ketinggian maksimal 3 meter atau Top Water Level.

Berkenaan dengan itu, 10 pompa air juga dikerahkan agar Waduk Pluit terus bekerja mengalirkan air ke laut dan menjaga permukaan air waduk di bawah 1,9 meter dari ketinggian normal.

"Sehingga tinggi muka air dikondisikan dalam kondisi surut sebagai upaya persiapan musim hujan," pungkasnya.

Berpotensi Jadi Wahana Air

Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Yusmada Faizal tidak menutup kemungkinan Waduk Pluit akan dibuat seperti Danau Sunter yang memiliki wahana wisata air. Namun dengan catatan jika persoalan kebersihan di sana sudah dapat dikendalikan.

"Ke depan mestinya [Waduk Pluit] bisa dipakai untuk wisata air, manakala program Jakarta Sewerage System Zona 1 selesai dilaksanakan," ujar Yusmada kepada reporter Tirto, Rabu (12/6/2019).

Saat ini, Waduk Pluit sulit dijadikan tempat wisata lantaran berfungsi sebagai pengendali banjir yang muka airnya perlu diatur. Selain itu, kualitas airnya pun masih perlu diolah.

"Sumbernya dari kali dan limbah rumah tangga," ujarnya.

Berbeda dengan Danau Sunter, yang menurutnya merupakan danau retensi dan memiliki sumber mata air. Sehingga kualitas air Danau Sunter baik dan memungkinkan jadi wisata olahraga air.

Baca juga artikel terkait WADUK PLUIT atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan