Menuju konten utama

Rivalitas Magnus Carlsen vs Fabio Caruana di Kejuaraan Catur Dunia

Amerika Serikat setengah mati mencari penerus Bobby Fischer di dunia catur. Apakah Fabio Caruana adalah orang yang tepat?

Rivalitas Magnus Carlsen vs Fabio Caruana di Kejuaraan Catur Dunia
Pecatur juara dunia bertahan asal Norwegia Magnus Carlsen, kiri, dan sang penantang Fabiano Caruana menghadiri konferensi pers di London, Inggris (8/11/18). AP Photo/Matt Dunham

tirto.id - Saat Bobby Fischer mengalahkan Boris Spassky dalam Kejuaraan Dunia Catur 1972 yang dianggap sebagai representasi Perang Dingin, dunia catur tak akan pernah sama lagi. Fischer, sang Grand Master asal Amerika Serikat itu juga melambungkan nama Reykjavík, Islandia, sebagai tempat pertandingan bersejarah tersebut. Ketika Fischer pindah ke Islandia dan meninggal dunia di Reykjavík pada 18 Januari 2018, Amerika Serikat setengah mati mencari penerus Fischer.

Dalam "Fischer vs Spassky", yang tayang di TheNew York Times, jurnalis Harold C. Schonberg pernah mengisahkan secara detail bagaimana Fischer mengalahkan Spassky. Kala itu, kekalahan Spassky sebenarnya melenceng dari prediksi. Alasannya sederhana: pecatur asal Uni Soviet tersebut selalu menang dalam lima pertemuan terakhir melawan Fischer.

Namun, dalam 21 pertandingan pada Kejuaraan Dunia Catur 1972 tersebut Spassky ternyata hanya mampu menang 3 kali (pada pertandingan 1,2 dan ke-11). Selebihnya, ia kalah 7 kali dan bermain imbang 11 kali. Fischer benar-benar membuat Spassky babak belur.

Yang luar biasa, pada pertandingan terakhirk Fischer bahkan menutup perlawanan Spassky dengan megah. Kala itu, Fischer membuka pertandingan dengan langkah Sicilian, yang sebelumnya tak pernah ia lakukan saat memainkan bidak hitam. Spassky kaget, membuat beberapa langkah buruk, berakhir dengan kekalahan, dan Fischer langsung dinobatkan sebagai juara dunia baru.

Harold mempunyai analisis menarik perkara kekalahan Spassky tersebut.

“Pola pikir Spassky dibanjiri dan dikuasai pola pikir Fischer. Aura Fischer menyelimutinya. Ketika aura Fischer berhasil menyelimuti lawan, hal-hal mengerikan akan terjadi. Pergerakan kombinasi berubah menjadi kesalahan. Pertukaran bidak menjadi kerugian. Ia terjebak dalam Zugwang (kondisi di mana pergerakan terbaik adalah tidak bergerak). Langkah pembuka yang sudah teruji berkembang menjadi kekurangan. Kesalahan dilakukan secara terang-terangan," ujar Harold.

Bagaimana sebenarnya aura Fischer pada saat itu? Menurut Harold, aura Fischer susah digambarkan secara nyata, tapi ada satu hal pasti di balik aura tersebut: itu adalah aura seorang pembunuh.

Fabiano Caruana dalam Bayang-Bayang Fischer

Sebagai pecatur asal Amerika, Fabiano Caruana tentu tak bisa menghindari suratan. Saat prestasinya terus melonjak, satu pertanyaan penting yang sudah tidak mempunyai jawaban melegakan selama bertahun-tahun pasti mulai berdengung di dalam kepalanya: Apakah dia adalah adalah penerus Bobby Fischer?

Caruana memang mengingatkan publik pada sosok Fischer. Caruana tumbuh di Brooklyn, New York, sama seperti Fischer. Menurut Gary Kasparov, dalam buku How Life Imitates Chess, Fischer adalah maniak catur. Ia adalah satu-satunya pecatur yang “mau menghabiskan waktunya di dekat jarum jam catur untuk mendorong catur ke sebuah tingkat yang sama sekali baru”. Begitu pula Caruana.

Sejak mengenal catur pada usia 5 tahun, bakat Caruana tak bisa dibantah. Bergabung dengan ekstrakurikuler catur dengan niatan memperbaiki konsentrasi yang bermasalah saat pelajaran sekolah, Caruana justru sering memenangkan turnamen catur yang ia ikuti. Tahu akan hal itu, orang tua Caruana lantas mendorongnya untuk melangkah lebih jauh. Meski sempat mendapatkan nasihat dari Kasparov karena memutuskan untuk menjadi seorang pecatur di usia sangat muda terlalu berisiko, keluarga Caruana kekeh dengan pilihannya itu.

Suatu waktu, seorang guru bernama Santina berkata kepada ibu Caruana, “Anda tidak bisa sekolah sekaligus mendalami catur.” Ibu Carauna menjawab enteng, “Oke, kami akan memilih catur.”

Diwartakan oleh The New York Times, Caruana dan keluarganya lantas pindah ke Eropa saat ia berusia 12 tahun. Tujuannya jelas: Caruana ingin mencari kesempatan agar bisa lebih sering bertanding dan berlatih. Setiap tahunnya, keluarga Caruana menganggarkan uang 50 ribu dolar untuk semua itu. Masa kecil Caruana pun dihabiskan hanya untuk bermain catur.

“Aku benar-benar tidak mempunyai teman. Aku hanya bermain catur sepanjang waktu,” kenang pecatur yang sempat membela Italia tersebut.

Usaha keluarga Caruana akhirnya membuahkan hasil. Caruana menjadi grandmaters saat usianya baru menginjak 14 tahun. Dan prestasi Caruana pun terus meroket sampai akhirnya ia akan mendapatkan tantangan paling berat sebagai seorang pecatur: Pada 8-23 November 2018 nanti, di London, Inggris, ia akan menantang Magnus Carlsen dalam Kejuaraan Dunia Catur 2018. Jika ia menang, ia akan menjadi pecatur Amerika pertama yang berhasil meraih gelar juara dunia setelah Fischer melakukannya pada 1972 silam.

Sekali lagi, Caruana memang mengingatkan publik pada sosok Bobby Fischer.

Kisah Caruana memang berbeda dengan Fischer. Dominasi pecatur Rusia saat ini tak sehebat di zaman Fischer dulu; mesin catur Rusia secara perlahan mulai runtuh. Namun, Magnus Carlsen, calon lawan Carauna, tentu bukan pecatur sembarangan. Ia adalah juara dunia termuda dalam sejarah catur. Sejak meraih gelar juara dunia pada tahun 2013 lalu, tempat Carlsen bahkan tak pernah tersentuh oleh pecatur lainya. Dan yang lebih mengerikan, menyoal catur, Carlsen justru sama tidak masuk akalnya dengan Fischer.

Dalam sebuah wawancara dengan TheGuardian pada 2016 lalu, Carlsen mengaku pernah menangis dan memukuli tembok setelah kalah melawan dirinya sendiri yang sudah diubah dalam sebuah aplikasi gim yang berjudul Play Magnus.

Pesona Magnus Carlsen

Dalam buku Grandmasters of Chess, Harold C. Schonberg pernah menulis, “Adalah Bobby Fischer yang, seorang diri, membuat dunia mengenal level tertinggi catur bisa sama kompetitifnya dengan sepakbola, sama mendebakarnnya dengan duel sampai mati, sama memuaskan secara estetis seperti karya seni, sama dengan tuntutan intelektual dalam aktivitas kehidupan manusia.”

Harold tidak salah -- Fischer membuat catur menjadi seperti itu. Namun, Magnus Carlsen jelas-jelas membuat level catur menjadi jauh lebih tinggi daripada sebelumnya.

Mendapatkan julukan “Mozart of Chess”, Carlsen pernah berjalan di atas catwalk bareng Liv Tyler untuk memamerkan koleksi G-Star. Selain itu, wajahnya yang tampan juga membuat Carlsen mendapatkan julukan tambahan: Matt Damon dari Skandinavia. Jika Anda sempat menilik situs pribadi Carlsen, ada tiga sponsor besar yang menopang karier pecatur asal Norwegia tersebut: Artic Securities, Simonsen Vogt Wiig, serta VG. Majalah gaya hidup GQ lantas menyebut menyebut “Magnus Carlsen adalah magnet yang sempurna untuk menarik generasi baru dalam olahraga catur”.

Carlsen mulai menyita perhatian saat ia baru berumur 13 tahun. Pada Maret 2004 lalu, dalam sebuah turnamen di Reykjavík, Carlsen yang belum mempunyai status grandmaster langsung bertemu Gary Kasparov di babak pertama. Kasparov kala itu adalah seorang juara dunia, sementara Magnus hanya berada di peringkat 700 dunia. Beda usia mereka 28 tahun, seperti bapak dan anak.

