tirto.id - Muhammad Rizieq Shihab akan mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat, oleh Polda Metro Jaya. Hal itu disampaikan Sekretaris Bantuan Hukum DPP Front Pembela Islam (FPI), Aziz Yanuar.
Selain praperadilan, tim kuasa hukum Rizieq juga akan mengajukan penangguhan penahanan.
"(Kami akan lakukan) upaya praperadilan atas penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan HRS, serta permohonan penangguhan," ujar Aziz kepada Tirto, Minggu (13/12/2020).
Meski begitu, Aziz belum memastikan kapan permohonan praperadilan akan diajukan ke pengadilan.
Aziz menilai penetapan tersangka dan penahanan terhadap Rizieq sebagai diskriminasi. Ia juga menyebut hal itu sebagai upaya kriminalisasi terhadap ulama.
Diskriminasi yang dimaksud Aziz yakni tak ada proses hukum terhadap kasus kerumunan lain seperti kampanye calon kepala daerah di Solo dan Surabaya, pawai dan hiburan di Banyumas serta Banjarmasin.
Sementara Rizieq ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan massa yang ditimbulkan dari acara pernikahan putrinya dan Maulid Nabi pada 14 November lalu di Petamburan. Acara tersebut dinilai melanggar protokol kesehatan karena membuat ribuan orang berkumpul di satu tempat.
"Maulid yang dihadiri HRS dijadikan salah satu dasar penguat tuduhan tindak pidana. Ini sangat berbahaya karena maulid adalah salah satu tradisi keagamaan di Indonesia. Jika hal-hal terkait ini dipermasalahkan, akan sangat banyak yang dapat ditahan karena acara serupa banyak terjadi," jelas Aziz.
Dia juga mengingatkan bahwa penyelenggara acara telah membayar denda Rp50 juta sebagai sanksi melanggar protokol kesehatan saat pandemi COVID-19.
Selain itu, Aziz meminta kasus ini jangan menjadi pengaburan perkara kematian enam anggota Laskar FPI yang tewas ditembak polisi.
Rizieq memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan sebagai tersangka, Sabtu (12/12/2020). Usai dicecar 84 pertanyaan, Rizieq langsung ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya selama 20 hari ke depan. Dalam perkara ini, dijerat Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan