Menuju konten utama

RUU Jabatan Hakim Diharapkan Dapat Untungkan Penegak Hukum

Calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi Marsidin Nawawi mengharapkan RUU Jabatan Hakim yang kini tengah digodok di Dewan Perwakilan Rakyat bisa menguntungkan penegakan hukum di Indonesia. RUU Jabatan Hakim yang saat ini digodok di DPR, semakin didesak untuk dirampungkan demi membenahi wajah peradilan Indonesia yang sudah beberapa kali tercoreng karena adanya kasus suap yang melibatkan hakim Tindak Pidana Korupsi.

RUU Jabatan Hakim Diharapkan Dapat Untungkan Penegak Hukum
Komisi Yudisial. Tirto/Andrey Gromico

tirto.id - Calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi Marsidin Nawawi mengharapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim yang kini tengah digodok di Dewan Perwakilan Rakyat bisa menguntungkan penegakan hukum di Indonesia.

"Dalam RUU Jabatan Hakim, mudah-mudahan masuk segala hal yang menguntungkan penegakan hukum, membersihkan peradilan dan memberantas korupsi pada khususnya," ujar Marsidin saat dihubungi di Jakarta, Jumat (24/6/2016) malam.

Marsidin juga melihat tidak ada masalah jika lewat RUU tersebut ada peningkatan wewenang pengawasan Komisi Yudisial (KY) yang berakibat rekomendasi yang diterbitkan oleh Komisi Yudisial hasil dari pengawasannya bersifat mengikat.

"Tidak masalah, masukan saja ke RUU rekomendasi KY bersifat mengikat, karena memang mereka diamanatkan oleh negara untuk mengawasi, ya jadi tidak ada masalah bagi saya," ujar dia.

RUU tersebut, menurut Hakim Ad Hoc Tipikor Bandung itu, akan lebih baik juga jika disertai dengan proses perekrutan hakim dari tingkat pertama hingga agung juga dilakukan oleh KY seperti proses seleksi calon hakim agung yang telah dilaksanakan.

"Menurut saya, UU ini harus kita manfaatkan dengan baik, karena yang namanya lembaga peradilan itu harus bersih sehingga bisa membersihkan Indonesia, harus ada tindakan nyata untuk itu, karena tanpa regulasi akan sulit melakukan itu," tutur dia.

RUU Jabatan Hakim yang saat ini digodok di DPR, semakin didesak untuk dirampungkan demi membenahi wajah peradilan Indonesia yang sudah beberapa kali tercoreng karena adanya kasus suap yang melibatkan hakim Tindak Pidana Korupsi.

Yang terbaru adalah kasus dua hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu Janner Purba dan Toton karena diduga menerima suap Rp 650 juta untuk mengubah putusan sidang dugaan korupsi penyalahgunaan dewan pembinaan RSUD Bengkulu tahun 2011.

Di samping mereka ada lima hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang terjerat kasus serupa dan sempat diamankan KPK dalam tiga tahun terakhir. Mereka adalah Hakim Pengadilan Tipikor Semarang Kartini Julianna Mandalena Marpaung yang ditangkap bersama Heru Subandono yang juga berprofesi sebagai hakim di Pengadilan Tipikor Pontianak.

Lalu, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Pragsono yang ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan hakim ad hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah Asmadinata. Serta hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Ramlan Comel yang sama-sama terjerat pidana korupsi karena menerima suap.

Sebelumnya, Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi mengatakan, pihaknya melihat ada keselarasan antara RUU Jabatan Hakim itu dengan KY, terutama terkait wewenang eksekutorial yang diberikan kepada lembaga tersebut.

"RUU itu ditujukan bagi sebesar-besarnya kemanfaatan kepada profesi hakim, sekaligus untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pengelolaan profesi ini atas konsekuensi status pejabat negaranya," kata Farid, Kamis (26/5/2016).

Baca juga artikel terkait HUKUM

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora