tirto.id - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya, merespons perubahan nama RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) menjadi RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang diajukan oleh pemerintah ke DPR RI beberapa waktu lalu. Willy menilai tak ada peraturan yang dilanggar terkait perubahan nama selama tidak mengubah substansi.
"Enggak ada perubahan dalam substansi, jadi tidak melanggar aturan. Dalam kajian akademisnya itu kan berhak diubah oleh si pengusul," kata Willy saat dihubungi wartawan Tirto, Jumat (14/2/2020).
Awalnya, salah satu RUU dalam Omnibus Law tersebut bernama RUU Cipta Lapangan Kerja dan masuk menjadi salah satu dari 50 RUU Prolegnas Prioritas 2020. Serikat buruh dan masyarakat sipil kerap memberikan akronim menjadi RUU Cilaka.
Namun, saat penyerahan Naskah Akademik dan draf RUU, namanya berubah menjadi RUU Cipta Kerja. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Ketua DPR RI Puan Maharani berharap nama itu tidak dipleset-plesetkan lagi.
Tak hanya RUU Cipta Kerja, menurut Willy ada satu lagi RUU yang berubah nama saat masuk prolegnas dan saat penyerahan draf RUU oleh pemerintah.
"Satu lagi tentang RUU Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila, di draf jadi RUU Haluan Ideologi Pancasila saja. Itu diubah juga namanya. Diubah oleh si pengusul saat pengerahan draf ke DPR," katanya.
Oleh karena itu, kata Willy, perubahan nama RUU tak harus melalui kesepakatan saat sudah memasuki pembahasan antara pemerintah dengan DPR RI.
Politikus Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu juga menilai perubahan nama RUU saat sebelum dan sesudahan penyerahan draf juga pernah terjadi di periode sebelumnya.
"Di periode sebelumnya juga ada tentang MD3 juga. Awalnya RUU Perubahan tentang MD3, terus diubah aja langsung MD3," kata Willy.
Jadi, ditegaskannya perubahan nama ini bukanlah hal baru dan tak melanggar aturan.
"Karena domain besarnya setelah diperiksa tidak lari. Yang penting jangan ganti judul tapi substansinya ke mana-mana," pungkasnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto