Menuju konten utama

Stephen Curry yang Nyaris Mustahil Dihentikan

Mengapa Stephen Curry dinilai merevolusi peran point guard dalam basket?

Stephen Curry yang Nyaris Mustahil Dihentikan
Pemain Golden State Warriors Stephen dalam pertandingan NBA melawan Denver Nuggets (21/10/18). AP Photo/Jack Dempsey

tirto.id - Stephen Curry mengirimkan umpan lambung ke arah Kevin Durant. Durant lantas melompat dan seharusnya mengakhiri umpan tersebut dengan alley-oop. Namun, alley-opp itu gagal dan Curry, yang berhasil menyelamatkan bola, langsung memperlihatkan kemampuannya yang nyaris tiada duanya. Dia melakukan step-back, membidikkan tembakan tiga angka, merilis bola lebih cepat dari dugaan orang-orang, dan membuat Breal Bradly, guard Washington Wizard, melakukan foul. Curry terjatuh, bola masuk.

Itu adalah tembakan tiga angka kesembilan yang dilakukan Curry saat Golden State Warriors (GSW) menghadapi Washington Wizard pada Rabu (24/10) lalu. Beberapa saat setelahnya, ia menambah dua tembakan tiga angka lagi. Dan saat tembakan tiga angka kesebelas Curry membuat jaring Washington Wizards bergetar, Oracle Arena, kandang GSW ikut bergertar karenan teriakkan para penonton.

“MVP! MVP! MVP!”

Mengingat NBA musim 2018-2019 baru saja dimulai, teriakan para penggemar Warriors tersebut mungkin bisa dianggap berlebihan. Namun bagi orang-orang yang selalu melihat permainan Curry secara saksama, chant seperti itu barangkali tepat. Alasannya sederhana: kemampuan Curry memang di jauh di atas rata-rata.

Allen Iverson, mantan bintang NBA, pernah memberikan pujian terang benderang untuk Curry. Suatu kali, seperti bisa ditonton di Golden: The Miraculous Rise of Stephen Curry, permainan ajaib Curry membuat mantan bintang 76ers itu menyebut bahwa Curry bukan manusia. Steve Kerr, pelatih GSW, juga memberikan pujian tak kalah tinggi.

“Dia [Curry] mungkin adalah penembak terbaik dalam sejarah bumi.”

Hari itu, selain melesakkan 11 kali tembakan tiga angka, Curry berhasil mencatatkan 18 angka tambahan. Secara keseluruhan ia mencetak 51 angka dan membawa Golden State Warriors menang atas Washington Wizards dengan skor 144-122.

PointGuard Revolusioner

Stephen Curry biasa bermain sebagai point guard -- posisi 1. Sederhananya, saat menyerang, ia adalah pengatur tempo permainan timnya. Seorang pembagi bola. Playmaker. Sedangkan saat bertahan, ia biasanya akan menjadi tembok pertahanan pertama timnya atau seorang pelindung di bagian luar. Jika dia pintar dalam bertahan, gerak-geriknya bisa membuat tugas rekan defendernya lebih mudah. Dari situ, kesimpulan kemudian dapat diambil: daripada mencetak angka, seorang point guard seharusnya lebih sering mencatatkan assist.

Uniknya, Curry melenceng dari hipotesa mengenai point guard tersebut. Daripada mencatatkan assist, ia ternyata lebih sering mencetak angka.

Berdasarkan hal tersebut, dalam sebuah tulisannya di Forbes, Rich Campbell pernah mempertanyakan posisi Curry. Ia menyebut bahwa Curry bukanlah seorang point guard. Campbell punya alasan kuat. Pada musim 2015-2016 dan 2016-2017, Draymond Green, power forward, merupakan penyumbang assist terbanyak GSW. Sementara rata-rata assist Curry dalam dua musim tersebut hanya 6,7 dan 6,6 kali per pertandingan, Green rata-rata bikin assist 7,4 dan 7 kali.

Alasan Campbell lainnya: GSW bermain unik. Para pemainnya sering kali melakukan pergerakan di luar dari posisi tertentu. Sebuah gaya yang sering dikenal dengan istilah position-less basketball.

Pernyataan Campbell tersebut memang masuk akal, tapi juga bisa memunculkan pertanyaan lainnya. Meski tampak tidak bermain di posisi tertentu dan lebih banyak mencetak angka, jumlah assist yang dilakukan Curry dalam dua musim tersebut masih berada di jajaran 12 besar pemain-pemain NBA. Bagaimana jika ternyata peran point guard yang mengalami evolusi karena Curry?

Menurut Jerry Brewer, dalam sebuah tulisannya di The Washington Post, pada masa awal-awalnya di NBA, Allen Iverson bermain sebagai seorang point guard. Tetapi karena gaya menyerang Iverson yang sulit dikendalikan, Larry Brown, pelatih 76ers, menggeser Iverson menjadi seorang shooting guard. Menurut Brown, ia terlalu egois untuk menjadi seorang playmaker. Terlebih, kemampuan Iverson dalam mencetak angka juga di atas rata-rata.

Perjudian Brown ternyata berhasil. Dari 24.368 angka yang dicetak Iverson di sepanjang karier profesionalnya, sebagian besar terjadi saat ia bermain di posisi barunya itu.

Gaya Iverson tersebut sebenarnya tak jauh berbeda dengan gaya main Russel Westbrook, point guard Oklahoma City Thunder. Westbrook sendiri mengaku bahwa gaya mainnya itu terinspirasi oleh Iverson. Konon, sifat egois Westbrook dalam mendulang angka adalah salah satu alasan Kevin Durant pindah ke GSW pada 2016 lalu.

Meski sadar akan sifat menyerang Westbrook yang eksplosif, Oklahoma justru tetap memainkannya sebagai point guard. Masih menurut Brewer, hal itu terjadi karena Westbrook adalah bagian dari evolusi yang sedang terjadi di NBA.

“Sekarang, karena perubahan aturan dan karena pelatih-pelatih lebih membuka pikirannya, point guard tidak lagi didefinisikan sebagai pengumpan. Mereka dibiarkan menunjukkan agresivitasnya dan gaya menyerang mereka lebih ditonjolkan untuk menciptakan gelombang serangan,” tulis Brewer.

Meski sama-sama bagus dalam mendulang angka, gaya bermain Curry jelas berbeda dengan gaya Iverson maupun Westbrook . Curry tidak menyerang seganas Iverson maupun Westbrook. Ia hanya melakukan penetrasi seperlunya, tidak sering melakukan dribel, dan apabila rekannya dalam posisi lebih baik untuk mencetak angka, ia dengan senang hati akan mengumpan.

Meski begitu, Curry mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh Westbrook maupun Iverson: ia jago melakukan tembakan tiga angka. Lantas jika kombinasi antara kemampuan playmaking-nya itu dikombinasikan dengan kemampuannya dalam melakukan tembakan tiga angka dan positionless basketball yang diterapkan oleh GSW, Curry tentu akan menjadi senjata paling mematikan di NBA. Setiap gerak-gerik Curry akan sangat sulit untuk diprediksi.

Untuk semua itu, Brewer kemudian tak ragu menyebut bawa Curry adalah standar baru bagi seorang point guard di NBA.

Seorang Penembak Jitu

Diwartakan oleh The New York Times, tembakan tiga angka mulai diperkenalkan di NBA pada musim 1979-1980 silam. Namun, daripada dinilai berguna, tembakan tiga angka justru dianggap sebagai gimmick belaka. John MacLeod, pelatih Phoenix Suns saat itu, menyebut bahwa tembakan tiga angka hanya menarik dilakukan di setiap akhir kuarter.

“Aku tidak akan merancang permainan untuk pemain-pemain yang melakukan tembakan dari jarak 23 kaki (tembakan tiga angka). Aku pikir itu akan membuat basket sangat membosankan.”

Namun, seiring berjalannya waktu, pendapat MacLeod itu ternyata salah. Setelah musim perdananya, percobaan tembakan tiga angka terus naik di sepanjang musim. Pada 2016 lalu, hampir 30 persen tembakan dalam NBA merupakan tembakan tiga angka.

Persentase keberhasilan tembakan tiga angka pun juga mengalami peningkatan tajam. Saat pertama kali diperkenalkan di NBA, hanya 3,1 persen dari tembakan tiga angka menuai kesuksesan. Tapi pada NBA musim 2017-2018 lalu, persentase itu meningkat menjadi 33,7%.

Fenomena tembakan tiga angka di NBA tersebut ternyata tidak lepas dari peran Stephen Curry. Sejak musim 2012-2013 hingga musim 2017-2018 lalu, Curry selalu menjadi pendulang tembakan tiga angka paling banyak di NBA. Pada musim 2012-2013, ia berhasil mencatatkan 272 tembakan tiga angka, memecahkan rekor Dennis Scott pada musim 1995-1996. Setelah itu, ia dua kali memecahkan rekornya sendiri. Pada musim 2015-2016 ia mencatatkan 286 tembakan tiga angka. Dan satu musim setelahnya, ia melakukan 402 kali tembakan tiga angka.

Lantas, bagaimana Curry bisa menjadi penembak sehebat itu?

Infografik Stephen Curry

Curry memang hanya punya tinggi 1,9 meter, salah satu point guard paling pendek di NBA. Meski begitu, ia mempunyai cara agar tembakan-tembakannya sulit diblok oleh lawan. Pertama, Curry terbiasa melakukan “tembakan cepat”. Menurut analisis Dale Johnson, quick release Curry bisa mencapai 0,4 detik. Kedua, saat melakukan tembakan tiga angka, Curry rata-rata melompat setinggi 16,23 kaki. Padahal, pemain-pemain NBA lainnya rata-rata hanya melakukan lompatan setinggi 15, 77 kaki.

Kelebihan Curry dalam mengeksekusi tembakan tiga angka tersebut kemudian didukung oleh tingkat akurasi tembakan yang luar biasa. Menyoal itu, Curry melatihnya dengan metode yang tak biasa. Menurt Lee Jenkins, dalam salah satu artikelnya di Sport Illustrated, dalam sesi latihan menembak, Curry akan melakukan 100 tembakan tiga angka. Setiap 10 tembakan dilakukan dari lima sudut yang berbeda. Setelah sampai sudut kelima, ia akan kembali ke sudut keempat, ketiga, kedua, dan sudut awal hingga tembakannya mencapai 100 kali.

Dengan pendekatan seperti itu, selain sulit diblok, Curry juga tidak akan banyak terpengaruh dengan jarak pemain lawan yang menjaganya saat ia mengeksekusi tembakan tiga angka. Analisis yang dilakukan Benjamin Morris setidaknya bisa membuktikannya. Dari musim 2014-2015 hingga awal musim 2015-2016, tingkat akurasi tembakan tiga angka Curry saat lawan yang mengawalnya berada dalam jarak antara 2 sampai 4 kaki mencapai 44%. Sementara itu, dalam jarak lawan yang sama, tingkat akurasi pemain NBA lainnya rata-rata tidak sampai 30%.

Yang menarik, kemampuan Curry tersebut ternyata mengubah cara pandang Morris mengenai NBA. Sebelumnya, ia berpendapat bahwa, secara matematis, mencetak dua angka masih merupakan hal yang paling penting di dalam NBA. Namun setelah melihat Curry, ia tidak lagi yakin dengan pendapatnya itu. Alasan Morris sangat menggelitik: Curry tidak termasuk dalam hitungan matematis di dalam NBA.

Curry mempunyai hitung-hitungan matematis tersendiri.

Baca juga artikel terkait NBA atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nuran Wibisono