Menuju konten utama

Derrick Rose Kembali Berjaya di NBA setelah Cedera Lutut Tahunan?

Selama bermain di Chicago Bulls sejak 2008 hingga 2016, Derrick Rose absen dalam 257 pertandingan karena cedera.

Derrick Rose Kembali Berjaya di NBA setelah Cedera Lutut Tahunan?
Derrick Rose dalam pertandingan NBA antara Minessota Timberwolves melawan Utah Jazz (31/10/18). AP Photo/Jim Mone

tirto.id - Pada Kamis (1/11/18), Derrick Rose berhasil mencetak 50 angka saat Minnesota Timberwolves mengalahkan Utah Jazz dengan skor 128-125. Dilihat dari kacamata statistik, apa yang dilakukan Rose tersebut terlihat biasa. Tidak wah. Tidak hebat.

Pasalnya, dalam sejarah NBA, sudah ada ratusan pemain yang berhasil mencetak 50 angka atau lebih dalam satu pertandingan. Menurut Basketball Reference, Kobe Bryant melakukannya berulangkali. Mantan guard andalan Lakers tersebut pernah mencetak 58, 60, 61, 62, juga 81 angka. Untuk perkara yang sama, legenda hidup Chicago Bulls Michael Jordan tak kalah dari Black Mamba. Jordan pernah mencetak 59, 61, dan 64 angka, dengan rekor tertinggi mencapai 69 angka dalam satu pertandingan.

Wilt Chamberlain tentu tak boleh dilewatkan. Dialah yang terhebat. Bayangkan, mantan pemain Philadelphia Warrior tersebut pernah lima kali mencetak 70-an angka sepanjang karier profesionalnya. Pada 2 Maret 1962, Chamberlain bahkan pernah mencatatkan 100 angka, dua kali lipat dari yang dilakukan Rose. Hingga hari ini, rekor Chamberlain belum terpecahkan.

Namun, melihat perjalanan karier Rose sejauh ini, 50 angka yang sukses diraih Rose sangat melegakan dan menggembirakan. Alasannya, pertama, itu catatan angka terbaik Rose di sepanjang karier profesionalnya. Kedua, Rose bukan lagi pemain normal: dengkulnya yang ringkih sudah beberapa naik meja operasi. Ketiga, karena cederanya itu, karier Rose dianggap sudah tamat.

Tak heran jika Rose bersikap emosional setelah pertandingan tersebut. Di tengah hujan tepuk tangan para pendukung Timberwolves dan ucapan selamat yang diberikan Rose, ia menangis. Kali ini bukan karena rasa sakit di dengkul, melainkan lantaran kepercayaan yang terus diberikan orang kepadanya.

“Ini sangat berarti bagiku,” ujar Rose saat diwawancaraiFox Sport seusai pertandingan.

Lahir pada 4 Oktober 1988 di Englewood, sebuah kawasan di kota Chicago di mana nyawa terasa murah dan narkoba adalah cemilan, Rose diminta bergabung dengan Chicago Bulls untuk mengembalikan kejayaan klub legendaris asal Chicago itu. Suatu kali, saat Rose melakukan dunk persis di hadapan Goran Dragic, komentator pertandingan Chicago Bulls Stacey King spontan bereaksi: “Dragic, kau tahu siapa anak ini? Dia dari Chicago”.

Rose, yang berposisi sebagai point guard, sudah terlihat punya bakat jadi bintang sejak pertama kali mengenakan seragam Bulls pada 2008. Ia langsung mendapatkan kepercayaan penuh dari Tom Thibodeau, pelatih Chicago pada saat itu. Belum lama bergabung, Rose mampu mengemban tugasnya bak seorang pebasket veteran. Ia tampil gemilang dalam 81 pertandingan pada musim reguler dan berhasil membawa Bulls ke babak play-off. Walhasil, di musim itu, ia dinobatkan sebagai Rokiee of The Year.

“Ia sangat eksplosif, ia bisa membuat Anda tercengang dan terharu ketika melihatnya,” tulis Jason Concepcio tentang kehebatan Rosedi Grantland.

Dua tahun setelah musim perdana, tepatnya dalam gelaran NBA musim 2010-2011, Rose semakin menjadi-jadi. Ia rata-rata mencetak 25 angka dan mencatatkan 7,9 assist dalam satu pertandingan. Pada akhirnya, tim berlogo kepala banteng tersebut menang 62 kali sepanjang musim reguler dan menjadi yang terbaik di antara tim-tim NBA lainnya.

Infografik Derrick Rose

Padahal, Carlos Boozer dan Joachim Noah, dua pemain pendukung Rose, sempat menepi lama karena cedera. Boozer absen dalam 15 pertandingan, Noah absen dalam 31 pertandingan. Tak heran jika Rose kemudian dinobatkan sebagai peraih MVP reguler pada musim tersebut sekaligus menjadi peraih MVP paling muda di sepanjang sejarah NBA.

Yang menarik, gelar MVP yang diraih Rose sempat jadi bahan perdebatan. Meski mantan pemain-pemain hebat seperti Michael Jordan, Charles Barkley, hingga Doc Rivers sangat mendukung Rose, sejumlah pengamat NBA meragukan pantas tidaknya gelar tersebut diberikan kepada Rose. Salah satu yang menentang aalah pengamat NBA Neil Paine. Namun, seiring waktu, Panie sadar bahwa Rose memang pantas dapat gelar.

“Saya semakin menghargai Rose sebagai pebasket, sampai-sampai dia jadi salah satu pemain favorit yang selalu saya tonton dalam pertandingan,” tulis Panie pada tahun 2015 lalu, setelah ia mengamati permainan Rose secara saksama.

Sayangnya, kecemerlangan Rose mulai redup setelah sang bintang dihajar cedera bertubi-tubi. Pada April 2012, saat Chicago bermain melawan Philadelphia 76ers di babak play-off, Rose ambruk karena ACL dengkul sebelah kirinya robek. Dilansir dari Chicago Tribune, Rose lantas absen dalam 99 pertandingan (tak sekalipun ia tampil pada musim 2012-2013). Apesnya, setelah sempat kembali pada awal musim 2013-2014, Rose harus kembali naik ke meja operasi pada November 2013. Saat itu, giliran dengkul kanannya yang bermasalah: meniscus-nya robek. Rose pun terpaksa mangkir dari 76 pertandingan.

Dua cedera panjang itu membuat Rose kesulitan untuk menunjukkan kecakapannya. Daya ledaknya pun semakin jauh berkurang. Fisik dan mental Derrick Rose kian lemah.

Karena nilai kontrak Rose sangat tinggi, Bulls pun terpaksa melepas pemain andalannya itu pada 2016. Meski terus mengalami penurunan prestasi selepas kepergian Rose, Bulls dinilai sudah melakukan langkah yang tepat. Setidaknya, mereka berhasil mengurangi 30% beban gaji yang harus dibayarkan kepada para pemainnya. Selain itu, karier Rose juga turun drastis setelahnya. Ia sempat bergabung dengan New York Knicks (2016-2017) dan Cleveland Cavaliers (2017-2018). Namun, di dua klab itu, Rose cuma jadi pesakitan.

Yang menggelitik, sewaktu bermain bersama Cleveland Cavaliers, Rose bahkan pernah dianggap sumber masalah oleh Shea Serrano, penulis buku “Basketball (and The Other Things)”. Dalam sebuah tulisannya di The Ringer, menjelang penutupan bursa pertukaran pemain pada Februari 2018 lalu. Shea menyebutkan bahwa melakukan pertukaran dengan Cavs takkan menguntungkan bagi tim NBA lainnya. Ia memberikan 10 alasan dan lima di antaranya adalah karena Cavs ingin menukar Derick Rose dengan pemain lain.

“Cavs punya Derrick Rose di daftar pemain mereka, dan memiliki Derrick Rose di dalam daftar pemain Anda akan membuat Anda seperti berenang dengan gaya dog paddle di atas lava,” tulis Sherano, sebagai alasan yang pertama.

Nasihat Sherano tak digubris oleh Minnesota Timberwolves yang kemudian memutuskan untuk mendatangkan Rose pada Maret 2018. Saat itu, mereka ingin Rose bereuni dengan Tom Thibodeau, matan pelatihnya di Bulls, juga dengan dua mantan rekannya di klub yagn sama, Jimmy Butler dan Taj Gibson. Dari reuni itu, Timberwolves berharap bisa bangkit dari keterpurukan.

“Satu-satunya hal yang saya rindukan saat ini adalah kesempatan,” kata Rose mengenai kepindahannya sebagaimana dilansirESPN. “Soal Thib, ia sepertinya ingin memberiku kesempatan, jadi ini soal belajar dari rekan-rekan baru dan mampu menyesuaikan diri di saat yang tepat.”

Nasihat Sherano awalnya terdengar bak nubuat. Sampai awal musim 2018-2019, Rose masih tampil buruk. Namun, Rose tiba-tiba tampil mempesona pada pertandingan kedelapannya musim ini. Selain mencetak 50 angka, pergerakannya yang luwes juga memantik nostalgia. Dalam satu momentum, ia melakukan rebound, mempertontonkon behind the back, melanjutkannya dengan spin-move, dan mengirimkan assist sempurna ke salah satu rekannya. Sebelumnya, kombinasi pergerakan itu hanya dapat dilakukan satu orang: Derrick Rose sebelum digerogoti cedera lutut.

Meski demikian, penampilan Rose belum bisa menjadi pertanda kebangkitannya. Namun, ada harapan bahwa ia bisa kembali ke puncak kejayannya, setidaknya selama masih ada orang yang meyakini kualitasnya.

"Selama di dalam kondisi sehat, dia akan menjadi salah satu pemain terbaik di liga," ujar Tom Thibodeau.

Baca juga artikel terkait NBA atau tulisan lainnya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Renalto Setiawan
Editor: Windu Jusuf