Carlsen kalah dalam pertandingan itu, tetapi ia sempat membuat Kasparov pusing di pertandingan pertama. Ia berhasil mengimbangi langkah-langkah Kasparov bahkan beberapa kali membuat pecatur Rusia-Armenia itu hati-hati dalam menggerakkan bidak. Alhasil, pertandingan pun berakhir imbang. Setelah itu, Magnus tak pernah luput dari perhatian Kasparov. Pecatur yang pensiun pada 2005 itu kemudian melatih Carlsen pada tahun 2009 hingga tahun 2010.

Di bawah asuhan Kasparov, Carlsen berubah dari seorang pecatur bergaya agresif menjadi lebih kalem. Ia menjadi positional player yang mengandalkan kreativitas dalam menggerakkan bidak dan jarang melakukan kesalahan.

Hebatnya, dilengkapi dengan kemampuan fisik yang prima dan ketenangan, kreativitasnya dalam menggerakkan bidak tersebut membuatnya punya kualitas yang paling ditakuti oleh lawan. Tyle Cowen, seorang pengamat catur, menyebut kualitas itu sebagai “nettlesomeness”, sebuah kreativitas langkah yang mampu menciptakan tekanan terhadap pemain lawan dan membuat mereka rentan dihajar oleh kesalahan.

“Dia [Magnus] seperti bermain untuk selamanya, dengan tenang, metodis dan, barangkali yang paling penting, tanpa rasa takut: melakukan hitung-hitungan luar biasa, dengan sangat sedikit kesalahan, dan melakukan perbandingan terbaik dari gerakan yang ‘terbaik’. Itu membuatnya menjadi monster dan membuat lawannya menjadi layu,” tulis Jon Speelman dalam buku Carlsen’s Endgame Magic, mengenai kualitas Magnus tersebut.

infografik kejuaraan dunia catur 2018

Kualitasnya itu kemudian mengantarkan Carlsen menjadi juara dunia catur paling muda saat ia mengalakan Viswanathan Anand, pecatur asal India pada, 2013 lalu. Saat itu usia Carlsen belum genap 23 tahun. Setelah itu, pecatur asal Norwegia itu berhasil mempertahankan gelar tersebut hingga sekarang: Anand kembali ia tekuk pada Kejuaraan Dunia Catur 2014 dan Sergey Karjakin ia kalahkan dalam Kejuaraan Dunia 2016 silam.

Bagaimana dengan Caruana?

Sebelum Kejuaraan Dunia 2018, Carlsen dan Caruana sudah bertanding sebanyak 33 kali. Carlsen menang 10 kali, Caruana menang 5 kali, dan pertandingan berakhir imbang 18 kali. Itu artinya, dalam Kejuaraan Dunia 2018 yang akan berlangsung dalam 12 pertandingan nanti, Magnus diunggulkan untuk mempertahankan gelarnya. Carlsen pun mantap dengan statusnya sebagai unggulan. Meski begitu, seorang wartawan sempat bertanya iseng apakah Carlsen merasa dirinya sebagai kuda hitam di Kejuaran Dunia Catur 2018 ini.

"Sudah lama sekali terakhir aku merasa sebagai kuda hitam. Kalau kamu berada di peringkat 1 dunia selama tujuh tahun, sudah memenangkan tiga kejuaran dunia berturut-turut, dan masih berpikir dirimu adalah kuda hitam, ya berarti ada yang salah," kata Carlsen santai.

Namun, Caruana jelas tak boleh dianggap remeh. Pecatur peringkat dua dunia tersebut tahu betul kelebihan dan kekurangan Magnus. “Faktor psikologis menjadi bagian petning,” tutur Caruana, dilansir dari TheGuardian. “Bagian dari kesuseksan Carlsen adalah ia mempunyai sikap psikologis yang stabil. Ia jarang terguncang dan ketika ia kalah, ia langsung bisa menyingkirkannya. Tentu saja,fakta bahwa ini adalah kejuaraan dunia keempat baginya akan menjadi keuntungan. Saya harus mempelajari dengan cepat, tapi aku lebih dari siap untuk menghadapi tantangan ini."

Baca juga artikel terkait MAGNUS CARLSEN atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nuran Wibisono