tirto.id - Revisi UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berlaku sejak Senin (28/11/2016). Poin-poin dalam UU ITE yang baru dinilai jauh lebih bagus dari yang lalu oleh Ketua MPR, Zulkifli Hasan.
"UU ITE itu saya menilai ada poin-poin yang jauh lebih bagus dari yang lalu. Misalnya soal pencemaran nama baik dirubah dari delik umum menjadi delik aduan dari hukumannya enam tahun menjadi empat tahun," ujarnya, di Sukadana, Lampung Timur, Selasa, (29/11/2016) seperti dilansir oleh Antara dari keterangan tertulis MPR.
Selain itu, lanjutnya, pada pasal 29 tentang ancaman kekerasan, ada perubahan hukuman pidana menjadi lebih ringan, yaitu dari maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp2 miliar, menjadi maksimal 4 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp750 juta.
"Artinya itu paling tidak mengurangi kriminalisasi, kalau empat tahun kan tak usah ditahan, kalau delik aduan kan yang dicemarkan namanya harus mengadu," katanya.
Lebih lanjut, Hasan mengimbau agar masyarakat para netizen dan pengguna media sosial berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media sosial agar tak terjerat UU ITE.
"Media sosial itu yang sangat bebas merdeka sekali, bebas menulis apa saja sampai menghujat orang. Sekarang saya berharap perilaku kita dalam menggunakan medsos dengan UU ITE ini bisa sungguh-sungguh menjaga etika kita sesuai dengan ke Indonesiaan kita," tegasnya.
Telah diberitakan sebelumnya, Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah direvisi, lebih berkeadilan dibandingkan sebelumnya. Hal ini disampaikannya di Jakarta, Senin, (28/11/2016) saat konferensi pers terkait mulai diberlakukannya UU ITE yang telah direvisi pada Senin, 28 November 2016.
Ia mencontohkan, dalam UU tersebut menghindarkan penahanan serta merta dengan mengurangi ancaman hukuman bagi pelanggaran UU ITE menjadi tidak lebih dari empat tahun.
Pasal 27 terkait penghinaan atau pencemaran nama baik yang semula diancam hukuman paling lama enam tahun menjadi empat tahun. Begitu pula dengan pasal 29 terkait dengan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari semula 12 tahun menjadi empat tahun.
Dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun tersebut, menurut dia, sesuai dengan aturan yang berlaku, maka aparat kepolisian tidak bisa langsung melakukan penahanan. Penangkapan hanya dapat dilakukan bila terbukti bersalah, sehingga lebih adil.
"Selama ini kan timpang posisinya antara pelapor dan terlapor. Dulu saya laporkan anda, saya ingin polisi tangkap Anda, sekarang tidak boleh. Polisi tidak bisa menangkap sampai anda dibuktikan oleh pengadilan bersalah," kata Samuel.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh