tirto.id - Tinggi badannya hanya 160 cm. Maka itu kawan-kawannya di sekolah mengejeknya saat ia bercita-cita menjadi tentara. Rudini namanya. Ia dibesarkan pada masa perang dan sempat sekolah di Algemene Middelsbare School (AMS) Malang bagian B.
Setelah tamat sekolah, seperti dicatat Tempo (28/01/1989), Rudini mencoba masuk Akademi Militer pada tahun 1951. Namun, saat itu TNI sedang tak menjalankan pendidikan militer. Beruntung ada kesempatan bagi lulusan sekolah lanjutan seperti dirinya untuk belajar di Akademi Militer Breda, Belanda. Rudini pun diterima di akademi tersebut.
Tahun 1930-an, ada juga orang Indonesia yang postur tubuhnya terhitung pendek seperti Rudini, dan belajar di Akademi Militer Breda, yaitu Didi Kartasasmita. Kekurangan fisik itu tak menghalangi mereka untuk masuk korps infanteri. Maka sepulang dari Koninklijk Militaire Academie Breda, Rudini ditempatkan di Batalion Infanteri 718 di Malang sebagai komandan peleton.
Antara tahun 1959 hingga 1965, ia bertugas di Magelang sebagai instruktur di Akademi Militer Nasional (AMN). Setelah itu, Rudini dijadikan Wakil Komandan Batalion 401 Banteng Raider (bekas Batalion 454) di Srondol, Semarang. Setelah Soeharto menjadi presiden, Rudini masuk Kostrad sekitar tahun 1968. Dan pada 1970, ia dijadikan Kepala Staf Brigade Lintas Udara 18 Kostrad. Dua tahun kemudian Rudini jadi komandannya.
Selama di Kostrad, jabatan Rudini terus mananjak. Ia pernah menjadi Panglima Komando Tempur, Kepala Staf Kostrad, dan selanjutnya Pangkontrad. Saat bertugas di satuan pemukul itulah Rudini dikirim ke Timur Tengah selaku komandan Kontingen Garuda dalam misi perdamaiman PBB. Sebelumnya, ia juga pernah menjadi Panglima Kodam Merdeka di Sulawesi Utara.
Setelah menjadi Pangkostrad, Rudini diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Ia menanda generasi baru pasca angkatan 45.
”Saya adalah angkatan 45 terakhir [yang menjadi KSAD]. Rudini terhitung generasi penerus,” kata Poniman kepada Tempo (19/09/1989).
Ketika menjadi diangkat menjadi KSAD, pangkat Rudini adalah Mayor Jenderal. Hal ini oleh sebagian kalangan militer, khusunya Angkatan Darat, dianggap cukup mengejutkan. Menurut Atmadji Sumarkidjo dalam TB Silalahi Bercerita Tentang Pengalamannya (2008:32), saat Rudini jadi KSAD, masih terdapat sejumlah angkatan 45 lulusan Akademi Militer Yogyakarta seperti Soesilo Soedarman, Sayidiman, Himawan Sutanto, dan Wiyogo Atmodarminto yang dianggap lebih senior dan sudah berpangkat Letnan Jenderal.
Rudini adalah generasi peralihan. Setelah ia, giliran Try Sutrisno menjadi KSAD. Sementara Benny Moerdani dijadikan Panglima ABRI oleh Presiden daripada Soeharto.
Dalam sejarah Angkatan Darat, Rudini adalah satu-satunya lulusan Akademi Militer Breda yang pernah menjadi orang nomor satu di Angkatan Darat. Sementara di matra lain, ada Suryadi Suryadarma, lulusan Breda yang jadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU).
Sertifikat Tanah dan Ketua Umum Golkar
Saat menjabat sebagai KSAD, Rudini pernah menindak seorang perwira bawahannya yang ngobyek mengurusi sertifikat tanah dan sering berhubungan dengan Tien Soeharto. Si perwira melapor ke Tien Soeharto atas tindakan Rudini kepadanya. Isu miring pun beredar atas penindakannya kepada perwira yang dianggap ”orang baik” itu. Rudini pun meluruskan masalah tersebut. Bersama Direktur Jenderal Agraria, ia membawa sejumlah bukti, dan menemui Tien Soeharto untuk memberi penjelasan.
Sebelum bertemu Ibu Negara, terlebih dulu Rudini menghadap Presiden Soeharto. Kala itu Soeharto tersenyum saat Rudini bilang dia hendak melapor. Setelah Rudini memberi penjelasan kepada Soeharto tentang kasus perwira yang disangka ”orang baik” dan keterkaitannya soal sertifikat tanah palsu, Soeharto pun mempersilahkan Rudini menghadap istrinya.
”Lho, bagaimana saya sudah menghabiskan uang ratusan juta?” ujar Tien Soeharto setelah sadar sertifikat tanahnya palsu.
”Tidak apa-apa, Bu. Yang melakukan kesalahan ini adalah perwira Angkatan Darat. Maka saya bertanggungjawab. Saya mohon Ibu menyerahkan kembali sertifikat-sertifikat yang aspal itu kepada Dirjen Agraria dan ini yang asli. Selanjutnya menjadi urusan Angkatan Darat,” jawab Rudini seperti terdapat dalam buku Dari Soekarno Sampai SBY (2013:370).
Ketika Direktur Jenderal Agraria menjelaskan, Soeharto melintas sambil membawa cerutu. Setelahnya, Soeharto bertanya kepada Rudini, apa urusannya sudah selesai dan Rudini mengaku beres. Menurut Rudini, jika Soeharto sedang mengisap cerutu, apalagi jalan mondar-mandir di tempat taktala seseorang menghadap, itu pertanda ia sedang good mood. Jika sedang gembira, Soeharto suka memberi nasihat kepada pembantu-pembantu terdekatnya.
Ketika Rudini menjabat KSAD, wakilnya adalah Mayor Jenderal Try Sutrisno. Dan setelah April 1986, Try menggantikan Rudini menjadi KSAD. Rudini pensiun dari dinas militer pada usia 56 tahun. Dua tahun kemudian, yakni pada 1988, Rudini dikaryakan Orde Baru sebagai Menteri Dalam Negeri. Pada tahun yang sama, ia ditawari menjadi Ketua umum Golkar.
Saat itu, Sudharmono selaku Ketua Umum Golkar dipersiapkan untuk menjadi wakil presiden. Ia membawa pesan daripada Soeharto, bahwa Rudini diperintahkan untuk menjadi Ketua Umum Golkar. Rudini bukannya menerima tawaran, tetapi malah mencium bahaya. Rudini tak mau Soeharto salah langkah.
“Itu tidak baik, Pak,” koreksi Rudini kepada Sudharmono.
“Lho, kenapa?” tanya Sudharmono.
“Saya ini Mendagri merangkap Ketua LPU (Lembaga Pemilihan Umum) yang harus memimpin pemilihan umum yang pesertanya adalah Golkar, PPP (Partai Persatuan Pembangunan), dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Kalau saya Ketua Umum Golkar, berarti saya ini Ketua Umum Golkar yang sekaligus memimpin Pemilu. Ini kan tidak fair! Wong, saya peserta pemilu, masa saya juga yang memimpin pemilu. Sama saja saya memenangkan diri saya. Jadi, tidak baik, Pak,” terang Rudini seperti dicatat Tjipta Lesmana (2009:68).
Soeharto dan Sudharmono pun mengerti, sehingga kecelakaan sejarah yang bisa bikin Orde Baru terlihat konyol pun terhindarkan.
Akhirnya Mayor Jenderal Wahono yang menjadi Ketua Umum Golkar. Sementara Rudini terus menjadi Mendagri hingga 1993. Di masa berkembangnya Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Rudini ikut serta dalam organisasi yang dipimpin BJ Habibie itu. Setelah Seoharto lengser dan penyelenggaraan pemilihan umum terus diperbaiki, Rudini pernah menjadi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) antara 1999 hingga 2001.
Rudini wafat pada 21 Januari 2006, tepat hari ini 15 tahun lalu. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Editor: Irfan Teguh