tirto.id - Foto politikus PDI Perjuangan Erwin Moeslimin dengan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab menjadi viral di media sosial. Di dalam foto, Erwin tampak sedang duduk berbincang bersama Rizieq didampingi seorang pria bersurban dan gamis putih.
Sebelum Erwin, sejumlah politikus Tanah Air juga pernah menemui Rizieq. Mulai dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, politikus PAN Eggy Sudjana, Ketua Dewan Kehormatan DPP PAN Amien Rais, Ketua Majelis Syuro DPP PKS Salim Assegaf Aljufrie, Ketua DPP PKS Jazuli Juwaini, dan politikus DPD RI Fahira Idris.
Pertemuan mereka dengan Rizieq memunculkan satu pertanyaan: mengapa setelah setahun berselang tinggal di luar negeri, polisi tak juga membawa pulang Rizieq yang berstatus tersangka dan masuk daftar pencarian orang (DPO) kembali ke Tanah Air?
Ahli hukum pindana Universitas Muhammadiyah Chairul Huda menilai lambannya kepolisian membawa pulang Rizieq ke Tanah Air mencermikan lemahnya dalil hukum kepolisian menjadikan Rizieq sebagai tersangka. Hal ini karena menurut Chairul polisi belum menemukan siapa pelaku penyebar percakapan berkonten pornografi yang dituduhkan kepada Rizieq. Padahal ranah percakapan pribadi tidak dapat dipidana kecuali disebar oleh pelakunya sendiri.
“Tujuannya dari awal sudah tidak jelas. Bisa jadi memang (Rizieq) sengaja dibiarkan [polisi] di luar negeri,” kata Chairul kepada Tirto, Kamis (26/4).
Di sisi lain Chairul mengakui polisi tidak gampang menangkap Rizieq. Sebab ancaman hukuman dalam pasal yang dijeratkan kepada Rizieq paling lama hanya empat tahun kurungan penjara. Chairul mengatakan polisi hanya bisa menangkap tersangka yang kabur di luar negeri apabila si tersangka diancam pidana penjara di atas lima tahun. “Masa ancaman hukumannya kurang dari lima tahun, itu juga bukan kejahatan internasional. Polisi memang tidak bisa menjemput paksa,” ujar Chairul.
Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir meminta polisi menggelar perkara secara publik dalam kasus Rizieq. Tujuannya agar publik mengetahui apakah yang disangkakan kepada Rizieq memenuhi dalil hukum atau tidak. “Yang saya sarankan itu gelar perkara publik dulu seperti kasus Ahok. Jadi semuanya jelas. Kalau sekarang mau ditindak di luar negeri, urgensinya apa, pidananya saja masih diperdebatkan,” ujar Mudzakir.
Gelar publik pernah dilakukan polisi pada 2017 dalam kasus penodaan agama yang dilakukan mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Saat itu polisi melakukan gelar perkara dengan melibatkan Ombudsman, RI, Kejaksaan Agung, Komisi Kepolisian Nasional, dan Komisi III DPR serta pihak terlapor dan pelapor. “Seharusnya kalau polisi serius selesaikan kasus Rizieq, lakukan dulu yang seperti Ahok itu. Kalau tidak ya tentu sulit mau menyelesaikan kasus ini karena polisi bilang ada bukti, tapi terlapor punya argumen juga untuk membalasnya,” katanya.
Rizieq Shihab resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Mei 2017 dalam kasus chat berkonten pornografi dengan Firza Husein. Ia dijerat Undang-Undang No.44/2008 tentang Pornografi Pasal 4 ayat 1 Juncto Pasal 29 dan Pasal 6 Juncto Pasal 32 dan atau Pasal 9 Juncto Pasal 35 UU No 44. Pasal 4 ayat 1 UU No.44/2008 berbunyi: "Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi".
Sedangkan Pasal 6 UU itu berbunyi "Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan." Kemudian, Pasal 9 berbunyi: "Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi."
Berselang sekitar sebulan setelah penetapannya sebagai tersangka, tepatnya 26 April 2017, Rizieq pergi ke luar negeri dan belum kembali hingga kini. Lucunya, penyidik polri pada Agustus 2017 malah pernah menemui Rizieq di luar negeri. Meski sudah berstatus tersangka dan masuk DPO, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyampaikan, pemeriksaan Rizieq saat itu hanya sebagai saksi dan belum ada upaya membawa paksa Rizieq dari Tanah Suci.
Polri dan kepolisian Arab Saudi mempunyai perjanjian kerja sama pada 2017 lalu. Namun, kerjasama itu hanya menyangkut kejahatan terorisme dan pendanaannya, narkoba, pemalsuan uang, pencurian dan penyelundupan senjata, amunisi, bahan peledak dan perdagangan gelapnya, soal penyerangan terhadap orang, kehormatan, dan harta benda. Pornografi tidak ditangani karena bukan kejahatan lintas negara.
Dalam situs Interpol.int jenis kejahatan siber, penyebaran chat porno juga tidak diatur. Oleh sebab itu polri tak bisa meminta bantuan Interpol untuk menangkap Rizieq.
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Muhammad Akbar Wijaya