tirto.id - Penjualan mobil domestik terus mengalami peningkatan selama tiga tahun belakangan. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mencatat, penjualan secara wholesale alias dari pabrik ke dealer pada periode Januari-Oktober 2022 tembus 851.413 unit, naik 21,09 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 703.092 unit.
Angka tersebut bahkan melampaui capaian saat sebelum pandemi pada Januari-Oktober 2019, sejumlah 851.222 unit. Lalu pandemi menghantam sehingga pada 2020 hanya terjual 341.144 unit.
Adapun berdasar brand, merek-merek Jepang seperti Toyota, Daihatsu, Honda, Mitsubishi, dan Suzuki masih mendominasi penjualan selama 10 bulan terakhir 2022. Lalu merek seperti Wuling dan DFSK asal Tiongkok, berturut-turut ada di urutan 10 dan 16.
Akan tetapi, Wuling justru menguasai pasar mobil listrik akhir-akhir ini. Data penjualan mobil listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) di bulan Oktober lalu mengungkap, penjualan paling besar yaitu sekitar 76 persen diraih oleh Wuling gabungan model Air EV Long Range dan Air EV Standard Range. Total keseluruhan penjualan mobil listrik BEV sendiri pada bulan tersebut yakni 2.157 unit.
Meski penjualan Wuling Air EV turun secara bulanan–dari 1.887 unit pada September menjadi 1.629 unit pada Oktober 2022, kehadiran mobil listrik mungil yang baru dirilis bulan Agustus itu telah menggeser mobil listrik BEV terlaris sebelumnya Hyundai Ioniq 5, menurut data terakhir GAIKINDO per Oktober tahun ini.
Data yang sama juga menunjukkan, kemunculan Wuling Air EV bikin penjualan BEV melonjak tajam. Sebagai gambaran, penjualan BEV pada Juli hanya menyentuh 121 unit, kemudian tumbuh jadi 1.021 unit sebulan setelahnya, pasca hadirnya Wuling Air EV.
Perlu diketahui bahwa kedua mobil tersebut, baik Wuling Air EV dan Hyundai Ioniq 5 merupakan produk yang sama-sama dirakit secara lokal, kendati berbeda segmen. Jenama Korea Selatan, Ioniq 5 cenderung menargetkan masyarakat kelas atas, dengan rentang harga Rp748 juta – Rp859 juta. Sebaliknya Wuling Air EV dibanderol lebih terjangkau, yakni di kisaran Rp238 juta - Rp311 juta.
Wuling yang mengusung tema desain future-tech ini pertama kali diperkenalkan dalam acara GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2022 dan dipakai sebagai salah satu kendaraan resmi para peserta G20 di Bali November lalu.
Harga Sesuai Segmen Mayoritas
Mengamati tren Wuling yang unggul dalam pasar BEV, Kukuh Kumara, Sekretaris Umum GAIKINDO, menyatakan bisa jadi faktor harga menjadi pemicunya.
“Masyarakat pembeli kendaraan bermotor itu, umumnya, yang paling banyak ya, segmen terbesar itu adalah mobil-mobil yang harganya di bawah 300 juta. Nah Wuling muncul dengan kendaraan listrik berbasis baterai ya, BEV yang harganya di kisaran itu,” tukasnya melalui sambungan telepon, Rabu (7/12/2022).
Kukuh pun menyampaikan kalau pameran GIASS yang GAIKINDO selenggarakan pada Agustus lalu turut menjadi momentum lonjakan pembelian mobil listrik. Sebab di acara tersebut masyarakat mendapat kesempatan untuk mencoba mobil listrik secara langsung.
Selain itu, menurut Kukuh, ada indikasi pula bahwa pembelinya bukan merupakan fisrt buyer, dengan kata lain bukan orang yang pertama kali membeli mobil.
“Rata-rata dari mereka itu sudah punya mobil yang lain, dan mobil ini dipakai dari rumah ke kantor, dari rumah nganterin anak sekolah. Mungkin ya. Sementara kalau mereka mau ke luar kota ya pakai mobil yang lain. Itu fenomenanya,” tambahnya.
Mengutip pemberitaan CNN Indonesia, Wuling sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak tahun 2017 namun persaingannya baru mulai terasa belakangan ini. Strategi tiga merk Tiongkok seperti Wuling, DFSK dan Chery disebut mirip-mirip, yaitu investasi dirikan pabrik dan menawarkan Sport Utility Vehicle (SUV) sebagai pasar potensial dengan fitur kekinian lalu menjualnya lebih murah dari merek Jepang.
Selain itu, masih menukil CNN Indonesia, mereka juga disebut masuk ke segmen mobil listrik harga murah yang tak terjangkau merek Jepang saat ini.
Industri EV Terus Tumbuh?
Di Indonesia, tak hanya penjualan BEV yang menyingkap tren pertumbuhan, melainkan juga penjualan mobil listrik secara keseluruhan. Merujuk laporan GAIKINDO, penjualan kendaraan listrik berbasis baterai hibrida (plug-in hybrid electric vehicle/PHEV), kendaraan listrik hibrida (hybrid electric vehicle/HEV), dan BEV konsisten naik selama 2019 - 2021. Masing-masing jumlahnya 812 unit, 1.324 unit, dan 3.250 unit.
Kenaikan itu sejalan dengan tren global yang dilaporkan Badan Energi Internasional (IEA). Pada 2019, 2,2 juta mobil listrik terjual dan mewakili hanya 2,5 persen dari penjualan mobil global. Kemudian pada 2020 saat pasar mobil secara umum berkontraksi, penjualan mobil listrik justru melawan tren tersebut, naik menjadi 3 juta dan mewakili 4,1 persen dari total penjualan mobil.
Lalu penjualan mobil listrik tahun 2021 meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 6,6 juta, alias hampir 9 persen pasar mobil global dan lebih dari tiga kali lipat pangsa pasar mereka dari dua tahun sebelumnya. IEA bahkan menyebut, semua pertumbuhan bersih penjualan mobil global pada 2021 disumbang oleh mobil listrik.
Jika melihat grafik di atas dengan lebih saksama, penjualan mobil listrik pada 2021 mayoritas berasal dari Tiongkok, lantaran penjualannya yang hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, menjadi 3,4 juta. Data itu juga bisa dibaca bahwa mobil listrik yang dijual pada 2021 di Tiongkok saja lebih banyak ketimbang yang dijual di seluruh dunia pada 2020.
Menurut IEA, ada beberapa faktor pendukung yang melatarbelakangi. Salah satunya adalah perpanjangan subsidi mobil listrik oleh pemerintah Tiongkok selama dua tahun lagi setelah pandemi merebak. Hal ini tetap dilakukan meskipun ada rencana pengurangan subsidi sebesar 10 persen pada 2021 dan 30 persen pada 2022.
Kendati demikian, pertumbuhan penjualan pada tahun tersebut mungkin menunjukkan pasar EV Tiongkok yang mulai “matang". Namun itu juga bisa mencerminkan pelanggan yang terburu-buru untuk mengamankan subsidi pada level 2021 sebelum turun pada awal 2022.
Faktor penting lainnya adalah perluasan jangkauan penawaran mobil kecil. Masih merujuk laporan IEA yang sama, Wuling Hongguang Mini EV mungil disebut tidak memenuhi syarat untuk subsidi tetapi masih menjadi salah satu model terlaris di Tiongkok tahun lalu. Mobil kecil ini jadi titik masuk yang terjangkau bagi pelanggan baru.
Kucuran Insentif Penting
Ke depan, Kukuh menaksir akan ada berbagai varian mobil listrik yang muncul dan akan menarik perhatian masyarakat.
“Karena yang kita mau tekankan adalah penggunaan kendaraan-kendaraan yang dirakit di dalam negeri, dibuat di Indonesia. [Wuling] Air EV dibuat di sini, [Wuling] Almaz dibuat di sini, walaupun hybrid ya [jenisnya]. Jadi masyarakat punya pilihan kendaraan-kendaraan yang sudah dibuat di sini,” tukasnya, Rabu (7/12).
Kukuh lantas menggarisbawahi bahwa Indonesia telah swasembada mobil. Dengan begitu kebutuhan kendaraan bermotor roda 4 atau lebih sudah dipenuhi oleh kendaraan yang dibuat di Indonesia.
“Kita sudah mampu membuat mobil, sekarang tinggal kita tambah varian baru. Yang selama ini gasoline kemudian diesel, sekarang ditambah dengan EV, apakah itu full EV ataupun hybrid itu juga sudah dibuat di Indonesia. Tinggal kemudian meningkatkan lagi, baterainya dibuat di Indonesia, elektrik motornya dibuat di Indonesia, itu akan semakin menarik,” ucapnya.
Kepada Tirto, Kukuh juga menyebut bahwa insentif yang tengah digodok pemerintah punya peran dalam pertumbuhan kendaraan listrik ke depan.
Sebagaimana dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, saat ini pihaknya sedang membahas pemberiaan anggaran subsidi untuk kendaraan motor listrik dan mobil. Penggunaan kendaraan berbasis listrik dikatakan akan menghemat dana untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) dan otomatis subsidi BBM berkurang. Sebelumnya pemerintah juga tengah mengkaji pemberian subsidi untuk kendaraan motor listrik dengan kisaran Rp6 juta sampai dengan Rp6,5 juta.
"[Kalau anggaran insentif kendaraan listrik] ya sedang dibahas," kata Sri Mulyani di Jakarta, seperti diberitakan Tirto, Senin (5/12/2022).
Insentif kepada pemilik kendaraan listrik telah tercantum dalam payung hukum paling awal ihwal kendaraan listrik yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Namun ada satu catatan besar yang harus diperhatikan dengan amat serius: mimpi besar kendaraan listrik di Indonesia ini mengorbankan hidup masyarakat adat. Hak hidup mereka diganggu kerusakan lingkungan hidup akibat hulu produksi mobil listrik: pertambangan nikel. Praktik pertambangan nikel perusahaan yang berlangsung di Halmahera Timur, Maluku Utara misalnya, seperti dilaporkan Tirto, telah menghancurkan mata pencarian warga dan lingkungan wilayah Maba.
Editor: Nuran Wibisono